Profil Aguan Sugianto dan Sukanto Tanoto, Duet Konglomerat Ikut Investasi di IKN Nusantara
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
S. Dian Andryanto
Selasa, 22 Agustus 2023 08:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah konglomerat Indonesia disebut bakal menjadi investor Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara. Dua di antaranya adalah pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma atau Aguan dan miliarder Sukanto Tanoto. Hal ini disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahaladian.
“Ada Agung Sedayu (Sugianto Kusuma), kemudian Sukanto Tanoto juga akan masuk,” kata Bahlil di sela-sela agenda ASEAN Economic Ministers (AEM) di Semarang, Sabtu, 18 Agustus 2023.
Aguan sebelumnya telah didapuk sebagai pemimpin konsorsium Penanaman Modal Dalam Negeri atau PMDN di IKN Nusantara. Pada Jumat, 11 Agustus 2023 lalu, bersama Bahlil dan Wakil Kepala Otorita IKN Dhony Rahajoe, pihaknya mengunjungi kawasan proyek. Aguan optimis pemerintah dapat menggelar upacara HUT RI pada 17 Agustus 2024 mendatang di IKN Nusantara.
“Izin usaha sudah mudah, sehingga peluang (mengadakan) upacara 17 Agustus 2024 sangatlah besar,” kata Aguan dalam keterangan tertulis, Senin, 14 Agustus 2023.
Sementara Sukanto, berdasarkan catatan Tempo pada 29 September 2019, konglomerat itu memiliki sekitar 48 ribu hektar lahan di daerah ibu kota baru. Lahan ini merupakan konsesi yang dipegang perusahaannya melalui PT ITCI Hutan Manunggal (IHM) di Kalimantan Timur. Lahan tersebut telah diambil alih untuk digunakan sebagai ibu kota negara Nusantara.
Berikut profil pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma atau Aguan dan miliarder Sukanto Tanoto.
1. Sugianto Kusuma atau Aguan
Sugianto Kusuma atau yang lebih dikenal dengan nama Aguan lahir di Palembang, 9 Januari 1951. Aguan merupakan pendiri perusahaan Agung Sedayu Group. Ini adalah salah satu perusahaan pengembang properti terbesar di Indonesia. PT Agung Sedayu memiliki berbagai segmen bisnis. Antara lain pengembangan kota, gedung bertingkat tinggi, hotel dan resor, mal, serta proyek komersial lainnya.
Melansir dari situs resmi perseroan, PT Agung Sedayu Group berbasis di Jakarta dan berdiri sejak 1971. Perusahaan ini bergerak khususnya di bidang solusi one-stop living dan bisnis yang menyatukan kemudahan dan kenyamanan untuk gaya hidup modern yang ideal. Setelah keberhasilan membangun Harco Mangga 2, Aguan terus memperluas bisnisnya.
Dia kemudian menggarap proyek-proyek perumahan, perkantoran, apartemen, serta kawasan niaga dan industri. Jaringan proyek Agung Sedayu Group yang terkenal antara lain Green Lake City, Grand Galaxy City, Puri Mansion, Kelapa Gading Square, Ancol Mansion, dan banyak lainnya. Pada 2018, menurut Globe Asia, total harta kekayaan Aguan sebesar US$ 970 juga atau sekitar Rp 14 triliun.
Aguan pernah diperika KPK pada 13 April 2016, selama kurang-lebih delapan jam di Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia diperiksa terkait dengan kasus suap reklamasi yang menyeret anggota DPRD Jakarta, Mohamad Sanusi yang dicokok karena menerima uang dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.
Tak berselang lama, Aguan ikut menghadiri pertemuan para pengusaha dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Kepresidenan, Kamis, 22 September 2016. Pertemuan itu membicarakan tentang tax amnesty atau pengampunan pajak.
KPK melarang Aguan bepergian ke luar negeri sejak 1 April 2016. Sedangkan masa cegah-tangkalnya akan berakhir pada Sabtu, 1 Oktober 2016. Ia dicekal berkaitan dengan kasus dugaan suap Sanusi untuk mengubah kewajiban pengembang pulau reklamasi membayar 15 persen dari nilai jual obyek pajak total lahan. Pembayaran ini disebut kontribusi tambahan.
Namun, KPK kemudian tidak memperpanjang status cekal Aguan. Keputusan itu diambil dalam rapat yang digelar pimpinan komisi antirasuah pada Kamis, ini. “Tidak diperpanjang,” kata Wakil Ketua KPK saat itu, Basaria Panjaitan, kepada Tempo, Kamis, 29 September 2016.
Selanjutnya: Profil Sukanto Tanoto, kesuksesan dan ksus-kasusnya
<!--more-->
2. Sukanto Tanoto
Melansir dari situs resmi Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto merupakan pendiri sekaligus chairman Royal Golden Eagle (RGE). RGE adalah kelompok perusahaan global bergerak di bidang manufaktur berbasis sumber daya. Kantor perusahaannya berpusat di Singapura, Hong Kong, Jakarta, Beijing, dan Nanjing.
Sukanto Tanoto alias Tan Kang Hoo lahir di Belawan, Medan, Sumatera Utara pada 25 Desember 1949. Berdasarkan data Forbes, Tanoto termasuk salah satu orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan mencapai US$ 2,7 miliar atau setara dengan Rp 41 triliun. Sebelum menjadi konglomerat, perjalanan bisnis Tanoto tak mudah. Dia harus berusaha keras menjalani bisnis setelah putus sekolah sejak usia 17 tahun.
Sukanto memulai bisnisnya sejak setengah abad lebih dengan menjadi pemasok suku cadang dan usaha di bidang jasa konstruksi untuk industri perminyakan. Tanoto mengembangkan bisnisnya ke bidang kayu lapis dengan mendirikan Royal Golden Eagle atau RGE pada 1967. Sukses dengan itu, Tanoto kembali memperluas kerajaan bisnisnya.
Selain RGE, usaha Tanoto antara lain, industri pulp dan kertas melalui APRIL dan Asia Symbol, minyak kelapa sawit melalui Asian Agri dan Apical, serat Viscose melalui Sateri dan Asia Pacific Rayon, selulosa khusus melalui Bracell, serta pengembang sumber daya energi melalui Pacific Oil & Gas.
Pada 2001, Mabes Polri menggunakan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan untuk membuka kembali kasus dugaan korupsi praktik wesel ekspor berjangka dengan tersangka Sukanto Tanoto.
“Tak ada SPDP ulang, tidak ada double double. Karena dulu belum SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan),” kata Direktur III Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri Brigadir Jenderal Indarto saat itu. Menurut dia, begitu SPDP terbit pasti ada yang menjadi tersangka. Berdasarkan ketentuan dulu, orang yang menjadi tersangka bisa segera dicegah ke luar negeri. "Namun dalam (aturan) penyidikan yang baru, perlu dibuktikan dulu (dugaan pidanannya),” ujar Indarto. Penyidik Polri masih membuktikan unsur tindak pidana yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 3,7 triliun ini.
Pada 2012, KPK mengaku melakukan supervisi dan pengawasan terhadap pengusutan kasus pajak Asian Agri, baik di Kejaksaan maupun proses hukum di Mahkamah Agung. Lembaga antikorupsi ini bakal ikut mengusut kasus tersebut bila penanganannya mandek.
"Kami akan cek kemungkinan ada yang tidak ditangani. Lalu akan ditanyakan, apakah mandek atau bagaimana? Kalau mandek dan tidak bisa dikerjakan, kita akan ambil alih," kata Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK, Jumat, 28 Desember 2012.
Kasus penggelapan pajak ini terbongkar berkat laporan Financial Controller Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto. Dia sendiri dihukum 11 tahun penjara karena bersalah dalam kasus pencucian uang dan pemalsuan surat Asian Agri.
Pada edisi Majalah Tempo 6 Februari 2021 berjudul Mainan Baru Tanoto—menyoal dugaan penggunaan perusahaan cangkang yang terafilisasi dengan Royal Golden Eagle (RGE) Group oleh Sukanto Tanoto membeli gedung Ludwigstrasse 21 di Muenchen, Jerman seharga Rp 6 triliun. Pembelian pada 2019 ini tidak tercatat di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Sukanto Tanoto membeli gedung itu selang beberapa bulan persetujuan kesepakatan Uni Eropa mengurangi secara bertahap penggunaan minyak sawit dalam skema biodiesel di Eropa pada 2030. Kebijakan ini dipicu makin parahnya deforestasi akibat ekspansi perkebunan sawit. Kaitannya dengan kebijakan ini, RGE melalui anak usahanya Apical, akan melakukan ekspansi ke bisnis biodiesel besar-besaran di Eropa.
Tempo mengulas kasus pajak Sukanto Tanoto di mana 12 anggota staff dan direksi Asian Agri ditengarai berkomplot mengotak-atik laporan pajak perusahaan. Modus yang dilakukan berupa pembuatan transaksi fiiktif, transfer pricing dan transaksi lindung nilai (hedge). Pada 18 Desember 2012 majelis hakim yang dipimpin Djoko Sarwoko memvonis Manajer Pajak Asian Agri Group Suwir Laut 2 tahun penjara dan masa percobaan 3 tahun serta membayar denda Rp 2,5 triliun.
Jikalahari atau Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau menilai ‘mainan baru’ Sukanto Tanoto di Jerman adalah wujud hukum tumpul ke atas dan negara tidak adil. “Taipan Sukanto Tanoto terang benderang melakukan korupsi kehutanan, pencucian uang, membakar hutan dan lahan, merampas hutan tanah masyarakat adat serta merusak keanekaragaman hayati, tapi Presiden dan penegak hukum terang benderang juga membiarkan taipan Sukanto Tanoto melenggang merugikan perekonomian negara dan ekologis,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari, dikutip dari laman jikalahari.or.id, 10 Februari 2021.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | SDA I TIM TEMPO.CO
Pilihan Editor: Ini Komentar Aguan Usai Diundang Jokowi ke Istana