Rupiah Pekan Ini Berpotensi Menguat, Apa Pemicunya?
Reporter
Defara Dhanya Paramitha
Editor
Grace gandhi
Senin, 26 Februari 2024 09:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS) berpotensi mengalami penguatan. Bahkan, menurut dia, rupiah bisa bergerak ke arah Rp 15.500 per dolar AS.
Pada pekan lalu, Ariston mengatakan indeks dolar AS terlihat bergerak melemah terhadap nilai tukar utama dunia. “Pelemahan ini efek dari proyeksi sikap the Fed tahun ini yang akan memangkas suku bunga acuan,” ujar Ariston ketika dihubungi Tempo, Minggu, 25 Februari 2024.
Sejumlah petinggi the Fed, seperti John Williams dan Christopher Waller, memberikan komentar mengenai pemangkasan di semester II tahun ini. Menurut dia, rupiah juga berpotensi menguat terhadap dolar AS karena sikap ini.
Ariston menuturkan, indeks saham Asia, Eropa, dan AS yang ditutup menguat pekan lalu mengindikasikan minat pasar terhadap aset berisiko meningkat. “Ini juga bisa membantu penguatan rupiah sebagai aset berisiko,” tuturnya.
Dia juga menilai bahwa pemangkasan suku bunga pinjaman Cina pekan lalu kelihatannnya bisa memberikan efek positif untuk negara yang berhubungan dagang erat dengan Cina, termasuk Indonesia. Pemangkasan ini, kata Ariston, bisa membantu pemulihan ekonomi Cina yang masih melambat.
Adapun dari dalam negeri, optimisme Bank Indonesia terhadap perkembangan ekonomi dalam negeri, termasuk stabilitas inflasi, bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah.
Selanjutnya: Lebih lanjut, pengamat pasar uang itu menyebut bahwa pada pekan ini....
<!--more-->
Lebih lanjut, pengamat pasar uang itu menyebut bahwa pada pekan ini ada data ekonomi AS yang baru, seperti data penjualan rumah, data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal IV 2023, data inflasi Core Personal Consumption Expenditure (PCE) Price, hingga data klaim tunjangan pengangguran mingguan. “(Data-data ini) bisa memberikan pertimbangan baru bagi pasar mengenai kebijakan moneter the Fed ke depan,” katanya.
Menurut dia, data yang menunjukkan pelambatan bisa mendukung kebijakan pemangkasan suku bunga. Begitu pula sebaliknya, apabila data tersebut menunjukkan perbaikan, dolar AS bisa kembali menguat.
Selain itu, data Purchasing Managers' Index (PMI) Cina bulan Februari yang dirilis Jumat depan, terutama sektor manufaktur, bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah jika hasilnya menunjukkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya.
Konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina juga masih bisa mempengaruhi kekuatan dolar AS. Menurut Ariston, jika tensi kembali meninggi, maka indeks dolar bisa menguat lagi.
“Di awal pekan, mungkin rupiah bisa menguat ke arah Rp 15.520 hingga 15.500 per dolar AS, dengan potensi resisten Rp 15.600 per dolar AS,” ucap dia. Sementara sepanjang pekan depan, kata Ariston, ada peluang penguatan rupiah bisa ke arah level Rp 15.500 per dolar AS dan potensi resisten di kisaran level Rp 15.650 per dolar AS.
Pilihan Editor: Siap-siap, 6.000 ASN Segera Dipindahkan ke IKN, Ini Jabatan yang Berangkat