Garuda Naikkan Harga Tiket Pesawat 10 Persen, Dirut Sebut Sesuai Aturan
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Francisca Christy Rosana
Rabu, 8 Juni 2022 17:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Irfan Setiaputra mengatakan kenaikan tarif tiket pesawat menyesuaikan harga avtur dunia. Saat ini, perseroan menaikkan tarif tiket untuk penerbangan niaga berjadwal rata-rata sebesar 10 persen dari tarif batas atas.
“Kami tidak ada pernah menaikkan tarif di luar aturan Kementerian Perhubungan,” kata Irfan saat dihubungi Tempo, 8 Juni 2022.
Adapun kenaikan 10 persen terjadi karena perusahaan menerapkan komponen fuel surcharge atau tuslah. Tuslah adalah tambahan pembayaran yang diberlakukan pada masa tertentu, seperti waktu ramai kunjungan atau peak season.
Di luar tambahan tuslah, Irfan mengklaim perusahaan menetapkan besaran harga tiket pesawat sesuai dengan batas atas yang diatur Kementerian Perhubungan. Adapun ketentuan mengenai TBA dan tarif batas bawah (TBB) termaktub dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019.
Selain mengatur batas tarif untuk penerbangan berjadwal kelas ekonomi, beleid itu turut mengatur maskapai propeler. Sementara itu, untuk tiket kelas bisnis, Irfan mengatakan mekanismenya dilepas ke harga pasar.
"Kelas bisnis tidak ada aturan soal batasan kenaikan tarif," katanya.
Sebelumnya, anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Irwan, meminta Kementerian Perhubungan mengevaluasi kebijakan tarif tiket pesawat. Dia mendapat laporan harga tiket pesawat yang masih mahal pasca-Lebaran.
"Saya akan pertanyakan ke Pak Menteri ihwal ini. Kan sebaiknya dievaluasi saat ada kenaikan. Jangan cuma bisa salahkan harga avtur yang naik, kenaikan ini justru makin memberatkan masyarakat," kata Irwan, dikutip dari keterangan resminya, Selasa, 7 Juni 2022, setelah rapat dengan Komisi V DPR RI dengan Kementerian Perhubungan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai jumlah pesawat yang terbatas dan kenaikan harga avtur menyebabkan kerugian bagi maskapai penerbangan Tanah Air. Untuk mengatasi persoalan ini, pihaknya bekerja sama dengan pemerintah daerah dan maskapai melakukan block seat sehingga tingkat okupansi menjadi maksimal dan penjualan tiket meningkat.
"Beberapa tempat okupansinya katakanlah di bawah 50 persen sehingga perusahaan penerbangan itu rugi. Karena itu kita kerja sama dengan pemda untuk memberikan suatu sharing dengan block seat sehingga minimal jumlah dari penjualan itu 60 persen," kata Menhub pada Selasa kemarin, 7 Juni 2022.
<!--more-->
Budi Karya menyebut apabila tingkat okupansi bisa menyentuh level maksimal, maskapai penerbangan bisa tetap eksis di tengah tekanan harga avtur dan berbagai kondisi lain. Kemudian, dengan okupansi menyentuh level maksimal maka diharapkan tarif penerbangan bisa lebih terjangkau.
Selain itu, Kementerian masih akan mengevaluasi soal kebijakan tuslah yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan kondisi harga avtur yang melambung tinggi. Sebab pada Lebaran lalu, Kementerian Perhubungan mengizinkan maskapai untuk melakukan penyesuaian biaya pada angkutan udara penumpang dalam negeri menyusul kenaikan harga minyak dan avtur dunia.
Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2022 tentang Biaya Tambahan (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai berlaku sejak ditetapkan pada 18 April 2022.
“Jika kenaikannya mempengaruhi biaya operasi penerbangan hingga 10 persen lebih, maka pemerintah dapat mengizinkan maskapai penerbangan untuk menetapkan biaya tambahan seperti fuel surcharge,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati pada 19 April lalu, dalam keterangan tertulis.
Besaran biaya tambahan (fuel surcharge) dibedakan berdasarkan pada pesawat jenis jet dan propeler. Untuk pesawat udara jenis jet, maskapai dapat menerapkan maksimal 10 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing badan usaha angkutan udara.
Sedangkan untuk pesawat udara jenis propeler, maskapai dapat menerapkan maksimal 20 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara. Ketentuan ini akan dievaluasi setiap tiga bulan atau apabila terjadi perubahan yang signifikan terhadap biaya operasi penerbangan.
EKA YUDHA SAPUTRA | MUTIA YUANTISYA | BISNIS
Baca: Luhut Teken Surat, Audit Perusahaan Sawit Resmi Dimulai
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.