Fakta Blok Wabu, Pernah dimiliki Freeport hingga Potensi Setara Rp 300 Triliun
Reporter
Tempo.co
Editor
S. Dian Andryanto
Jumat, 24 September 2021 16:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar mengunggah video berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya Jendaral BIN Juga Ada” dalam YouTube pribadinya, 20 Agustus lalu, Blok Wabu di Kabupaten Intan Jaya, Papua santer dibicarakan masyarakat.
Dalam video itu disebutkan ada permainan penguasaan tambang sebelumnya diungkap dalam laporan bertajuk “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”. Laporan itru diluncurkan oleh beberapa Lembaga Swadya Masyarakat (LSM). Berdasarkan laporan yang dikemukakan tersebut, ada empat perusahaan yang teridentifikasi menguasai konsesi lahan tambang di Blok Wabu. Satu di antaranya adalah PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) yang diduga terhubung dengan Toba Sejahtra Group.
Laporan tersebut menyatakan Luhut masih memiliki saham di perusahaan Toba Sejahtra Group. Toba Sejahtra Group melalui anak usahanya, PT Tobacom Del Mandiri, disinyalir mengempit sebagian saham PTMQ. West Wits Mining sebagai pemegang saham PTMQ membagi saham kepada Tobacom dalam proyek Derewo River Gold Project. Berikut kami sajikan beberapa fakta mengenai Blok Wabu.
Blok Wabu pernah dimiliki PT Freeport Indonesia
Blok Wabu atau yang sering disebut sebagai ‘gunung emas’ ini pernah dimiliki oleh perusahaan tambang, PT Freeport Indonesia. Blok Wabu dulunya pernah masuk kedalam konsesi PT Freeport Indonesia berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang ditandatangi pada 1991.
Tony Wenas, Presiden Direktur Freeport Indonesia, mengatakan Blok Wabu awalnya merupakan bagian dari Blok B dalam kontrak karya milik perusahaan yang lalu. Freeport Indonesia pun telah melakukan eksplorasi blok dengan wilayah total 200 ribu hektare tersebut, tetapi memutuskan tidak tertarik untuk melakukan penambangan.
“Jadi sama sekali Freeport Indonesia tidak punya kepentingan apa-apa di Wabu lagi, karena sudah kami lepaskan dan sudah kami kembalikan ke Kementerian ESDM, dan sudah dinyatakan dalam IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) kami di 2018,” katanya, Senin, 20 September 2021.
Menurutnya, Freeport Indonesia sebenarnya telah melepas dan menyerahkan kembali Wilayah Kerja Wabu kepada pemerintah sebelum 2018. Namun, pemerintah baru secara resmi menyatakan hal tersebut dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus pada 21 Desember 2018, bahwa wilayah tambang Freeport hanya 9.900 hektare yang dulu dikenal dengan Blok A.
Dia menambahkan, biaya eksplorasi Wilayah Kerja Wabu mencapai US$ 170 juta yang dikeluarkan secara kumulatif pada periode 1996–1997. Kandungan di dalamnya pun terkonfirmasi terdapat emas dan tembaga.
Kandungan Emas Tambang Blok Wabu Lebih Besar dari Grasberg Freeport
PT Freeport Indonesia lebih memilih fokus terhadap blok tambang Grasberg yang berjarak 40 kilometer dari tambang di Blok Wabu. Tony menjelaskan, hengkangnya Freeport Indonesia dari Wabu bukan disebabkan oleh potensi yang ada di wilayah kerja tambang itu, tetapi perusahaan ingin fokus mengelola Grasberg.
Berdasarkan data Kementerian ESDM 2020, Blok Wabu menyimpan potensi sumber daya 117.26 ton bijih emas dengan rata-rata kadar 2,16 gram per ton (Au) dan 1,76 gram per ton perak. Ferdy mengatakan nilai potensi ini setara dengan US$14 miliar atau nyaris Rp 300 triliun dengan asumsi harga emas US$ 1.750 per troy once.
Sementara itu, setiap 1 ton material bijih mengandung logam emas sebesar 2,16 gram. “Ini jauh lebih besar dari kandungan logam emas material bijih Grasberg milik Freeport Indonesia yang setiap ton materialnya hanya mengandung 0,8 gram Emas,” ujar Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Konflik Luhut dan Haris Azhar, Di Manakah Lokasi Blok Wabu Gunung Emas ini?