Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyo mengatakan transaksi itu merupakan penawaran SUN terbesar di Asia dan penerbitan surat utang terbesar yang pernah dilakukan pemerintah.
"Penawaran untuk tranche 5 dan 10 tahun ke 200 investor menghasilkan kelebihan permintaan (oversubscribe) sebesar 2,4 kali atau US$ 7,25 miliar," kata Rahmat dalam rilisnya, Jumat (27/2).
Penawaran dibagi menjadi dua tranche. Tranche pertama sebesar US$ 1 miliar untuk jangka waktu lima tahun yang jatuh tempo pada Mei 2014 dengan yield (imbal balik) 10,5 persen. Sementara tranche kedua sebesar US$ 2 miliar untuk jangka waktu 10 tahun, jatuh tempo pada Maret 2019 dengan yield 11,75 persen.
"Harga untuk kedua tranche ini terbentuk di bawah price whisper dan di rentang bawah dari price guidance (patokan harga)," ucapnya, mengimbuhkan.
Secara terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu menjelaskan penerbitan SUN diperlukan karena penurunan ekspor dan impor akibat turunnya surplus neraca perdagangan. "Aliran modal, investasi langsung luar negeri (foreign direct investment), mulai drop," kata dia. Selain itu juga terjadi capital outflow pada portofolio investasi.
"Sumber yang bisa kami lakukan untuk mempertahankan kecukupan devisa adalah utang luar negeri, termasuk penerbitan obligasi valas karena langsung meningkatkan cadangan devisa," ungkapnya.
RIEKA RAHADIANA