Analisis Arcandra Tahar soal Melambungnya Harga Batu Bara dan Gas Bumi

Rabu, 6 Oktober 2021 14:59 WIB

Sejumlah truk pengangkut batu bara melintasi jalan tambang batu bara di Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Rabu, 7 Juli 2021. Kenaikan tersebut dari harga bulan sebelumnya yang berada pada level 100,33 dolar AS (Rp 1.453 juta) per ton. ANTARA/Bayu Pratama S

TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menganalisis penyebab tingginya harga batu bara dan gas bumi yang menyebabkan masa sulit di negara-negara Uni Eropa. Padahal, pada 2020 penggunaan batu bara di Uni Eropa tercatat turun sekitar 20 persen pada 2020 lantaran adanya perlambatan ekonomi sekitar 7-10 persen.

Di sisi lain, ia melihat penggunaan energi terbarukan seperti angin dan matahari mencapai puncaknya. "Dengan turunnya kebutuhan batu bara dan naiknya penggunaan energi terbarukan, kenapa harga batu bara dan gas menjadi sangat mahal?" ujar Arcandra di akun Instagram resminya, @arcandra.tahar, Selasa, 5 Oktober 2021.

Sepintas, kata dia, situasi tersebut memang tidak masuk akal. Namun, kalau dicermati lebih dalam, ia mengatakan ada beberapa hal yang mungkin bisa menjadi petunjuk kenapa hal ini bisa terjadi.

Petunjuk pertama, harapan akan terkendalinya pandemi Covid-19 di tahun 2021 telah menimbulkan optimisme para pelaku ekonomi untuk mulai berinvestasi dan beraktivitas. Menurut Arcandra, hal ini mengakibatkan kebutuhan energi menjadi lebih tinggi.

Kedua, energi terbarukan di Eropa belum mampu mengimbangi lonjakan kebutuhan energi di tahun 2021. "Selain butuh waktu untuk membangunnya, ketersedian energi yang dibangkitkan juga tidak bisa stabil, terutama yang berasal dari angin dan matahari," ujar Arcandra.

Advertising
Advertising

Keadaan ini diperparah oleh banyaknya turbin angin yang harus berhenti bekerja karena perawatan yang sudah terjadwal di tahun 2021. "Apakah pelaku bisnis mau kehilangan momentum untuk beraktivitas dengan menunggu energi bersih tersedia?" tuturnya. Realitanya, para pelaku bisnis tidak akan mau dan mencari solusi dengan melirik sumber energi lain yang bisa merespon kebutuhan mereka.

<!--more-->

Data dari International Energy Agency (IEA) di tahun 2018 menyebutkan sumber energi di Uni Eropa sebagian besar masih berasal dari energi fosil. Rinciannya, 30 persen berasal dari minyak, 24 persen gas, 15 persen batu bara, 12 persen nuklir dan 14 persen energi terbarukan. Data ini tidak jauh berbeda untuk tahun 2020.

Petunjuk ketiga, pembangkit batu bara yang selama pandemi sudah dikurangi adalah jawaban yang dicari oleh pelaku bisnis untuk dihidupkan kembali. Selain lebih murah dan sudah terbangun, kata dia, tidaklah sulit untuk mengaktifkan PLTU yang baru sekitar beberapa tahun tidak beroperasi. Dengan asumsi ketersediaan batu bara yang masih banyak dan melimpah, harapannya harga batu bara tidak naik.

Petunjuk keempat, terjadinya perang dagang antara Cina dan Australia yang mengakibatkan suplai batu bara dari Australia ke Cina menjadi terganggu. Dengan kebutuhan energi Cina yang 64 persen berasal dari batu bara, maka Cina akan mencari batu bara dari negara produsen seperti Indonesia dan Rusia.

"Persaingan antara Eropa dan Cina terhadap kebutuhan batu bara disambut oleh negara produsen dengan menaikkan produksi," kata Arcandra. Namun demikian, menaikan produksi batu bara secara cepat bukanlah hal mudah. Selain banyak tambang yang sudah tidak beroperasi selama pandemi, juga investasi di bidang tambang batu bara semakin tidak mendapat tempat.

Kenaikan kebutuhan batu bara yang lebih cepat daripada kemampuan produksi, tutur dia, berakibat fatal terhadap harga. Harapan akan harga batu bara murah meleset. "Justru harganya mencapai puncak di bulan Oktober 2021 dengan future contract menggunakan the benchmark Newcastle sebesar US$ 189 per ton. Rakyat Eropa ikut menanggung harga energi yang tinggi ini," kata Arcandra Tahar.

Baca: John Riady Cerita Panjang Lebar soal Grup Lippo Suntik Dana Hingga ke 40 Startup

Berita terkait

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

7 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

2 hari lalu

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi

Baca Selengkapnya

PHE Menjamin Kesetaraan Perempuan dalam Menjaga Ketahanan Energi

6 hari lalu

PHE Menjamin Kesetaraan Perempuan dalam Menjaga Ketahanan Energi

Berdasarkan data yang ada, PHE sebagai Subholding Upstream memiliki jumlah Pekerja perempuan sebanyak 1.749 orang dengan persentase rata-rata pekerja perempuan yang menjabat di tataran manajerial adalah sebesar 13 persen.

Baca Selengkapnya

Warga Ungkap Rumah Tempat Brigadir RA Tewas dengan Luka Tembak Milik Pengusaha Batu Bara

6 hari lalu

Warga Ungkap Rumah Tempat Brigadir RA Tewas dengan Luka Tembak Milik Pengusaha Batu Bara

Brigadir RA ditemukan tewas dengan luka tembak di kepala di dalam mobil Alphard di sebuah rumah di Mampang.

Baca Selengkapnya

PGN Optimalkan Produk Gas Alam Cair

7 hari lalu

PGN Optimalkan Produk Gas Alam Cair

PGN mulai optimalkan produk gas alam cair di tengah menurunnya produksi gas bumi.

Baca Selengkapnya

Eks Dirut PT Bukit Asam Tbk Milawarma Divonis Bebas oleh PN Palembang, Ini Jejak Kasusnya

30 hari lalu

Eks Dirut PT Bukit Asam Tbk Milawarma Divonis Bebas oleh PN Palembang, Ini Jejak Kasusnya

Eks Dirut PT Bukit Asam Tbk periode 2011-2016 Milawarman divonis bebas dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham milik PT Satria Bahana Sarana (SBS).

Baca Selengkapnya

Energi Terbarukan dari PLTS Bikin Terminal Jatijajar Depok Hemat Listrik PLN 40 Persen

38 hari lalu

Energi Terbarukan dari PLTS Bikin Terminal Jatijajar Depok Hemat Listrik PLN 40 Persen

Terminal Bus Jatijajar Kota Depok menyatakan telah sejak Januari lalu memanfaatkan teknologi pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS.

Baca Selengkapnya

Menteri ESDM dan Menteri Keuangan Tunda Pembahasan Harga Gas Bumi Tertentu, Apa Sebabnya?

42 hari lalu

Menteri ESDM dan Menteri Keuangan Tunda Pembahasan Harga Gas Bumi Tertentu, Apa Sebabnya?

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengadakan pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk membahas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Baca Selengkapnya

Bahlil Akan Bagikan Ribuan Izin Tambang ke Ormas, Pusesda: Hanya Akan Berakhir pada Jual-Beli IUP

45 hari lalu

Bahlil Akan Bagikan Ribuan Izin Tambang ke Ormas, Pusesda: Hanya Akan Berakhir pada Jual-Beli IUP

Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (Pusesda) menolak rencana Bahlil membagikan izin usaha pertambangan (IUP) ke organisasi kemasyarakatan.

Baca Selengkapnya

Menteri ESDM Sebut Bahlil Cabut 2.051 Izin Tambang

45 hari lalu

Menteri ESDM Sebut Bahlil Cabut 2.051 Izin Tambang

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia sudah mencabut 2.051 Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak 2022.

Baca Selengkapnya