6 Fakta Perkara Koperasi Sejahtera Bersama: Dugaan Gagal Bayar hingga KKN
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Kodrat Setiawan
Minggu, 22 Agustus 2021 18:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah orang yang tergabung dalam Akabe atau Aliansi Korban Koperasi Simpan Pinjam-Sejahtera Bersama (KPSPB) mengaku mengalami kerugian dan tidak mendapatkan hak mereka sebagai anggota. Koperasi yang berlokasi di Jalan Raya Pajajaran Nomor 1, Bogor, Jawa Barat, ini disebut mengalami gagal bayar sejak April 2020.
Gagal bayar terjadi pada produk Simpanan Berjangka Sejahtera Prima (SB-SP) yang sudah jatuh tempo beserta imbal jasanya. Selain itu, gagal bayar terjadi pada produk simpanan lainnya.
Akan tetapi pada 17 April 2020, aliansi menyebut koperasi mengeluarkan surat edaran yang menyatakan semua uang tidak boleh dicairkan. Pihak koperasi, kata aliansi, menyebut simpanan ini harus diperpanjang otomatis dengan alasan Covid-19.
"Keputusan ini sepihak, tidak ada persetujuan dari anggota (melanggar azas koperasi)," demikian bunyi keterangan dari aliansi yang diterima Tempo di Jakarta, Sabtu, 21 Agustus 2021.
Tempo mencatat beberapa fakta dan informasi dalam kejadian ini, berikut di antaranya:
1. Gugatan PKPU
Dalam keterangannya, aliansi menyinggung soal gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh 2 perusahaan rekanan koperasi, yaitu PT Trisula Prima Agung dan Perseroan Komanditer Totidio. Gugatan diajukan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan tagihan keduanya Rp 1,5 miliar.
<!--more-->
2. Dua Perkara
Di situs pengadilan, ada dua nomor perkara. Trisula dan Totidio sebagai pemohon dan koperasi sebagai termohon. "Menolak Permohonan PKPU yang diajukan oleh Para Pemohon," demikian bunyi amar putusannya di perkara pertama pada 29 Juli 2020.
Setelah itu, ada lagi perkara kedua. "Menyatakan PPKPU terhadap Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama berakhir karena perdamaian," demikian bunyi amat putusan pada 9 November 2020.
"Lalu, amar putusan lainnya berbunyi "Menyatakan sah dan mengikat Perdamaian antara TERMOHON PKPU dengan Para Kreditornya sebagaimana tertuang dalam Rencana Perdamaian tertanggal 27 Oktober 2020 yang telah ditandatangani oleh TERMOHON PKPU dan Para Kreditor."
3. Kemenangan 98,24 Persen
Aliansi menyebut koperasi lalu berkoordinasi dengan kantor cabang agar para anggota setuju dengan skema homologasi alias perdamaian. Koperasi disebut menggerakkan pengacara melalui tim marketing.
Hasilnya, 98,24 persen anggota setuju dengan skema ini yaitu dengan pembayaran cicilan bertahap mulai Juli 2021 setiap 6 bulan sekali selama 5 tahun tanpa imbal jasa.
"Kemenangan 98,24 persen tersebut terjadi atas ketidakpahaman para anggota," kata aliansi. Aliansi menyebut sebagian anggota terjebak karena tidak adanya penjelasan di awal akan konsekuensi yang bakal terjadi.
<!--more-->
4. Belum Dibayarkan
Dalam skema homologasi yang disepakati, besaran cicilan dinilai sangat kecil yaitu 4 persen (2021), 7 persen (2022), 10 persen (2023), 12 persen (2024), dan 17 persen (2025). Seharusnya, kata aliansi, koperasi sudah melakukan pembayaran angsuran ke-1 sebesar 4 persen di bulan Juli 2021.
"Namun realisasinya belum dibayarkan," kata aliansi. Tempo telah mencoba mengonfirmasi persoalan itu kepada Ketua Pengawas KPSPB Iwan Setiawan dan Direktur Utama KPSPB Vini Noviani. Namun, Tempo belum mendapat jawaban.
5. Respons Kementerian Koperasi
Kementerian Koperasi dan UKM ternyata ikut turun menyelesaikan perkara antara koperasi dan anggota ini. "Kami berusaha menjembatani semua pihak, semaksimal mungkin, sesuai dengan tugas dan kewenangan," kata Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi Ahmad Zabadi, saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 22 Agustus 2021.
Ahmad juga menyebut persetujuan 98,42 persen ini harus dikonfirmasi ulang kepada para pengurus koperasi. "Karena 98,42 persen itukan diambil dan ditetapkan pengadilan, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkrah)," kata dia.
6. Tudingan KKN
Dalam keterangannya, aliansi juga menyebut dugaan
unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) antara pegawai Kementerian Koperasi dengan pengurus dan pengawas KPSPB . Sebab, KPSPB ini sempat diberi penghargaan sebagai koperasi berprestasi pada 2020.
"Saya kira ini sebuah konsekuensi, pihak yang tidak puas bisa melakukan berbagai hal agar kepentingannya mendapat perhatian," ujar Ahmad saat dikonfirmasi terkait tudingan KKN ini. Meski demikian, Ahmad mengatakan pihaknya selalu meminta kepada pengurus Koperasi Simpan Pinjam-Sejahtera Bersama agar memperhatikan pihak-pihak yang tidak puas ini.
Baca juga: Kementerian Koperasi Angkat Bicara Soal Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama