Soal Rencana Penerbitan Mata Uang Digital, Apa Kata Bankir?
Reporter
Praga Utama
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 12 Juli 2022 14:03 WIB
TEMPO.CO, Nusa Dua - Bank Indonesia tengah menyusun white paper atau dokumen resmi informasi soal rencana pengembangan mata uang digital atau central bank digital currency (CBDC). Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono mengatakan, bank sentral menargetkan white paper tersebut akan dirilis pada akhir tahun ini. Adapun nama mata uang digital yang sedang disiapkan BI adalah Rupiah Digital.
Lantas, bagaimana tanggapan para bankir dan pelaku industri terhadap adanya rencana tersebut? Dalam sesi diskusi mata uang digital di Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Chief Executive Officer Bank Jago Kharim Indra Gupta Siregar menyatakan mendukung rencana Bank Indonesia tersebut.
Menurut Kharim, dalam beberapa tahun terakhir lansekap sistem pembayaran di Tanah Air telah banyak berubah dengan kehadiran aneka bentuk pembayaran digital dan uang elektronik. "Penggunaan uang fisik terus menurun, masyarakat semakin terbiasa memanfaatkan saluran pembayaran dan transaksi digital. Perusahaan penyedia layanannya juga semakin banyak dan hadir dengan ekosistem masing-masing," ujarnya.
Kehadiran mata uang digital atau CBDC, menurut Kharim, bakal kembali merombak wajah sistem pembayaran di Indonesia. "Tapi kami sebagai bank digital yang menyediakan berbagai layanan transaksi digital sangat menyambut baik (rencana penerbitan mata uang digital oleh BI), dan akan turut berinovasi mengembangkan layanan terkait," ujarnya.
Kharim menilai penerbitan mata uang digital oleh Bank Indonesia akan banyak mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Kehadiran mata uang digital, kata dia, bakal meningkatkan ketersediaan dan kegunaan uang bank sentral. Mata uang digital juga bermanfaat untuk mendukung implementasi kebijakan moneter dan stabilitas finansial. "Misalnya penggunaan mata uang digital untuk penyaluran bantuan tunai atau subsidi bagi masyarakat."
Di sisi lain, penerbitan mata uang digital oleh bank sentral juga bakal mengurangi risiko munculnya banyak mata uang digital buatan swasta (yang biasa disebut stablecoin). Bagi kalangan perbankan, keberadaan mata uang digital juga bakal mendorong inovasi dalam sistem pembayaran agar lebih efisien dan kompetitif.
<!--more-->
Sementara itu, ekonom utama Bank Mandiri, Andri Asmoro mengatakan penerbitan mata uang digital oleh bank sentral adalah inisiatif yang patut didukung. Ia sepakat dengan Kharim, bahwa kehadiran CBDC akan menjadi gamechanger aktivitas ekonomi. "Terutama dalam ekosistem cashless, transaksi akan lebih cepat, murah, dan praktis. Manfaatnya banyak, baik bagi kalangan bisnis sampai tingkat rumah tangga," ujarnya.
Penerapan mata uang digital pun, menurut Andri, akan menjadi solusi bagi banyak negara yang masih kesulitan meningkatkan akses layanan finansial warganya. "Keberadaan CBDC penting bagi negara yang masyarakatnya masih banyak yang unbankable."
Teknologi yang digunakan dalam CBDC (digital ledger) juga bakal menurunkan risiko hilangnya dana masyarakat yang disimpan di bank jika perusahaan bank kolaps. "Teknologi ledger memungkinkan pergerakan uang milik masyarakat jadi terlacak. Lebih aman juga karena bisa meminimalisir aksi fraud (penipuan) dan kejahatan lain."
Namun, Andri menyoroti sejumlah tantangan besar yang dihadapi sebelum mata uang digital ini diluncurkan. Hal pertama ialah harus adanya aturan perlindungan data dan privasi konsumen yang kuat. Berikutnya, bank sentral harus menjalankan komunikasi intensif dan terus-meneur dengan para pelaku industri sektor finansial dan stakeholder lainnya. "Bank Indonesia juga harus memberikan timeline yang jelas."
Andri memproyeksikan, diperlukan waktu sekitar 6-7 tahun untuk penyusunan konsep mata uang digital ini sampai tahap implementasi finalnya. "Cara bank sentral mengkomunikasikan rencana itu kepada pelaku pasar dan industri akan membangun kepercayaan terhadap bank sentral sendiri."
PRAGA UTAMA (NUSA DUA)
Baca: Cahaya Bintang Medan Gugat BCA Rp 54,83 Miliar, Begini Duduk Persoalannya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.