Wanaartha Dilarang Jual dan Terima Premi Produk Asuransi Baru, Ini 3 Sebabnya

Sabtu, 6 November 2021 07:11 WIB

Wanaartha Life. Facebook

TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menjatuhkan sanksi berupa pembatasan kegiatan usaha (PKU) kepada PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau WanaArtha Life. Sanksi tersebut dikenakan sejak 27 Oktober 2021 hingga diatasinya penyebab sanksi PKU dijatuhkan.

Pembatasan kegiatan usaha itu meliputi larangan memasarkan dan menerima premi pertanggungan atau produksi baru atas produk asuransi. Produk asuransi yang dimaksud yakni yang yang mengandung unsur tabungan dan/atau investasi, baik atas produk tradisional maupun produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unitlink.

OJK menyebutkan ada tiga penyebab Wanaartha akhirnya dikenai sanksi. Ketiga hal itu adalah:

1. Aturan rasio pencapaian solvabilitas minimum sebesar 100 persen tak dipenuhi.

Wanaartha melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71/POJK.05/2016. Kebijakan itu mengatur tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Advertising
Advertising

Di dalam aturan itu disebutkan kewajiban perusahaan setiap saat memenuhi tingkat solvabilitas paling rendah 100 persen dari modal minimum berbasis risiko.

2. Ketentuan rasio kecukupan investasi tak dipenuhi.

Wanaartha melanggar Pasal 25 ayat (1) POJK Nomor 71/POJK.05/2016 karena tak memenuhi rasio kecukupan investasi. Aturan itu menyoal tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Dalam POJK Itu diatur bahwa aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi ditambah aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi berupa kas dan bank paling sedikit sebesar jumlah cadangan teknis retensi sendiri. Hal ini masih ditambah dengan liabilitas pembayaran klaim retensi sendiri, dan liabilitas lain kepada pemegang polis atau tertanggung.

3. Aturan ekuitas minimum Rp 100 miliar tak dipenuhi.

Wanaartha melanggar ketentuan Pasal 33 huruf a POJK Nomor 71/POJK.05/2016. Beleid itu mengatur tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Pasal ini mengatur bahwa perusahaan wajib memiliki ekuitas paling sedikit sebesar Rp 100 miliar bagi perusahaan asuransi.

Namun walaupun dijatuhi sanksi pembatasan kegiatan usaha, Wanaartha tetap wajib memenuhi seluruh kewajibannya yang jatuh tempo. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II OJK, Moch. Ihsanuddin.

OJK, kata Ichsanuddin, terus memantau upaya penyehatan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha. "Agar dapat mengatasi permasalahan kesehatan keuangan dan menyelesaikan kewajibannya terhadap pemegang polis," demikian tertulis dalam pengumuman resmi OJK, yang dikutip Jumat, 5 November 2021. Wanaartha juga diminta untuk membuka komunikasi yang seluas-luasnya kepada pemegang polis.

BISNIS

Baca: Di Depan Investor UEA, Jokowi Sebut Pembangunan Ibu Kota Baru Butuh Rp 502 T

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

40 menit lalu

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

Microsoft siap investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, bagaimana dengan rencana investasinya di Indonesia?

Baca Selengkapnya

Kejati Bali Buka Peluang Kembangkan Kasus Pemerasan Bendesa Adat ke Investor Lain

2 jam lalu

Kejati Bali Buka Peluang Kembangkan Kasus Pemerasan Bendesa Adat ke Investor Lain

Kejaksaan Tinggi membuka peluang mengembangkan kasus dugaan pemerasan Bendesa Adat di Bali.

Baca Selengkapnya

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

17 jam lalu

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

Perayaan bulan suci Ramadan dan hari raya Idul Fitri juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi domestik lebih lanjut.

Baca Selengkapnya

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

19 jam lalu

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

Kantor BPRS Saka Dana Mulia ditutup untuk umum dan PT BPRS Saka Dana Mulia menghentikan seluruh kegiatan usahanya.

Baca Selengkapnya

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

23 jam lalu

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

Sebanyak 1.213 BPR dan BPRS telah memenuhi ketentuan modal inti sebesar Rp 6 miliar. Masih ada lima persen yang belum.

Baca Selengkapnya

Bendesa Adat Diduga Peras Pengusaha Rp 10 Miliar, Seperti Apa Perannya dalam Izin Investasi di Bali?

23 jam lalu

Bendesa Adat Diduga Peras Pengusaha Rp 10 Miliar, Seperti Apa Perannya dalam Izin Investasi di Bali?

Kejaksaan Tinggi Bali menangkap seorang Bendesa Adat karena diduga telah memeras seorang pengusaha untuk rekomendasi izin investasi.

Baca Selengkapnya

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

1 hari lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Basuki Hadimuljono Pastikan Groundbreaking Keenam di IKN Setelah World Water Forum 2024 Digelar

1 hari lalu

Basuki Hadimuljono Pastikan Groundbreaking Keenam di IKN Setelah World Water Forum 2024 Digelar

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan groundbreaking keenam di IKN dilakukan akhir Mei atau awal Juni 2024.

Baca Selengkapnya

Delegasi Uni Eropa Kunjungi IKN untuk Jajaki Peluang Investasi

1 hari lalu

Delegasi Uni Eropa Kunjungi IKN untuk Jajaki Peluang Investasi

Delegasi Uni Eropa mengunjungi Ibu Kota Nusantara (IKN) untuk penjajakan peluang investasi.

Baca Selengkapnya

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

2 hari lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya