S&P Pertahankan Peringkat Utang Indonesia BBB dengan Outlook Stabil, Respons Gubernur BI?
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 5 Juli 2023 14:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) mempertahankan tingkat utang atau sovereign credit rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan keputusan tersebut mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi yang solid, rekam jejak kebijakan yang baik, dan konsolidasi fiskal yang lebih cepat dari target awal.
"Di sisi lain, outlook stabil mencerminkan keyakinan S&P terhadap keberlanjutan pemulihan ekonomi Indonesia untuk dua tahun ke depan, yang akan mendukung kinerja fiskal dan stabilisasi utang," tutur Erwin dalam keterangan tertulis pada Rabu, 5 Juli 2023.
Menanggapi keputusan S&P tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menilai afirmasi rating Indonesia telah menunjukkan keyakinan kuat pemangku kepentingan internasional atas stabilitas makro ekonomi Indonesia.
Menurut dia, hal ini juga mencerminkan terjaganya prospek ekonomi Indonesia dalam jangka menengah di tengah peningkatan risiko global yang berasal dari tensi geopolitik dan perlambatan ekonomi global.
Dia berujar kepercayaan dunia internasional ini didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi. Selain itu, ia menilai hal itu didukung oleh sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia.
Ke depannya, kata Perry, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik. Bank Indonesia juga akan merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Selanjutnya: Perry menyebut langkah-langkah itu...
<!--more-->
Perry menyebut langkah-langkah itu di antaranya, penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan dan memperkuat sinergi dengan pemerintah. Tujuannya untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Adapun S&P memperkirakan penurunan tekanan inflasi yang disertai dengan kenaikan belanja Pemerintah menjelang pemilu dapat mendorong peningkatan konsumsi swasta pada paruh kedua 2023. Hal tersebut, menurutnya, akan mendukung kinerja ekonomi Indonesia di tengah tantangan permintaan global yang melambat.
Sehingga, kata Perry, ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,8 persen. S&P juga berkeyakinan bahwa reformasi kebijakan yang terus berlanjut dengan dukungan struktur demografi yang menguntungkan akan berdampak positif pada ekonomi Indonesia.
Hal tersebut, menurutnya, turut diperkuat oleh penerapan Undang-undang Cipta Kerja yang baru direvisi oleh Pemerintah pada awal tahun ini. Dia berharap kondisi ini dapat memperbaiki iklim usaha sehingga dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi potensial.
Sementara dari sisi eksternal, menurut Perry, S&P memandang perbaikan kinerja sektor eksternal Indonesia mampu menahan dampak perlambatan harga komoditas. Implementasi kebijakan hilirisasi dan peningkatan kapasitas pemrosesan di sektor pertambangan dinilai dapat membantu meningkatkan penerimaan ekspor.
Lebih lanjut, S&P juga memandang positif level cadangan devisa yang kembali meningkat, setelah sempat menurun pada paruh kedua 2022. Hal tersebut didukung oleh surplus neraca transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing.
Selanjutnya: Dari sisi fiskal, S&P melihat konsolidasi fiskal yang...
<!--more-->
Dari sisi fiskal, S&P melihat konsolidasi fiskal yang lebih cepat berdampak pada penurunan defisit fiskal Indonesia. Angkanya kini menjadi di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) satu tahun lebih cepat dari target.
Defisit fiskal tercatat 2,4 persen dari PDB pada 2022. Nilainya jauh lebih rendah dari 2021 yang mencapai 4,7 persen dari PDB. S&P memperkirakan defisit fiskal pada 2023 akan kembali turun menjadi sekitar 2,3 persen dari PDB. Hal itu didukung oleh penerimaan yang lebih tinggi dan belanja Pemerintah yang terkendali.
Perry menilai defisit fiskal yang menurun akan mengurangi utang pemerintah dan beban bunga. Namun, menurutnya, perlu dicermati bahwa basis penerimaan pemerintah yang masih terbatas tetap menjadi tantangan bagi perkembangan rating Indonesia ke depan.
S&P pun mencatat peran yang signifikan dari Bank Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank Sentral juga dianggap mampu meredam dampak gejolak ekonomi dan keuangan terhadap ekonomi domestik.
Dukungan Bank Indonesia dalam pembiayaan defisit fiskal melalui pembelian surat berharga pemerintah pun dinilai dapat membantu pengelolaan beban bunga ketika pasar keuangan sedang mengalami tekanan. Menurut S&P, Bank Indonesia juga semakin mengandalkan instrumen berbasis pasar untuk menerapkan kebijakan moneter.
Pilihan Editor: Defisit APBN Berhasil Ditekan, Sri Mulyani Batal Tarik Utang Rp 289,9 Triliun