Dalam 10 Tahun, Bank Digital Buat Persaingan Industri Perbankan Lebih Efisien
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 11 Oktober 2021 08:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira memperkirakan terus berkembangnya bank digital di Indonesia diperkirakan bakal membuat persaingan di industri perbankan bakal menjadi lebih ketat.
"Dalam 10 tahun ke depan, bank digital diperkirakan membuat persaingan industri perbankan menjadi lebih efisien, jumlah sektor usaha yang dibiayai pinjaman meningkat, serta mampu menciptakan ekosistem digital yang semakin lengkap," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin, 11 Oktober 2021.
Prospek bank digital yang diprediksi akan terus menjanjikan di masa mendatang juga bakal jadi daya tarik tersendiri bagi investor asing untuk masuk ke dalam lini bisnis tersebut. Ia lalu mencontohkan sejumlah investor asing yang telah resmi menanamkan investasi di bank digital di dalam negeri.
Setelah Ribbit Capital mengumumkan investasi di Bank Jago, kata Bhima, kini giliran Alibaba, melalui Akulaku Silvrr, berhasil meraih dukungan mayoritas pemegang saham untuk menjadi pengendali Bank Neo Commerce (BBYB). Selain Ribbit dan Alibaba, investor kakap lain seperti Grab juga dikabarkan tengah mengincar bank kecil untuk dikonversi menjadi digital.
Ia menduga ada tiga hal yang menarik minat investor asing di industri bank digital Tanah Air. Pertama, besarnya populasi masyarakat Indonesia yang belum memiliki rekening bank (unbanked population). Jumlahnya mencapai 52 persen atau sekitar 95 juta orang.
Kedua, saat ini lebih dari 47 juta penduduk dewasa tidak memiliki akses memadai pada kredit, investasi dan asuransi. Faktor ketiga adalah penetrasi ponsel pintar di Indonesia mencapai hingga 70-80 persen. Artinya, masyarakat Indonesia secara infrastruktur sangat siap untuk perbankan digital.
Selain itu, kata Bhima, telah muncul Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Bank Umum yang memberikan kepastian hukum bagi investor untuk menanamkan modal di bank digital. Sebagian investor akhirna memilih jalan akuisisi bank kecil untuk dikonversi menjadi bank digital, seperti Sea Limited (induk Shopee) yang mengubah Bank Kesejahteraan menjadi SeaBank dan Alibaba di BBYB.
<!--more-->
Belakangan, Grab juga diduga bakal menempuh cara serupa. Sebagian lainnya menempuh opsi penyertaan modal di bank digital eksisting yang dianggap memiliki prospek menjanjikan, seperti yang dilakukan Gojek, GIC Private Limited dan Ribbit Capital di Bank Jago.
Dari sisi nasabah, menurut dia, faktor demografi bukan satu-satunya yang mendorong masyarakat beralih menggunakan bank digital. "Tidak hanya generasi milenial dan Z yang tertarik menjadi nasabah bank digital, generasi yang lebih senior pun melihat bank digital sebagai sebuah kebutuhan karena layanan cukup lengkap dari tabungan, pinjaman hingga layanan investasi dalam satu platform."
Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menyebutkan pada dasarnya tiap bank berpeluang untuk memenangi persaingan. Oleh sebab itu, semua bank kini berlomba mengembangkan layanan digitalnya.
Sebaliknya, bank yang lambat beradaptasi akan tertinggal. "Teknologi digital membawa bank berdiri di garis start yang sama. Jika dulu bank-bank besar yang memiliki banyak kantor cabang dan ATM menjadi pemenang, kini di era teknologi digital, bank memiliki garis start baru untuk berlomba jadi pemenang," ujar Piter.
Lebih jauh Piter mencontohkan Bank jago sebagai bank pertama yang benar-benar sudah full digital. Bank tersebut jadi unggul dan bisa memulai duluan dibandingkan kompetitor yang saat ini masih dalam fase persiapan.
Dengan kelebihan bisa memulai lebih dulu dibanding bank digital-bank digital lain, Bank Jago harus bisa memanfaatkan start awal ini dengan mengembangkan sistem layanannya ke depan. "Agar bisa menjadi pemenang," kata Piter.
BISNIS
Baca: RUPSLB Lippo Karawaci Akan Angkat Adik Luhut Pandjaitan jadi Komisaris