Silicon Valley Bank di Amerika Kolaps, Ekonom Indef: Dampak Secara Langsung ke RI Kecil
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Kamis, 16 Maret 2023 15:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menjelaskan bagaimana dampak Silicon Valley Bank atau SVB Amerika Serikat yang kolaps terhadap Indonesia. Menurut Eko, dampak ke ekonomi Indonesia secara langsung kecil.
“Kenapa? karena relasi antara SVB itu secara langsung dengan dunia startup dan perbankan di Indonesia, sepanjang yang saya tahu, itu tidak ada. Jadi implikasinya mungkin juga tidak besar,” ujar dia dalam diskusi virtual bertajuk “SVB Kolaps, Ekonomi Indonesia Perlu Cemas?” pada Kamis, 16 Maret 2023.
Selain itu, jika berbicara soal perbankan fundamental perbankan, seperti Capital Adequacy Ratio atau CAR—rasio yang menggambarkan kecukupan modal untuk menampung risiko kerugian yang dihadapi bank—masih confidence. Ditambah lagi, di situasi semacam ini seperti pada 2008, Indonesia terselamatkan oleh model bisnis yang tidak terlalu rumit.
Model bisnis yang tradisional itu, kata Eko, sangat tidak berkorelasi dengan dunia internasional secara dalam. Itu yang kadang-kadang memutus efek berantainya dari situasi globall, sehingga Eko mengaku masih confidence dengan perbankan Indonesia yang masih cukup kuat.
“Walaupun confidence ini kemudian juga kita jangan tidak melakukan apa-apa. Kita harus mulai nih mereview lagi tingkat prudensial kita, tingkat kehati-hatian perbankan. Sehingga nanti terpetakan, mana kira-kira bank yang memerlukan pengawasan lebih serius,” tutur Eko.
Selanjutnya: Namun, menurut Eko.....
<!--more-->
Namun, menurut Eko, dampak tidak langsung dari bangkrutnya SVB tetap ada. Salah satunya respons dari indeks harga saham gabungan (IHSG) yang memerah. Selain itu, di Amerika dan Eropa dampaknya adalah memunculkan kepanikan atau ketidakpercayaan terhadap industri perbankan yang ditunjukkan dengan saham sektor tersebut turun.
Eko mencontohkan, yang terbaru harga saham Credit Suisse mengalami penurunan sangat besar. “Itu berimplikasi tentu saja kepada bagaimana sektor riil di dalam negara-negara maju tadi,” kata dia. Sehingga memicu sentimen negatif di pasar global, khususnya di pasar keuangan dan pasar perbankan.
“Yang kalau tidak diatasi dengan segera, ya merembet ke mana-mana. Karena kalau yang sakit itu sektor keuangan, prosesnya sangat cepat,” ucap dia.
Selain itu, sisi positifnya, Eko menambahkan, karena sudah ada bank yang jatuh, dia berharap bank sentral Amerika, The Fed, tidak akan terlalu agresif lagi ke depan. Sampai situasinya benar-benar bisa confirm bahwa bank bisa adaptasi semua, dengan kebijakan Amerika Serikat menormalisasi suku bunga.
“Bahkan ada yang memprediksi di akhir tahun suku bunga acuan turun 100 basis poin. Hal itu menjadi kabar baik bagi kurs rupiah,” tutur Eko.
Pilihan Editor: Dukung IKN, Hutama Karya dan 5 BUMN Karya Lainnya Bentuk Perusahaan Patungan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini