Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan Kemenkeu, Pengacara Pelapor Minta LKHPN Rahmady Diperiksa
Reporter
Annisa Febiola
Editor
Aisha Shaidra
Senin, 13 Mei 2024 14:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Law Firm, Andreas, mewakili kliennya Wijanto Tirtasana datang ke Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Senin, 13 Mei 2024. Kedatangan Andreas ini buntut dari persoalan kerja sama bisnis antara Wijanto dengan Rahmady Efendi Hutahaean, Kepala Bea Cukai Purwakarta.
Sebelumnya, Andreas telah menyurati Kemenkeu, namun belum berbalas. "Kami follow up surat yang pernah kami kirim ke Bu Menkeu. Hari ini, kami masukkan surat ke Irjen untuk perkara yang kami laporkan di KPK dan terakhir di kantor instansi terkait," katanya di depan lobi Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat pada Senin.
Menurut Andreas, kliennya dengan Rahmady Efendi Hutahaean telah menyepakati kerja sama pinjaman untuk bisnis jasa ekspor impor pupuk. Wijanto mendapat pinjaman uang senilai Rp 7 miliar dari Rahmady untuk perusahaan jasa ekspor impor pupuk bernama PT Mitra Cipta Agro.
Rahmady memberikan pinjaman dengan perjanjian Wijanto membayar bunga Rp 75 juta tiap bulannya. Perjanjian itu menurut Andreas, disampaikan secara lisan. Syarat lainnya, Wijanto menempatkan istri Rahmady sebagai komisaris utama dan pemegang 40 persen saham di perusahaan tersebut. Belakangan, baru diketahui Rahmady adalah pejabat pajak. Wijanto pun menelusuri Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Rahmady.
Pada 2017 harta yang dilaporkan Rahmady nominalnya hanya Rp 3,2 miliar. Bahkan hingga 2022, total harta Rahmady hanya Rp 6,3 miliar. Wijanto dan kuasa hukumnya mempertanyakan asal usul uang Rp 7 miliar yang dipinjamkan itu. Menurut Andreas, dari kerja sama bisnis dengan kliennya sejak 2017 hingga 2022, Rahmady diduga memiliki aset hingga Rp 60 miliar.
Andreas akhirnya melaporkan Rahmady ke KPK pada Jumat, 3 Mei 2023. Selain ke KPK, Andreas juga melaporkannya ke Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu dan Polda Metro Jaya. Namun, Rahmady membantah punya harta Rp 60 miliar.
"Saya tidak fokus ke Rp 60 miliar. Itu hanya akibat sebuah usaha keluarganya, maka terbitlah Rp 60 miliar. Modalnya yang diberi ke klien kami Rp 7 miliar yang diduga tidak diakui oleh REH itu, ada cap notaris. Ini ditandatangani beliau di atas materai. Ini surat kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak," tuturnya sembari menunjukkan lembaran berkas.
Andreas mempertanyakan asal usul pinjaman Rp 7 miliar yang diduga tak dilaporkan dalam LKHPN. "Anggap dia sudah daftarkan bahwa Rp 60 miliar itu adalah milik perusahaan. Tapi di AHU (Administrasi Hukum Umum) jelas, saham istrinya 40 persen. Dari Rp 60 miliar uang perusahan, Rp 25 miliar dicatatkan atau tidak di LHKPN? Apalagi ini perusahaan ekspor impor," beber Andreas.
Rahmady diketahui telah dibebastugaskan dari jabatannya sejak 9 Mei 2024. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto menyebut bahwa Bea Cukai telah memeriksa Rahmady. "Dari hasil pemeriksaan, ditemukan indikasi terjadinya benturan kepentingan yang juga turut melibatkan keluarga yang bersangkutan," kata Nirwala kepada Tempo pada Ahad, 12 Mei 2024.
Namun bagi klien Andreas, hal ini masih belum cukup. "Kami berterima kasih sudah dicopot, tapi bukan hanya hukuman administrasi. Ini uang dapat dari mana? Pemerasan, maling atau mana? Harus ditelusuri," kata Andreas.
Dia menuding adanya tindak pidana pencucian uang atau TPPU dalam perkara ini. "Dari KPK belum ada update juga, makanya kami ke Kemenkeu. Yang kita harus kejar TPPU-nya, uang dari mana, ke mana dan digunakan untuk apa?"
Andreas mengatakan, urusan ini sebenarnya personal. Namun karena melihat kejanggalan, dia melaporkan LHKPN Rahmady. "Sebagai warga negara yang baik, kami melaporkan karena negara meminta kepada masyarakat yang mengetahui tindakan korupsi, kolusi, nepotisme dan TPPU, laporkan kepada negara."
Pilihan editor: Kementerian Keuangan Bebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Usai Dilaporkan ke KPK
ILONA ESTHERINA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA