Uji Coba Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Dihapus, Simak Iuran untuk Tiap Kelompok Peserta
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 3 Juli 2022 05:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan akan menguji coba penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) di sejumlah rumah sakit pada bulan Juli ini. Lalu berapa besar iuran yang harus dibayar oleh tiap peserta BPJS nantinya?
Pejabat Pengganti Sementara Kepala Humas BPJS Kesehatan Arif Budiman menyebutkan hingga kini belum ada wacana untuk mengubah besaran nominal iuran peserta menyusul penghapusan kelas rawat inap tersebut.
"Saat ini tidak ada wacana perubahan iuran. Skema dan besaran iuran masih sama dengan sebelumnya," kata Arif di Jakarta, Jumat, 1 Juli 2022.
Arif menjelaskan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Beleid yang mengatur tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan itu menyebutkan besaran iuran didasarkan pada jenis kepesertaan tiap peserta dalam program JKN.
- Bagi masyarakat miskin
Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran sebesar Rp 42.000 dibayarkan oleh pemerintah pusat dengan kontribusi pemerintah daerah sesuai kekuatan fiskal setiap daerah. - Bagi pekerja formal
Bagi masyarakat yang merupakan Pekerja Penerima Upah (PPU) atau pekerja formal, baik penyelenggara negara, seperti ASN, TNI, Polri dan pekerja swasta, dikenakan iuran dengan besar proporsi 5 persen dari upah. Rinciannya: 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh pekerja.
Untuk perhitungan iuran ini, kata Arif, berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten atau kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta. "Jadi perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya," tuturnya. - Bagi kelompok informal
Bagi masyarakat peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap, dikelompokkan sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Peserta dalam kelompok ini bisa memilih besar iuran sesuai yang dikehendaki.
<!--more-->
Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan
Kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan
Kelas 3 sebesar Rp 35.000 per orang per bulan
Aris menjelaskan, khususnya kelompok PBPU kelas 3 mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp 7.000 per orang per bulan. "Sehingga sebetulnya total iuran Rp 42.000," ujarnya.
Adapun seseorang yang belum memiliki penghasilan atau sudah tidak berpenghasilan dapat memilih menjadi peserta PBPU dengan pilihan kelas 1, 2, atau 3. "Atau jika masuk dalam kategori masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dapat masuk menjadi kelompok peserta PBI yang iuran BPJS Kesehatannya dibayar pemerintah," katanya.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Noch Tiranduk Mallisa sebelumnya menyatakan uji coba penerapan KRIS Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan dilakukan pada per bulan Juli. Uji coba penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan tersebut akan dilakukan pada rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan.
Pelaksanaan KRIS, kata Mallisa, adalah amanah Undang - Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan ini bertujuan untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang sama bagi peserta program tersebut.
Untuk tahap awal, program KRIS akan diujicobakan pada rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pasalnya, dari sisi sumber daya, rumah sakit vertikal mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat.
Adapun sejumlah rumah sakit yang telah dikunjungi dan dinyatakan siap melaksanakan uji coba penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan adalah Rumah Sakit dr. Sardjito di Yogyakarta, RS Pongtiku Toraja Utara, dan RS TNI AD Reksodiwiryo di Padang Sumatra Barat.
ANTARA | BISNIS
Baca: Bank Mandiri Beberkan Kronologi Kredit Macet Titan Energy Rp 6,7 Triliun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.