Pemerintah Putuskan Impor Beras 2 Juta Ton, Pengamat: Keputusan Pahit
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Agung Sedayu
Senin, 27 Maret 2023 11:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai langkah pemerintah untuk melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton di masa panen raya saat ini adalah keputusan yang pahit.
“Izin impor dikeluarkan saat panen raya ini amat jarang terjadi. Sebab, saat panen raya biasanya pasokan gabah atau beras melimpah dan harga turun,” kata Khudori melalui keterangannya, Senin, 27 Maret 2023.
Menurutnya, kebijakan untuk impor beras ini dilematis. Di satu sisi, saat ini petani sedang menikmati harga gabah tinggi di masa panen raya. Biasanya, saat panen raya harga gabah anjlok. Di sisi lain, tingginya harga harga gabah membuat Bulog kesulitan melakukan penyerapan. Sampai 24 Maret lalu, penyerapan Bulog baru 48.513 ton beras. “Amat kecil,” ujar Khudori.
Tahun ini, Badan Pangan Nasional atau Bapanas meminta Bulog menyerap beras petani domestik sebesar 2,4 juta ton—yang 1,2 juta di antaranya akan menjadi stok akhir tahun. Dari target itu, 70 persen di antaranya diharapkan bisa diserap kala panen raya sampai Mei nanti. Namun, menurut Khudori, target tersebut sulit dipenuhi.
Sementara itu, pada pekan lalu, CBP yang ada di gudang Bulog hanya 280 ribu ton. Jumlah ini amat kecil. Sementara mulai Maret hingga Mei nanti Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (Bansos) beras untuk 21,35 juta keluarga kurang mampu. Masing-masing keluarga akan mendapatkan beras 10 kilogram. Artinya, perlu 630 ribu ton beras.
Jika mengandalkan penyerapan atau pengadaan dari dalam negeri, akan susah terpenuhi. Meski Bapanas menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GHKP) menjadi menjadi Rp 5.000 per kilogram dan beras di gudang Bulog Rp 9.500, harga gabah dan beras di pasar masih lebih tinggi ketimbang HPP.
“Bisa saja Bulog menyerap lewat mekanisme komersial. Jika ini ditempuh, boleh jadi CBP akan membaik jumlahnya,” kata Khudori. Tapi langkah itu berarti akan mendorong Bulog untuk agresif masuk ke pasar dan berkompetisi dengan pelaku usaha lain, baik penggilingan padi maupun pedagang beras. “Dampaknya, bisa membuat harga beras naik,” ujar Khudori.
Selanjutnya: Solusi paling manjur ...
<!--more-->
Solusi paling manjur untuk mencegah impor beras adalah dengan peningkatan produksi dalam negeri. Persoalannya dalam beberapa tahun terakhir, produksi beras dalam negeri justru merosot.
Merujuk data BPS, Khudori menyebut pada 2018 Indonesia surplus beras tetapi volume surplus itu terus turun—dari 4,7 juta ton pada 2018 hanya tinggal 1,34 juta ton pada 2022. “Ketika jumlah surplus kian mengecil, soal pengelolaan cadangan dan distribusi jadi isu krusial. Ketika salah perhitungan, dampaknya bisa amat fatal,” kata Khudori.
Pemerintah telah memutuskan kembali mengimpor beras tahun ini. Berdasarkan salinan surat penugasan yang diterima Tempo, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, memerintahkan Perum Bulog untuk mengimpor 2 juta ton beras hingga Desember 2023.
Keputusan tersebut dikonfirmasi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas. Dia mengatakan impor beras telah disetujui di dalam rapat terbatas bersama Kementerian dan lembaga terkait. “Sudah diputuskan di Ratas,” ujar Zulhas ketika ditemui di Kemenkop UKM, Senin, 27 Maret 2023.
Dalam surat penugasan tersebut, Arief mengatakan impor beras sebanyak 500 ribu ton pertama akan dilaksanakan secepatnya. Zulhas menjelaskan tambahan pasokan beras itu dapat digunakan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras. Selain itu, digunakan untuk kebutuhan bantuan pangan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat.
“Beras impor itu juga dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya seperti yang disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan,” ujarnya.
RIRI RAHAYU | RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Jokowi Larang ASN Buka Puasa Bersama, Asosiasi UMKM: Aturannya Tidak Jelas
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.