BPJS Kesehatan Menjadi KRIS, Bagaimana Ketentuan Bisa Naik Kelas Rawat Inap?

Minggu, 19 Mei 2024 10:54 WIB

BPJS Kesehatan menjamin biaya pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Berikut daftar rumah sakit di Jakarta Selatan yang menerima BPJS Kesehatan. Foto: Canva

TEMPO.CO, Jakarta - BPJS Kesehatan menanggapi ramainya pembicaraan publik mengenai penghapusan pembagian kelas rawat inap. Rizzky Anugerah, Kepala Humas BPJS Kesehatan, menjelaskan bahwa aturan tersebut berdasarkan pada Perpres 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Sosial.

Perpres tersebut tidak menghapus kelas rawat inap, melainkan memberlakukan kelas rawat inap standar (KRIS). Rumah sakit didorong untuk memenuhi standar pelayanan ruang rawat yang diatur dalam Perpres.

“Kebijakan KRIS itu akan dievaluasi penerapannya oleh Menteri Kesehatan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak-pihak terkait lainnya,” ujarnya pada Jumat, 17 Mei 2024.

Evaluasi akan mencakup konsep dasar KRIS, mekanisme penerapannya di fasilitas kesehatan, dan kapan mulai berlaku.Hasil evaluasi akan menjadi landasan bagi pemerintah untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN ke depan.

BPJS Kesehatan juga membuka opsi untuk bekerja sama dengan asuransi swasta. Kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan produk asuransi yang menjamin pelayanan kesehatan di luar manfaat JKN dan memungkinkan pasien JKN untuk naik kelas rawat inap.

Advertising
Advertising

Dia menyatakan bahwa perusahaan asuransi swasta bisa menciptakan produk asuransi yang menjamin layanan kesehatan di luar cakupan yang diberikan oleh Program JKN. Selain itu, mereka juga bisa mengembangkan produk yang memungkinkan pasien Program JKN untuk meningkatkan kelas ruang rawat inap mereka melebihi hak yang ditentukan.

Kendati demikian, mekanisme koordinasi manfaat disebut harus digodok lebih lanjut. Mekanisme kerja sama dengan perusahaan asuransi swasta dirancang dengan jelas. "Harus ada bentuk kerja sama yang pas dan dibuat regulasi yang sedemikian rupa agar tidak mengganggu tatanan yang sudah ada saat ini," ujarnya.

Ketentuan naik kelas rawat inap sebetulnya sudah tercantum dalam Perpres 82 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023. Peserta yang ingin naik kelas rawat harus membayar selisih tarif INA-CBG antara kelas satu dengan kelas dua ditambah paling banyak sebesar 75 persen dari tarif INA-CBG.

Namun, ketentuan ini dikecualikan bagi:

  • Peserta PBI Jaminan Kesehatan
  • Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III
  • Peserta PBPU dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III
  • Peserta PPU yang mengalami PHK dan anggota keluarganya
  • Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah

Bagaimana proses penyusunan KRIS?

Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 8 Mei 2024 secara resmi menghapus sistem kelas melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dengan peraturan baru ini, BPJS Kesehatan akan menghapus sistem sistem kelas 1, 2, dan 3, lalu menggantinya dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Perpres baru ini mendapat beragam tanggapan dari masyarakat, dengan beberapa belum memahami apa itu sistem KRIS yang akan menggantikan sistem kelas pada BPJS Kesehatan.

KRIS adalah sistem baru yang mengatur rawat inap bagi pengguna BPJS Kesehatan. Berdasarkan perpres terbaru, Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS-JKN) adalah kelas layanan rawat inap di rumah sakit dalam program JKN yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan dengan menstandarisasi kelas rawat inap JKN melalui 12 kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit.

Penerapan kebijakan ini didasari karena adanya klasifikasi perawatan yang belum terstandar dan belum meratanya akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan persediaan obat di semua wilayah. Hal ini mendorong perlunya kriteria kelas rawat inap berstandar guna mendukung prinsip ekuitas.

Ada 12 kriteria yang harus dipenuhi sesuai standar, termasuk bangunan, ventilasi, pencahayaan ruangan, dan kepadatan ruangan. Beberapa perubahan harus dilakukan seperti penetapan jumlah maksimal dalam satu ruangan hanya boleh 4 tempat tidur dengan kamar mandi di dalam untuk setiap empat pasien. Sebelumnya, kamar untuk rawat inap kelas 3 sering kali melebihi kondisi ideal, dengan 6-10 tempat tidur per ruangan dan kamar mandi di luar ruangan.

Kriteria tersebut mencakup kondisi bangunan seperti ventilasi, ukuran ventilasi, pencahayaan, minimal dua stop kontak per tempat tidur, outlet oksigen dalam panel di belakang tempat tidur, pengaturan suhu ruangan, dan bel panggilan pasien yang harus tersedia.

Saat ini, prioritas penerapan KRIS adalah untuk kelas 3, sementara standardisasi untuk kelas 2 dan 1 akan diupayakan mengingat kenyataan di lapangan yang sering tidak ideal. Standardisasi kelas 3 diutamakan karena jumlah pasien yang besar dan membutuhkan perubahan segera.

MICHELLE GABRIELA | DESTY LUTHFIANI | DANIEL A. FAJRI

Pilihan Editor: Perbedaan Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang Bakal Diganti dengan KRIS

Berita terkait

Terkini: APBD Jakarta yang Jadi Rebutan sampai Jokowi Disebut PKS Cawe-cawe Pilgub, 21 Pabrik Tekstil dan Garmen Tutup 150 Ribu Karyawan Kena PHK

18 menit lalu

Terkini: APBD Jakarta yang Jadi Rebutan sampai Jokowi Disebut PKS Cawe-cawe Pilgub, 21 Pabrik Tekstil dan Garmen Tutup 150 Ribu Karyawan Kena PHK

Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep dikabarkan didorong oleh ayahnya, Presiden Jokowi, untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya

Ahmad Sahroni Sepakat dengan Jokowi agar KPK Usut Bansos Covid-19, Ini Alasannya

51 menit lalu

Ahmad Sahroni Sepakat dengan Jokowi agar KPK Usut Bansos Covid-19, Ini Alasannya

Ahmad Sahroni mengajak publik mengawal KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi bansos Covid-19.

Baca Selengkapnya

Jakarta Jadi Rebutan sampai Jokowi Disebut PKS Cawe-cawe Pilgub, Berapa APBD-nya?

3 jam lalu

Jakarta Jadi Rebutan sampai Jokowi Disebut PKS Cawe-cawe Pilgub, Berapa APBD-nya?

Sebagai pusat industri, perdagangan dan keuangan, Jakarta masih tetap diincar investor. Anggaran atau APBD-nya pada 2024 sebesar Rp 81.71triliun.

Baca Selengkapnya

Rekam Jejak Yusuf Ateh, Kepala BPKP yang Diminta Jokowi untuk Audit PDN

3 jam lalu

Rekam Jejak Yusuf Ateh, Kepala BPKP yang Diminta Jokowi untuk Audit PDN

Kepala BPKP Yusuf Ateh diminta Jokowi untuk mengaudit PDN yang mengalami peretasan. Berikut rekam jejak Ketua Pansel KPK tersebut.

Baca Selengkapnya

Respons BPKP Usai Diminta Jokowi Audit Tata Kelola Pusat Data Nasional

4 jam lalu

Respons BPKP Usai Diminta Jokowi Audit Tata Kelola Pusat Data Nasional

Kepala BPKP merespons permintaan Jokowi untuk mengaudit Pusat Data Nasional yang mengalami peretasan. Apa katanya?

Baca Selengkapnya

Gerindra Tepis Kabar Jokowi Sodorkan Nama Kaesang untuk Maju Pilkada 2024

5 jam lalu

Gerindra Tepis Kabar Jokowi Sodorkan Nama Kaesang untuk Maju Pilkada 2024

Waketum Gerindra Habiburokhman menepis kabar Presiden Jokowi menyodorkan nama putranya, Kaesang Pangarep untuk maju pilkada 2024

Baca Selengkapnya

NasDem akan Bahas Pemilihan Ketua Umum di Kongres III

6 jam lalu

NasDem akan Bahas Pemilihan Ketua Umum di Kongres III

Willy Aditya, mengatakan pemilihan ketua umum akan menjadi salah satu yang di ahas pada Kongres III Partai NasDem yang akan digelar pada 25-27 Agustus

Baca Selengkapnya

Basuki Hadimuljono Sebut Pembangunan Istana dan Rumah Menteri di IKN Sudah 82 Persen

14 jam lalu

Basuki Hadimuljono Sebut Pembangunan Istana dan Rumah Menteri di IKN Sudah 82 Persen

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebutkan saat ini progres pembangunan istana dan rumah menteri di IKN mencapai 82 persen.

Baca Selengkapnya

Luhut Dorong Pembangunan Fisik TPPAS Legok Nangka Senilai Rp 4 Triliun Dipercepat

16 jam lalu

Luhut Dorong Pembangunan Fisik TPPAS Legok Nangka Senilai Rp 4 Triliun Dipercepat

Menteri Luhut mendorong pembangunan TPPAS Legok Nangka untuk wilayah Bandung Raya dengan nilai investasi Rp 4 triliun agar bisa dipercepat.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Jokowi Mestinya Copot Budi Arie sebagai Menkominfo imbas Peretasan PDN

16 jam lalu

Pengamat: Jokowi Mestinya Copot Budi Arie sebagai Menkominfo imbas Peretasan PDN

Seruan terhadap Budi Arie mundur dari jabatannya imbas peretasan Pusat Data Nasional (PDN) bermunculan.

Baca Selengkapnya