Sri Mulyani Kejar Pengembalian Dana BLBI, Bisa Ringankan Beban APBN?
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Sabtu, 28 Agustus 2021 11:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai langkah pemerintah mengejar pengembalian dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sangat positif. Namun pemerintah secara simultan perlu melakukan langkah-langkah progresif lainnya untuk menekan beban APBN.
"Dengan potensi angka menembus Rp 100 triliun, tentu penyelesaian kasus BLBI ini akan sangat membantu meringankan beban APBN, namun tidak akan menyelesaikan semua masalah," ujar Yusuf dalam keterangan tertulis, Sabtu, 28 Agustus 2021.
Musababnya, kata dia, masalah APBN hari ini sudah sangat berat. Misalnya saja, beban pembayaran bunga dalam RAPBN 2022 diproyeksikan menembus Rp 400 triliun.
"Dengan kata lain, andai kasus BLBI ini tuntas tahun depan, hanya akan meringankan seperempat dari pembayaran beban bunga utang saja," kata Yusuf.
Walau demikian, upaya mengejar pengembalian dana BLBI yang sudah terkatung-katung lebih dari dua dekade patut diapresiasi. Apalagi potensi angka yang seharusnya dapat diperoleh tidak kecil, lebih dari Rp 100 triliun, atau setara dengan hasil uang tebusan tax amnesty pada 2016 yang lalu.
"Tentu kita berharap upaya ini benar serius dilakukan pemerintah dan tidak sekedar basa-basi politis jangka pendek untuk mencari simpati publik," ujar Yusuf.
Sebagai salah satu skandal korupsi terbesar, Yusuf mengatakan penyelesaian kasus BLBI secara tuntas akan menjadi kontributor penting untuk pulihnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.
<!--more-->
Kasus BLBI bermula dari krisis keuangan pada periode 1997-1999. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan krisis tersebut membuat perbankan mengalami kesulitan. Akhirnya, pemerintah dipaksa melakukan blanket guarantee kepada seluruh perbankan.
Dalam situasi krisis tersebut, Sri Mulyani mengatakan banyak bank mengalami penutupan, merger, atau akuisisi. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, BI pun memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami kesusahan.
BLBI tersebut dibiayai dalam bentuk Surat Utang Negara. Saat ini, SUN tersebut masih dipegang BI. Akibatnya, selama 22 tahun ini pemerintah terus membayar pokok dan bunga utangnya.
"Jelas pemerintah selama 22 tahun menanggung yang disebut langkah langkah untuk menangani persoalan perbankan dan keuangan yang bebannya hingga saat ini," kata Sri Mulyani.
Selanjutnya, kata dia, untuk mengompensasi langkah penyelamatan tersebut, pemilik bank atau debiturnya harus mengembalikan dana tersebut. Itu lah yang kemudian disebut tagihan program BLBI. Karenanya, menurut Sri Mulyani persoalan BLBI adalah persoalan yang sudah sangat lama.
Sri Mulyani mengatakan total kewajiban BLBI yang masih dikelola adalah Rp 110,45 triliun. Karena itu Satuan Tugas BLBI akan bertugas semaksimal mungkin untuk mendapatkan kembali kompensasi dari nilai tersebut.
Baca juga: Satgas BLBI Bakal Sita Lagi 1.672 Bidang Tanah Seluas 15,2 Meter Persegi