Koalisi Nilai Pengenaan Pajak Seni Masih Diskriminatif dan Berpengaruh ke Investasi

Rabu, 13 Juli 2022 12:58 WIB

Sejumlah pemain melakukan pertunjukan seni teater yang digabungkan dengan seni musik dan seni tari dengan lakon "Tamu Agung" di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta, Jumat, 18 Juni 2022. Dalam pertunjukan ke-36 yang ditulis serta disutradarai oleh Agus Noor ini, tampil para aktor dan aktris panggung Indonesia, di antaranya Butet Kartaredjasa, Cak Lontong, Marwoto, Akbar, Marsha Timothy, Endah Laras, Mucle, Yu Ningsih, Woro Mustiko, F. Nadira, Mia Ismi, Yolanda Nainggolan, Joned, Wisben, Joind Bayuwinanda. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Seni meminta pemerintah mengevaluasi besaran pajak yang berlaku untuk berbagai bentuk kesenian di daerah. Koalisi menilai persentase pajak seni dan hiburan yang diterapkan saat ini diskriminatif dan berpengaruh terhadap keberlangsungan pentas kesenian, minat penonton terhadap pertunjukan, hingga investasi.

“Pengenaan pajak yang tinggi membuat bentuk seni tertentu menjadi tidak menarik bagi pelaku usaha. Akibatnya, akses masyarakat terhadap seni menjadi terbatas,” ujar Ketua Pengurus Koalisi Seni Kusen Alipah di Jakarta, 13 Juli 2022.

Berdasarkan riset yang dilakukan sepanjang 2019, Koalisi Seni melihat pemerintah daerah cenderung memproyeksikan bidang seni sebagai objek pajak ketimbang mendorong kemaujannya. Riset tersebut dilakukan di 508 kabupaten/kota di Indonesia.

Koordinator Riset Koalisi Seni, Ratri Ninditya, melihat kondisi ini patut dikritik, apalagi aturan pajak hiburan belum memiliki standar. Standar yang ia maksud ialah perihal kategorisasi seni yang menjadi objek pajak maupun persentase pungutannya.

“Di sisi lain, ada potensi pemerintah daerah bisa sewenang-wenang menentukan bentuk seni tertentu yang ingin mereka majukan,” kata Ratri.

Advertising
Advertising

Dari riset yang dilakukan, Koalisi menyatakan hanya 367 daerah yang memiliki peraturan tentang pajak hiburan. Kemudian, hanya 105 daerah yang mempunyai perda mengenai kebudayaan dan 72 di antaranya spesifik merujuk pada Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan (UUPK).

“Dari situ kita bisa melihat, aturan soal pajak seni tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan regulasi pemajuan kebudayaan,” kata Ratri.

Persentase pungutan dan kategorisasi pajak hiburan, menurut Ratri, sebetulnya sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diperbaharui dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam aturan baru tersebut, seluruh jasa hiburan dan kesenian masuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu dan dikenakan tarif maksimal 10 persen.

Hal ini dikecualikan untuk kategori tempat hiburan malam yang ditentukan 40 persen hingga 75 persen. Pajak hiburan pun umumnya dikategorisasi menjad tontonan film, pagelaran musik dan tari, pameran, kesenian tradisional, serta hiburan malam.

Koalisi Seni menyebut perbedaan persentase pungutan itu terlalu ekstrem. Jenis hiburan dengan peminat relatif banyak dan skala lebih besar dikutip pajak lebih tinggi. Sebaliknya, hiburan seni yang sepi peminat dibebankan pajak lebih rendah.

Pajak paling tinggi, misalnya, berlaku untuk kategori hiburan malam dan pagelaran musik serta subkategori musik internasional, yaitu sebesar 75 persen. Sedangkan pengenaan pajak pada kategori pagelaran musik jauh di atas ketentuan yang tertera di undang-undang, walaupun masih sesuai untuk kategori hiburan malam.

Dia mencontohkan pengenaan pajak di Sumatera Selatan. Untuk perhelaran musik internasional, ditetapkan pengenaan pajak 75 persen. Angka ini kontras dengan pertunjukan musik skala nasional yang dipungut 35 persen.

Kemudian, Ratri menyoroti kategorisasi yang tidak jelas seperti pajak yang tinggi untuk bentuk seni yang bertentangan dengan nilai budaya daerahnya. Kebijakan-kebijakan ini, kata dia, bisa menghalangi pelaku usaha berinvestasi.

Karena itu, Koalisi Seni mendorong agar pemerintah daerah segera melakuka evaluasi perbedaan persentase pajak hiburan. Pemerintah, kata dia, juga mesti merevisi kategori seni yang masih kabur definisinya serta mengupayakan agar pajak hiburan bisa bermanfaat bagi kemajuan kebudayaan.

“Tentunya dengan mempertimbangkan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) sebagai turunan UU Pemajuan Kebudayaan,” ujar Ratri.

Baca juga: Sri Mulyani Bahas Krisis Pangan dengan Cina

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Berita terkait

Kota di Eropa yang Paling Banyak Memiliki Destinasi untuk Pecinta Seni

12 jam lalu

Kota di Eropa yang Paling Banyak Memiliki Destinasi untuk Pecinta Seni

Sebuah penelitian menyusun daftar kota di Eropa yang memiliki banyak destinasi untuk penggemar seni

Baca Selengkapnya

Di Qatar Economic Forum, Prabowo Sebut Biaya Pembangunan IKN Tembus Rp 16 Triliun per Tahun

1 hari lalu

Di Qatar Economic Forum, Prabowo Sebut Biaya Pembangunan IKN Tembus Rp 16 Triliun per Tahun

Presiden terpilih Prabowo Subianto membeberkan strategi Pemerintah untuk membiayai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Gubernur Jenderal Australia Bertemu, Bahas Penguatan Hubungan antar Masyarakat

1 hari lalu

Jokowi dan Gubernur Jenderal Australia Bertemu, Bahas Penguatan Hubungan antar Masyarakat

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam keterangan pers usai pertemuan, menjelaskan, Jokowi dan Hurley misalnya mebahas upaya menggiatkan pengajaran bahasa di masing-masing negara.

Baca Selengkapnya

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

1 hari lalu

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

Ekonom Nailul Huda menilai langkah OJK mencabut izin PT Paytren Manajemen Investasi sudah tepat.

Baca Selengkapnya

Pertamina Hulu Energi dan ExxonMobil Kerja Sama Penangkapan dan Penyimpanan Karbon di IPA CONVEX ke-38

2 hari lalu

Pertamina Hulu Energi dan ExxonMobil Kerja Sama Penangkapan dan Penyimpanan Karbon di IPA CONVEX ke-38

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menjajaki kerja sama dengan ExxonMobil Indonesia melalui pengembangan Asri Basin Project CCS Hub.

Baca Selengkapnya

Pemegang Saham Saratoga Sepakati Pembagian Dividen Rp 298,43 Miliar

2 hari lalu

Pemegang Saham Saratoga Sepakati Pembagian Dividen Rp 298,43 Miliar

PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. atau Saratoga (SRTG) akan membagikan dividen tunai sebesar Rp 298,43 miliar atau sekitar Rp 22 per lembar saham.

Baca Selengkapnya

Panduan Menghitung Bea Masuk Barang Bawaan dari Luar Negeri, Pelancong Harus Tahu

2 hari lalu

Panduan Menghitung Bea Masuk Barang Bawaan dari Luar Negeri, Pelancong Harus Tahu

Jumlah barang bawaan penumpang tidak dibatasi, hanya saja harus membayar bea masuk jika nilainya melebihi batas keringanan USD500.

Baca Selengkapnya

Bobby Nasution Segel Mal Centre Point Karena Menunggak Pajak Rp 250 Miliar

3 hari lalu

Bobby Nasution Segel Mal Centre Point Karena Menunggak Pajak Rp 250 Miliar

Wali Kota Medan Bobby Nasution menyegel Mal Centre Point karena menunggak pajak Rp 250 Miliar sejak 2011 lalu.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Sebut Bantuan Beras Patut Disyukuri, Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

3 hari lalu

Terkini: Jokowi Sebut Bantuan Beras Patut Disyukuri, Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebut bantuan beras merupakan langkah konkret untuk meringankan beban masyarakat.

Baca Selengkapnya

RI-China Bahas Kerja Sama Riset di Bidang Pengolahan Nikel

3 hari lalu

RI-China Bahas Kerja Sama Riset di Bidang Pengolahan Nikel

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dan Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang bertemu untuk membahas penguatan kerja sama

Baca Selengkapnya