Perpu Cipta Kerja, Ekonom Sebut Negara Kehilangan Pendapatan karena Nol Persen Hilirisasi Batu Bara
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 6 Januari 2023 10:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai kebijakan nol persen royalty hilirisasi batu bara yang diatur dalam Perpu Cipta Kerja sangat tidak tepat. “Aturan hilirisasi batu bara sangat tidak tepat diberi insentif. Produk hilirisasi batu bara itu berapa DME yang secara ekonomi lebih mahal dibandingkan impor LPG,” ujar Bhima ketika dihubungi Tempo, Kamis, 5 Januari 2023.
Kebijakan nol persen royalti hilirisasi batu bara, Bhima melanjutkan, juga membuat negara kehilangan pendapatan. Hal itu pun akan berpengaruh pada rencana pemerintah untuk menurunkan defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN. Padahal kondisi saat ini sedang terjadi windfall harga komoditas. Sehingga, kata Bhima, mestinya hilirisasi batu bara dikenakan pajak tambahan—bukan justru diberikan stimulus.
“Alasan lainnya, penggunaan batu bara bertentangan dengan upaya mitigasi perubahan iklim karena emisi yang dihasilkan produk turunan batu bara tetap tinggi,” ujar Bhima. “Idealnya, porsi royalty batu bara dinaikkan menjadi 15 hingga 20 persen,” imbuhnya.
Adapun kebijakan rolyati nol persen hilirisasi batu bara ini diatur Perpu Cipta Kerja dalam Pasal 128Aayat 2. Berdasarkan salinan Perpu yang diterima Tempo, ayat tersebut tersebut berbunyi, “Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara dapat berupa pengenaan iuran produksi/royalti sebesar nol persen.”
Tak hanya Bhima, anggota Komisi VI DPR RI Mulyanto pun tidak sepakat dengan aturan nol persen royalti hilirisasi batu bara. Mulyanto menolak karena menurutnya kebijakan tersebut bara akan memperlebar ketimpangan pendapatan antara pengusaha, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Dia khawatir Perpu Ciptaker ini justru membuat pemerintah daerah semakin menjerit. Apalagi, dengan kebijakan yang ada saat ini, sudah ada keluhan ihwal besaran dana bagi hasil atau DBH.
“Dengan kondisi seperti sekarang saja, para pengusaha batubara sudah tajir-melintir, apalagi kalau diterapkan royalti nol persen. Mereka akan semakin berpesta menikmati SDA gratisan yang ada. Padahal konstitusi mengamanatkan, agar SDA karunia Tuhan ini digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” kata Mulyanto melalui siaran pers, Selasa, 3 Januari 2023.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun meminta pemerintah meninjau ulang pasal royalti nol persen tersebut. Kemudian menerapkan royalty progresif, yang besarannya meningkat secara progresif jika harga batu bara dunia tinggi.
“Misalnya, royalti sebesar 15 persen bila HBA di atas USD 150 per ton, lalu meningkat ketika harga di atas USD 300 per ton. Begitu juga ketika harga batu bara mencapai angka USD 400 per ton. Tidak flat sebesar 13,5 persen,” ujar Mulyanto.