Sederet Temuan Pertamina soal Penyelewengan Solar Bersubsidi
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 20 Oktober 2021 20:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sederet penyelewengan dalam penyaluran solar bersubsidi masih terus terjadi. Praktik ini tidak sesuai dengan ketentuan penyaluran yang sudah diatur Presiden Joko Widodo atau Jokowi lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014.
"Salah satunya melayani pengisian atau transaksi di atas 200 liter," kata Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial and Trading, Irto Ginting, saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 20 Oktober 2021.
Praktik ini tidak sejalan dengan aturan pelaksana dari Perpres, yaitu Surat Keputusan Kepala BPH Migas No. 04/P3JBT/BPH Migas/KOM/2020. Lewat beleid ini kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda 6 atau lebih hanya bisa menerima paling banyak 200 liter per hari per kendaraan.
Sementara, kendaraan bermotor perseorangan roda empat paling banyak dapat solar bersubsidi 60 liter per hari per kendaraan. Lalu, kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda 4 paling banyak 80 liter per hari per kendaraan.
Temuan ini disampaikan Irto di tengah kelangkaan solar saat ini di sejumlah daerah, akibat kekurangan pasokan. Contohnya, kelangkaan terjadi di daerah Gresik, Jawa Timur, yang membuat nelayan tak bisa melaut.
Selain itu, kelangkaan juga terjadi dilaporkan terjadi di Riau, hingga Sumatera Utara. Di Sumatera Utara, bahkan tak hanya solar bersubsidi yang langka, tapi juga pertalite.
Penyelewengan lainnya yang ditemukan oleh Pertamina adalah pengisian solar bersubsidi dengan jeriken tanpa surat rekomendasi. Lalu, pengisian ke kendaraan modifikasi, sampai penyelewengan pencatatan atau administrasi.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) juga memantau masalah kelangkaan solar bersubsidi ini di sejumlah daerah. Salah satu yang jadi sorotan adalah kendaraan logistik di daerah tambang dan perkebunan sawit.
<!--more-->
"Saya bilang kita cermati ya, bukan curigai. Kita cermati bahwa kendaraan-kendaraan itu tidak sepatutnya mengisi di SPBU," kata Direktur Badan Bakar Minyak, BPH Migas, Patuan Alfon Simanjuntak, saat dihubungi, Rabu, 20 Oktober 2021.
Kendaraan tambang dan sawit ini bukan penerima solar bersubsidi, sesuai dengan Perpres 191. Sebab, mereka sudah punya tangki khusus di area tambang dan kebun yang dibeli perusahaan dan berisi solar non-subsidi.
Akan tetapi, Pertamina Patra Niaga belum mengetahui hal tersebut. "Saya belum dapat laporan terkait hal tersebut," kata Irto.
Irto hanya menegaskan bahwa kendaraan pengangkut hasil kebun dan tambang dengan roda lebih dari 6 memang dilarang mengkonsumsi solar bersubsidi. Ketentuan ini sudah tertuang di lampiran Perpres 191.
Selain penyelewengan, Pertamina dam polisi juga telah mengungkap aksi penimbunan ilegal solar bersubsidi di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada 18 Oktober lalu. Ia adalah pengembangan kasus penyalahgunaan solar bersubsidi di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah, pada 20 September.
Beberapa bulan sebelumnya, Maret 2021, Pertamina dan polisi juga telah menangkap tangan aksi para pelaku mencuri solar dari Single Point Mooring (SPM) atau tempat bongkar muat BBM tengah laut milik Pertamina di perairan Tuban, Jawa Timur.
Pertamina belum merinci apakah juga ditemukan aksi penimbunan di daerah yang saat ini mengalami kelangkaan solar bersubsidi, seperti Gresik, Riau, hingga Sumatera Utara. "Kami tetap berkoordinasi dengan aparat jika ada indikasi penimbunan," kata dia.
Yang pasti, ia memastikan penindakan tetap terus dilakukan. Sebab sejak Oktober, Pertamina sudah menindak dan memberi sanksi kepada 91 SPBU yang bersalah terkait penyaluran solar bersubsidi ini.
Baca: Abu Dhabi Resmi Suntik Dana Investasi Rp 5,64 Triliun ke GoTo
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.