Indeks Manufaktur RI Jeblok Akibat PPKM, Bos Kadin Sebut Ancaman PHK Kian Besar
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 2 Agustus 2021 18:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid angkat bicara menanggapi rilis IHS Markit soal Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Juli yang berada di posisi kontraksi 40,1.
Kontraksi tersebut terjadi akibat pembatasan mobilitas lewat PPKM Darurat merespons lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini. Hal itu setelah delapan bulan berturut-turut mencatatkan level ekspansif di atas poin 50 sejak Juni 2020 lalu.
Arsjad Rasjid menjelaskan, mayoritas pelaku usaha saat ini merasakan dampak negatif dari terkontraksinya industri. Industri manufaktur bahkan tak sedikit yang terancam kembali melakukan pengurangan karyawan.
Ia lalu mencontohkan industri tekstil dan produk tekstil atau TPT yang saat ini sulit menjalankan produksi dengan ketentuan yang berlaku. "Industri TPT ingin sekali dapat bekerja dengan protokol kesehatan ketat agar tidak perlu merumahkan karyawannya. Bahkan, industri keramik juga melaporkan bahaya ancaman merumahkan hingga 20.000 pegawai tanpa gaji," kata Arsjad ketika dihubungi, Senin, 2 Agustus 2021.
Selain itu, menurut dia, sektor industri yang berorientasi ekspor juga terancam tidak dapat memenuhi kebutuhan pembelinya jika hanya sedikit yang masuk. Belum lagi, adanya kewajiban penutupan wilayah kerja jika ada yang terinfeksi juga semakin menyulitkan industri.
<!--more-->
Tak hanya sektor manufaktur, ia juga mendapat laporan dari sektor transportasi yang menjadi sektor paling berat jika pendemi terus berlangsung. Berikutnya, sektor terkait seperti hotel, restoran, kafe atau Horeka yang terimbas cukup parah.
Sektor retail terutama mal, kata Arsjad, juga sudah melaporkan ancaman akan PHK 30 persen dari total pegawai di mal sekitar 280.000 pegawai. "Sedangkan supermarket malahan sudah berguguran selain karena pendemi juga karena pola belanja yang berubah seperti Giant yang sudah resmi tutup."
Tekanan yang berat dirasakan industri, menurut dia, karena masih tetap harus membayarkan beban operasional wajib mulai dari listrik, pinjaman, hingga gaji karyawan.
Oleh sebab itu, Kadin akan tetap berupaya menjadi jembatan bagi pemerintah, pengusaha, pekerja dalam menghubungkan kesenjangan antara pendapatan yang hilang dan kewajiban yang masih ada. "Pada prinsipnya, kami juga memahami saat ini seluruh pihak baik pemerintah, pekerja, dan masyarakat sama-sama banyak yang kehilangan pendapatan," ujarnya.
BISNIS
Baca: Greysia / Apriyani Raih Emas, Sandiaga Uno Ajak Plesir ke 6 Destinasi Unggulan