Nasabah Bumiputera Cerita Gagal Bangun Masjid Akibat Polis Tak Cair
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Francisca Christy Rosana
Senin, 23 Mei 2022 16:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Korban gagal bayar klaim polis asuransi Bumiputera, Lucky Datau Gasing, batal membangun masjid untuk memenuhi wasiat mendiang suaminya. Sebab, uang nasabah sebesar Rp 1,2 miliar itu tak kunjung cair.
“Saya sudah ikut BP Maxi yang lima tahun itu dengan jumlah uang Rp 1,2 miliar. Rencananya, uang itu mau saya bangun masjid almarhum suami saya,” kata dia kepada Tempo di depan kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senin, 23 Mei 2022.
Lucky rela datang jauh dari Makassar ke Jakarta untuk ikut aksi menuntut hak mereka di kantor OJK. Bersama puluhan nasabah lain, Lucky membentangkan spanduk menuntut uang asuransi mereka dikembalikan. Perempuan asal Makassar ini menuturkan ia mengikuti produk Bumiputera, yakni BP Maxi, yang mendeposit uang lima tahun. Namun sejak habis kontraknya, ia belum menerima pencairan apa pun.
Senasib dengan Lucky, nasabah lain bernama Tuti, juga kecewa hingga. Saat ini dia belum mendapatkan uang asuransinya. Rencana masa tua nasabah asal Tangerang Selatan ini buyar. Padahal, uang asuransi ratusan juta yang mengendap di Bumiputera itu untuk tabungan pensiunnya.
“Saya ikut yang sekali bayar deposit lima tahunan dan sekarang kan sudah jatuh tempo. Tapi uang saya belum dibayarkan, padahal saya mau pakai uang itu untuk dana pensiun saya,” kata Tuti.
Nasabah lain, Endah, mengaku kehilangan hampir Rp 40 juta ketika uang polis asuransi pendidikan Bumiputera miliknya tidak cair. Padahal, kata dia, polis asuransi itu habis tempo Juli tahun lalu.
“Seharusnya klaim polis saya cair Juli 2021. Tetapi sampai sekarang belum juga diberikan,” tutur perempuan usia 67 tahun ini.
Pandemi Covid-19 yang membikin banyak orang kesulitan keuangan, pun membelit nasabah gagal bayar Bumiputera. Kasus gagal bayar yang sudah berlangsung sejak 2017 semakin membuat nasabah tercekik di masa pagebluk.
Sutarman, nasabah Bumiptera lain, ikut dalam aksi ini untuk menuntut klaim polisnya. Ia memiliki dua polis Bumiputera. Pertama, sudah habis kontrak pada 2019 dan Rp 29 juta klaimnya belum dibayarkan. Sementara itu polis kedua adalah asuransi pendidikan yang ia rencanakan untuk kuliah anaknya di perguruan tinggi swasta. Namun, ia memutus kontrak polis kedua dengan dana mengendap senilai Rp 7 juta.
“Lumayan buat saya nilai yang belum dibayarkan apalagi di masa pandemi begini. Yang habis kontrak 29 juta dan yang putus kontrak Rp 7 juta dan itu anggaran buat anak saya kuliah,” kata Sutarman.
<!--more-->
Nasabah menuntut klaim asuransi seiring dengan terbentuknya Dewan Komisioner baru OJK masa bakti 2022-2027. Para nasabah kecewa OJK selaku regulator industri asuransi di Indonesia tidak kunjung menuntaskan kasus gagal bayar ini.
Fien Mangiri, Koordinator Aksi Serentak Korban Gagal Bayar AJB Bumiputera 1912, mengatakan aksi kali ini merupakan rangkaian dari aksi damai yang dilakukan sebelumnya sejak 2020. “Kami menyampaikan beberapa tuntutan sebagai warga negara dan rakyat Indonesia yang menjadi korban asuransi Bumiputera. Kami mendesak Dewan Komisioner OJK yang baru segera menyelesaikan kasus gagal bayar AJB Bumiputera 1912 dalam tempo secepatnyq,” kata Fien.
Sementara itu, M. Syakur Usman, nasabah dari Jabodetabek, meminta perhatian Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk membantu rakyat yang kehilangan haknya akibat manajemen asuransi yang dinilai bobrok ini.
“Biaya hidup makin tinggi di kala pandemi dan tidak bisa ditutupi nasabah yang mayoritas kelas menengah-bawah menderita kesulitan keuangan. Kami meminta belas kasih dan perhatian Presiden Joko Widodo kepada nasabah kasus gagal bayar Bumiputera,” kata Syakur.
Aksi tersebut tak hanya diikuti oleh nasabah di Jakarta dan sekitarnya. Yorinda, perwakilan dari Batam-Kepulauan Riau, dan Irma dari Sumatra Selatan, juga bergabung untuk menuntut haknya sampai ke depan kantor OJK di Jakarta Selatan.
Sebelum aksi hari ini, nasabah korban Bumiputera sudah melakukan berbagai upaya untuk mendesak menyelesaikan kasus gagal bayar. Misalnya, menghadiri rapat dengar pendapat umum dengan Komisi XI DPR RI pada 2020 dan mengirim surat somasi ke manajemen Bumiputera hingga OJK.
Baca Juga: Eks Direktur AJB Bumiputera 1912 Bikin Surat Terbuka untuk OJK
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.