Benarkah THR 100 Persen ASN Tak Bisa Mendongkrak Perekonomian? Ini Kata Bank Indonesia
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Jumat, 22 Maret 2024 09:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menggelontorkan anggaran sebesar Rp99,5 triliun untuk THR dan gaji ke-13 aparatur sipil negara tahun ini. Jumlah itu terdiri atas Rp48,7 triliun untuk THR dan Rp50,8 triliun untuk gaji ke-13.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan THR akan dibayarkan 10 hari kerja sebelum Hari Raya, sekitar tanggal 26 Maret 2024. Sedangkan gaji ke-13 akan diberikan pada Juni 2024.
Pemerintah berharap, guyuran Rp48 triliun itu akan menggerakan perekonomian nasional. Ini belum termasuk THR untuk karyawan swasta, yang juga wajib dibayaran perusahaan.
Bank Indonesia memperkirakan uang beredar selama Ramadan dan Lebaran ini naik 5 persen dibanding tahun lalu. Selama Ramadhan dan Lebaran tahun lalu, uang kartal dan uang giral yang dipegang masyarakat mencapai Rp4.561,7 triliun pada Maret dan Rp4.673,3 triliun pada April. Padahal bulan sebelumnya atau Februari 2023 baru sebesar Rp4.555,3 triliun.
Artinya pada periode Ramadhan dan Lebaran (April-Mei) 2022 tumbuh secara tahunan sebesar 13,6 persen pada April dan 12,1 persen pada Mei. Pertumbuhan saat Ramadhan dan Lebaran (Maret-April) tahun 2023 juga tetap positif meski sedikit melambat, yaitu 6,2 dan 5,5 persen (yoy).
Namun apakah uang negara Rp48 triliun untuk THR ASN berdampak besar pada perekonomian? Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian mengatakan, tunjangan hari raya dan gaji ke-13 ASN tak akan berdampak signifikan bagi perekonomian. Pasalnya, proporsi ASN hanya sekitar 3 persen dari total tenaga kerja.
Menurut Eliza, THR ASN akan berdampak terhadap peningkatan tingkat konsumsi pada kuartal I 2024. Begitu pula gaji ke-13 yang akan terlihat pada kuartal II.
"Namun, tidak signifikan mendongkrak (perekonomian), mengingat yang menjadi ASN ini sedikit. Sebagaimana kita ketahui, sekitar 55 persen perekonomian kita didorong oleh sektor konsumsi swasta," kata Eliza kepada Tempo pada Senin, 18 Maret 2024.
Eliza menjelaskan, kontribusi konsumsi kalangan bawah terhadap perekonomian Indonesia tahun 2023 mencapai 18,04 persen. Sementara kalangan menengah sebesar 32,25 persen dan kalangan atas 46,71 persen.
Jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan, kata Eliza, cara yang paling tepat adalah memperbaiki tingkat upah riil pekerja sektor industri dan jasa. Alasannya, upah rill di sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja tersebut rata-rata tahunannya mengalami pelemahan. Bahkan, lebih tinggi tingkat inflasinya daripada pertumbuhan upah riilnya.
Misalnya pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan serta sektor industri pengolahan, upah mengalami pelemahan berturut-turut sebesar 2,2 persen dan 1,3 persen. Sementara pada perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, upah menurun secara tahunan sebesar 2 persen.
"Ketiga sektor ini menyerap 61,6 persen pekerja dengan status buruh, karyawan atau pegawai."
Menurut Eliza, tidak salah jika pemerintah berharap bahwa THR dapat mendongkrak perekonomian. THR tetap akan berdampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, hanya saja tidak signifikan.
"Jangan sampai pertumbuhan upah lebih rendah dari inflasinya. Jika inflasi lebih tinggi dari pertumbuhan upah, artinya daya beli masyarakat kian tergerus," kata Eliza.
Berikutnya: BI Tetap Optimistis
<!--more-->
Tidak dimungkiri bahwa kenaikan harga pangan sebelum Ramadhan cukup membuat waspada. Badan Pusat Statistik (BPS) sudah memberi peringatan terhadap kondisi ini. Secara umum, data historis pada momen Ramadhan selalu menunjukkan terjadinya inflasi.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut komoditas pangan seperti daging ayam ras, telur ayam ras, dan daging sapi memberikan andil inflasi terbesar menjelang bulan Ramadhan dalam 3 tahun terakhir. Namun Ramadhan tahun ini, beras diwaspadai menjadi salah satu komoditas yang mempunyai andil terbesar dalam inflasi bulanan.
Adapun beras menjadi penyumbang terbesar inflasi bulanan pada Februari 2024, dengan andil inflasi 0,21 persen. Kenaikan harga beras pada periode tersebut terjadi di 37 provinsi. Meski begitu, produksi beras diperkirakan mulai meningkat pada Maret dan mencapai puncak panen raya pada April mendatang sehingga diharapkan inflasi dapat dijaga.
Meskipun terjadi fenomena inflasi menjelang Ramadhan, kondisi tersebut dinilai Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede tidak mengganggu dan tidak memberi pengaruh signifikan terhadap kinerja konsumsi masyarakat. Terlepas dari berbagai tantangan global dan domestik, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap akan solid mengingat masyarakat memiliki tambahan dukungan sebagai bantalan ekonomi khususnya pada masyarakat kelas menengah dan bawah.
Pemerintah telah mengumumkan bahwa pencairan penuh tunjangan hari raya (THR) bagi aparatur sipil negara (ASN) dibayarkan paling cepat 10 hari kerja sebelum Idul Fitri. Selain itu, gaji ke-13 ASN juga dicairkan pada Juni. Tambahan dukungan ini akan menstimulasi belanja masyarakat kelas menengah ke atas.
Belum lagi, karyawan swasta juga akan mendapat THR di samping gaji bulanan. Meski dikenai pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan menggunakan tarif efektif rata-rata, hal ini dinilai tidak menyurutkan daya beli masyarakat secara signifikan.
Pemerintah juga menggelontorkan bantuan sosial (bansos) hingga Juni 2024 dan bantuan langsung tunai (BLT) yang disalurkan pada periode Januari hingga Maret 2024. Bantuan dari Pemerintah ini dinilai mampu menjaga kinerja konsumsi rumah tangga terutama pada masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Sekalipun inflasi cenderung tinggi, (itu) tidak mengurungkan belanja dari masyarakat karena Ramadhan dan Lebaran, kan momentumnya setahun sekali. Kemudian ada tambahan atau ada suntikan dari THR yang juga lumayan. Kecuali kalau tidak ada momentum pembayaran THR, mungkin itu bisa dampaknya negatif,” kata Josua Pardede .
Bank Indonesia (BI) juga memberikan sinyal positif terhadap kondisi ekonomi yang menggeliat selama Ramadhan dan Lebaran tahun 2024 dengan menyiapkan uang layak edar sebesar Rp197,6 triliun untuk memenuhi kebutuhan penukaran uang rupiah.
Deputi Gubernur BI Doni P. Joewono menyebut jumlah uang layak edar itu naik 4,65 persen dibandingkan realisasi tahun 2023 yang tercatat sebesar Rp188,8 triliun. Kenaikan jumlah uang layak edar di tahun ini didasarkan atas pertimbangan mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan meningkat. Pergerakan masyarakat selama Idul Fitri 1445 Hijriah diprediksi mencapai 193,6 juta orang, merujuk data Kementerian Perhubungan dan BPS.
Dengan berbagai tanda positif dalam geliat ekonomi, Ramadhan dan Lebaran tahun ini harus disambut dan dijalani secara optimistis.
KARUNIA PUTRI | SAVERO ARISTIA WIENANTO | ANTARA