Terima Laporan BPK, Jokowi: Defisit APBN Dibiayai Sumber-sumber yang Aman
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 25 Juni 2021 14:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2020 alias LHP LKPP 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan alis BPK.
Jokowi memastikan pemerintah akan sangat memperhatikan rekomendasi dari lembaga audit tersebut dalam mengelola pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN ke depannya.
"Defisit anggaran dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman," ujar dia dalam sambutannya seperti disiarkan dalam akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 25 Juni 2021.
Jokowi mengatakan APBN juga akan dilaksanakan secara responsif untuk mendukung kebijakan counter cyclical dan akselerasi pemulihan ekonomi. Ia berujar anggaran akan dikelola secara hati-hati, kredibel dan terukur.
Menurut Jokowi sejak munculnya pandemi Covid-19, pemerintah telah melakukan langkah-langkah luar biasa, termasuk mengubah APBN 2020 melalui refocusing dan realokasi anggaran di seluruh jenjang pemerintahan. Pemerintah juga memberi relaksasi sehingga defisit APBN bisa diperlebar di atas 3 persen selama tiga tahun.
Langkah tersebut, kata Jokowi, diperlukan mengingat kebutuhan belanja semakin meningkat untuk penanganan kesehatan dan perekonomian di saat penerimaan negara menurun. "Kita juga mendorong berbagai lembaga negara melakukan sharing the pain, menghadapi pandemi dengan semangat kebersamaan, menanggung beban bersama seperti burden sharing yang dilakukan pemerintah bersama bank indonesia," ujar dia.<!--more-->
Di tengah situasi yang belum sepenuhnya pulih, Jokowi mengatakan pemerintah tetap berkomitmen untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas LKPP. Ia pun bersyukur LPP 2020 mendapat opini adalah wajar tanpa pengecualian.
"WTP merupakan pencapaian yang baik di tengah tahun yang berat. Ini adalah WTP yang kelima yang diraih pemerintah berturut-turut sejak tahun 2016," ujar dia.
Meskipun demikian, Jokowi mengatakan predikat WTP bukanlah tujuan akhir. Sebab, ia ingin uang rakyat digunakan sebaik-baiknya, serta dikelola dengan transparan dan akuntabel. "Memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan betul-betul dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, oleh rakyat."
Sebelumnya, dalam hasil review atas kesinambungan fiskal, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya telah melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara. "Sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," kata dia.
Ia pun mengatakan utang pemerintah belum memperhitungkan unsur kewajiban pemerintah yang timbul seperti pensiun jangka panjang, kewajiban dari putusan hukum yang inkracht, kewajiban kontinjensi dari BUMN, dan risiko kerja sama pemerintah dan badan usaha atau KPBU dalam pembangunan infrastruktur.
Padahal, di saat yang sama, pandemi Covid-19 meningkatkan defisit, utang, dan SILPA yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal maupun risiko defisit.
Agung pun mengatakan, meskipun utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tetapi trennya menunjukkan peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah. "Khususnya karena mulai 2023 besaran rasio defisit terhadap PDB dibatasi paling tinggi 3 persen," ujar dia.
Baca Juga: Sekjen Parpol Koalisi Jokowi Makan Malam, Johnny Plate: Protokol Kesehatan Ketat