Terkini Bisnis: Kabar Mogok Mitra Gojek hingga Beban Berat Garuda dkk
Reporter
Tempo.co
Editor
Kodrat Setiawan
Senin, 7 Juni 2021 12:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Berita terkini ekonomi dan bisnis sepanjang Senin pagi, 7 Juni 2021, dimulai dari Garda membantah bakal ada aksi mogok mitra driver Gojek pada 8 Juni hingga nasib Garuda, Lion Air Group, Sriwijaya Air, dan AirAsia.
Adapula berita tentang Gojek menjelaskan tentang skema insentif yang dikabarkan memicu protes mitra driver dan Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2021.
Berikut empat berita terkini bisnis sepanjang Senin pagi:
1. Garda Tanggapi Kabar Driver Gojek Mogok Kerja Massal pada 8 Juni
Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Igun Wicaksono membantah bakal ada aksi mogok mitra driver Gojek pada 8 Juni seperti rilis yang beredar di media sosial. Dia sudah memeriksa dan menanyakan kepada teman-teman di lapangan.
Rilis soal rencana mogok pada 8 Juni, menurutnya, hanya sebaran-sebaran saja di media sosial karena pihak penyebar rilis atau berita juga tidak memberikan informasi kepada Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia.
“Yang pasti berita tersebut bukan resmi dari kami dan rekan-rekan di lapangan pun tidak mengetahui, sehingga mereka akan melakukan aktivitas ojek daring seperti biasa,” kata Igun, Ahad, 6 Juni 2021.
Sebelumnya mitra driver Gojek dikabarkan bakal mogok kerja dengan cara off bid atau mematikan aplikasi secara massal. Aksi ini disebut sebagai bentuk kekecewaan kepada GoTo, perusahaan gabungan Gojek - Tokopedia, yang dinilai menetapkan secara sepihak perihal insentif layanan Gokilat atau Gosend Sameday.
Adapun mengenai penetapan insentif Gokilat, kata Igun, Garda Indonesia belum dapat konfirmasi dari pihak GoTo. Dia meminta pihak GoTo melakukan klarifikasi terkait skema insentif bonus terbaru agar tidak menimbulkan keresahan di rekan-rekan pengemudinya agar tercipta ekosistem yang kondusif dan transparan.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
2. Ada Isu Driver Mogok, Gojek: Skema Insentif Baru Bikin Mitra Lebih Untung
PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) menyatakan skema baru insentif Gosend Sameday diterapkan untuk membuka peluang bagi lebih banyak mitra untuk mendapatkan insentif.
Pada skema lama, insentif baru diberikan ketika mitra driver menyelesaikan minimum 5 pengantaran. Dengan skema baru, meski mitra hanya menyelesaikan 1 pengantaran, mereka sudah berhak untuk mendapat insentif.
VP Corporate Communications Gojek Audrey Petriny mengatakan GoSend tidak mengubah skema pendapatan atau tarif pokok per jarak tempuh bagi mitra driver. Kebijakan penyesuaian hanya dilakukan terhadap skema insentif untuk memberikan peluang yang lebih besar bagi lebih banyak mitra untuk dapat memperoleh insentif.
“Kebijakan ini merupakan langkah untuk lebih memeratakan jumlah mitra yang dapat memperoleh insentif tersebut,” kata Audrey kepada Bisnis.com, Senin, 7 Juni 2021.
Audrey menambahkan dengan skema baru, makin banyak mitra yang berpeluang mendapatkan penghasilan tambahan di masa pemulihan pandemi. GoSend juga memiliki berbagai program apresiasi bagi mitra dengan performa baik.
Sebagai gambaran, jika dahulu mitra dengan jumlah 1 - 4 pengantaran tidak mendapat insentif, dengan skema baru mereka dapat memperoleh insentif.
Baca berita selengkapnya di sini
<!--more-->
3. Jokowi Teken Perpres Baru, Industri Miras Tertutup Untuk Investasi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2021. Beleid ini merevisi aturan sebelumnya, yakni Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang menjadi salah satu aturan pelaksana Undang-Undang tentang Cipta Kerja. Dalam aturan anyar ini, pemerintah memutuskan bahwa industri minuman beralkohol sebagai bidang usaha yang tertutup untuk investasi.
Pasal 2 Ayat (2) huruf b Perpres Nomor 49 Tahun 2021 menyebut, bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal adalah industri minuman keras mengandung alkohol (KBLI 11010); industri minuman mengandung alkohol anggur (KBLI 11020); dan minuman mengandung malt (KBLI 11031).
"Dalam rangka pembatasan pelaksanaan Penanaman Modal serta pengendalian dan pengawasan minuman yang mengandung alkohol, perlu dilakukan perubahan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal," bunyi salah satu pertimbangan Perpres Nomor 49 Tahun 2021.
Dalam Perpres sebelumnya, penanaman modal pada ketiga sektor itu masih diperbolehkan di empat provinsi, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua.
Namun, beleid tersebut menuai kritik dari berbagai pihak terutama organisasi masyarakat (ormas) keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menerima banyak kritik, Presiden Jokowi kemudian menyampaikan bahwa pemerintah mencabut aturan tersebut pada Maret lalu.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
4. Terbang dengan Beban Berat, Begini Nasib Garuda Indonesia hingga AirAsia
Lewat setahun pandemi berlangsung, maskapai penerbangan domestik, seperti Garuda Indonesia, Lion Air Group, Sriwijaya Air, hingga AirAsia menghadapi tekanan yang semakin sulit. Setelah membukukan laporan keuangan minus pada akhir 2020, kondisi bisnis maskapai pada paruh pertama awal 2021 belum juga pulih.
Garuda Indonesia yang sempat optimistis pada akhir tahun lalu harus kembali menelan pil pahit. Pada kuartal I 2021, napas maskapai penerbangan pelat merah tersengal-sengal karena beban yang ditanggung untuk membayar ongkos operasional pesawat per bulan jauh lebih besar ketimbang pendapatannya.
Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR 3 Juni lalu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan biaya operasi atau cost yang harus dikeluarkan setiap bulan oleh Garuda mencapai US$ 150 juta.
Sedangkan total pendapatan emiten berkode saham GIAA itu hanya sebesar US$ 50 juta saat ini. Kondisi tersebut menandakan bahwa Garuda merugi US$ 100 juta setiap bulan.
Situasi sulit ini membawa Garuda pada jerat utang yang semakin menumpuk. Terakhir, total utang Garuda mencapai US$ 4,5 miliar atau Rp 70 triliun. “Kalau kita melakukan restrukturisasi yang sifatnya fundamental, utang yang US$ 4,5 miliar dolar ini harus menurun di kisaran US$ 1-1,5 miliar,” tutur Kartika alias Tiko.
Nasib maskapai penerbangan swasta, AirAsia Indonesia, tak jauh beda. Sama-sama babak belur, pada 31 Desember, emiten berkode saham CMPP itu membukukan kerugian usaha sebesar Rp 2,8 triliun atau berbanding terbalik dari 2019 yang mencatatkan laba Rp 113,94 juta.
Baca berita selengkapnya di sini.