Penyaluran Bansos untuk 18,8 Juta Keluarga, Sri Mulyani: Kami Ikuti Data Kementerian Sosial
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 8 November 2023 14:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi soal data keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan sosial yang jumlahnya 18,8 juta keluarga. Menurut dia, jumlah data penerima tidak akan dibahas kembali karena sudah ada di Kementerian Sosial.
“Sudah, kami ikuti data yang ada di Kemensos. Datanya dari Mensos (Menteri Sosial Tri Rismaharini),” ujar Sri Mulyani di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, pada Rabu, 8 November 2023.
Sebelumnya, soal data keluarga penerima manfaat bansos sempat dibahas dalam rapat kerja antara Menteri Sosial Tri Rismaharini bersama Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Menteri Risma mengaku bingung soal data jumlah penerima bantuan langsung tunai (BLT) El Nino Rp 400 ribu karena ada dua versi.
Risma heran muncul data 18,8 juta keluarga penerima manfaat. Angka ini sebelumnya disebut Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai penerima BLT El Nino. Padahal, menurutnya ada juga data 21 juta keluarga penerima manfaat. "Kemarin memang keputusannya, saya tidak tahu angka 18,8 juta (KPM) itu dari mana," ujar dia dalam rapat kerja tersebut.
Sementara, pada pada Senin, 6 November 2023, Menteri Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah menyiapkan paket kebijakan untuk melindungi daya beli dan menjaga stabilisasi ekonomi agar pertumbuhannya dapat kembali ke angka 5 persen pada kuartal IV 2023. Pemerintah, kata dia, menyiapkan sejumlah jurus berupa paket kebijakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tersebut.
Penjelasan paket kebijakan
<!--more-->
Dalam paparannya, Sri Mulyani menjelaskan paket kebijakan itu. Pertama, bantuan langsung tunai atau BLT untuk 18,8 juta keluarga penerima manfaat sebesar Rp 200 ribu per bulan untuk November dan Desember 2023.
Kedua, tambahan bantuan 10 kilogram beras kepada 21,3 juta KPM untuk Desember 2023. Ketiga, pemberian PPN DTP (pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah) rumah harga di bawah Rp 5 miliar. Keempat, insentif perumahan berupa bantuan untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR) yakni tanggungan biaya administrasi pemerintah Rp 4 juta per rumah sederhana.
Serta tambahan program rumah sejahtera terpadu untuk perbaikan rumah masyarakat miskin ini sebesar Rp 20 juta. Dengan paket kebijakan tersebut, Sri Mulyani yakin bakal ada dorongan positif terhadap perekonomian nasional.
"Kalau kuartal IV baseline-nya 5,06 persen outlook proyeksi kita, dengan banyaknya ketidakpastian itu bisa melemah ke 4,81 persen," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, pada Senin, 6 November 2023.
Bendahara negara mengklaim, dengan adanya paket kebijakan yang bisa berjalan di kuartal III, pemerintah berharap bisa menambah dukungan terhadap ekonomi sebesar 0,2 persen. "Sehingga kita harapkan di kuartal IV pertumbuhan ekonomi bisa tetap dijaga di 5,01 persen," tutur dia.
Bila proyeksi tersebut dapat terwujud, kata Sri Mulyani, maka bisa diharapkan pertumbuhan ekonomi tahun 2023 secara keseluruhan akan tetap stabil di angka 5,04 persen. "Kalau kemudian tidak diberikan dukungan bisa saja pertumbuhan (full year 2023) bisa turun menjadi 4,99 persen."
Selain itu, dengan adanya beragam insentif yang akan berlanjut hingga tahun depan, Sri Mulyani yakin perekonomian pada 2024 akan terus mengalami penguatan dan tetap stabil di angka 5,24 persen.
"Kemudian 2024, dengan adanya policy ini baik PPN DTP yang diberikan sampai akhir tahun, kita berharap menambah dukungan terhadap ekonomi 0,16 persen dan pertumbuhan full year tetap terjaga di atas 5,24 persen," kata Sri Mulyani.
Jokowi berharap bansos dilanjutkan hingga tahun depan
<!--more-->
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengharapkan bantuan sosial (bansos) akan dilanjutkan sampai tahun depan. Pemerintah sedang merancang skema pemberian bantuan pangan cadangan beras tersebut.
Jokowi menyampaikan ini saat meninjau persediaan pangan sekaligus menyerahkan bantuan pangan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) di Gudang Bulog Sukamaju, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada Kamis 26 Oktober 2023.
Keluarga penerima manfaat, menurut presiden, rencananya akan diberi masing-masing 10 kilogram beras mulai Januari sampai Maret 2024. Sementara sampai akhir 2023, presiden mengatakan pemerintah menyiapkan tambahan bantuan langsung tunai atau BLT sejumlah Rp 400 ribu kepada para penerima.
Presiden tengah melakukan kunjungan kerja ke sejumlah kota di Sumatera sejak Rabu, 25 Oktober 2023. Selain, menyambangi Palembang, ia juga mampir ke Lampung. Bansos beras dan BLT ini termasuk dari paket kebijakan yang masuk dalam APBN. Pemerintah meluncurkan kebijakan ini untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi.
Tambahan bantuan beras akan diberikan kepada 21,3 juta kelompok penerima manfaat sebesar 10 kilogram selama Desember dengan total kebutuhan anggaran Rp2,67 triliun. Sedangkan, BLT akan diberikan kepada 18,8 juta kelompok penerima manfaat sebesar Rp 200 ribu per bulan selama November-Desember dengan total kebutuhan anggaran Rp7,52 triliun.
Bansos beras diluncurkan pemerintah menyusul terus meningkatnya harga beras di pasaran. Dalam beberapa bulan terakhir, harga beras meningkat karena minimnya pasokan akibat kemarau panjang yang mendera Indonesia.
Presiden sebelumnya juga menyatakan bahwa pemerintah kesulitan untuk melakukan impor beras. Pasalnya, banyak negara juga menghentikan ekspor beras demi menjaga kebutuhan dalam negeri mereka.
Jokowi pun menyatakan telah memberikan target kepada Menteri Pertanian yang baru, Andi Amran Sulaiman, untuk meningkatkan produksi beras. Amran dilantik pada Rabu lalu, 25 Oktober 2023 untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Syahrul Yasin Limpo.
"Tugasnya adalah mengejar produksi padi dan beras sesuai target yang sudah saya berikan. Angka nyatanya silahkan tanya ke Arman," kata dia. Menurut dia, harga beras baru akan turun jika produksi meningkat dan produk membanjiri pasaran.
MOH KHORY ALFARIZI | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | DANIEL A FAJRI
Pilihan editor: Jurus Jitu Sri Mulyani Genjot Pertumbuhan Ekonomi Disebut Belum Cukup, Pengamat: Perlu Relaksasi Pajak