Chairul Tanjung Disebut Rugi 11,2 Triliun di Garuda, Ini Penjelasan Peter Gontha
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 6 Juni 2021 08:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Peter Gontha menyebutkan pengusaha nasional Chairul Tanjung mengalami kerugian hingga Rp 11,2 triliun di maskapai plat merah tersebut.
Hal tersebut disampaikan Peter melalui unggahan di akun Instagramnya @petergontha pada Jumat, 4 Juni 2021. Peter menyatakan dirinya mewakili Chairul Tanjung di Garuda Indonesia dalam postingan tersebut.
Chairul Tanjung diketahui memiliki saham GIAA melalui Trans Airways sebesar 28,27 persen. Selain Trans Airways, saham GIAA dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar 60,54 persen dan masyarakat dengan kepemilikan di bawah 5 persen sebesar 11,19 persen.
"Memang saya mewakili orang yang memegang saham minoritas, artinya dikit lah cuman 28 persen, yaitu Chairul Tanjung (CT). Tapi si minoritas yang sudah rugi Rp 11 Triliun," katanya.
Peter lalu memaparkan dari mana hitungan kerugian tersebut. Pertama, sewaktu Chairul Tanjung diminta tolong karena para underwriter gagal total dan menyetor US$ 250 juta. Saat itu kurs masih di kisaran Rp 8.000 per dolar AS, sedangkan saat ini sekitar Rp 14.500.
Kedua, harga saham GIAA waktu itu Rp 625, saat ini berada di level Rp 256. "Silahkan hitung tapi menurut saya, dalam kurun waktu 9 tahun kerugian CT saya hitung sudah Rp 11,2 triliun termasuk bunga belum hitung inflasi, banyak juga yah Mas Arya (Arya Sinulingga Staf Khusus Menteri BUMN)?" kata Peter.
<!--more-->
Kerugian yang disebutkan Peter tersebut masih berupa potential loss selama Chairul Tanjung belum menjual sahamnya (cut loss). Adapun, postingan tersebut menjawab ditujukan untuk menjawab tudingan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, yang juga disertakan dalam unggahan Peter.
Sebelumnya, Peter mengungkapkan 7 penyebab keuangan Garuda dalam kondisi kritis. Sejumlah penyebab yang menjadi sorotan di antaranya keputusan yang diambil Kementerian BUMN secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan Dewan Komisaris.
Melalui akun Facebook-nya, Peter merilis surat kepada Dewan Komisaris Garuda Indonesia yang berisi permohonannya kepada para anggota komisaris. Dalam suratnya, Komisaris Garuda yang baru diangkat dalam RUPS 2020 ini mengungkapkan penyebab kondisi kritisnya keuangan Garuda Indonesia.
Dia menyebutkan setidaknya terdapat tujuh hal yang menjadi penyebab kritisnya keuangan emiten berkode GIAA ini. Pertama, tidak adanya penghematan biaya operasional antara lain GHA. Kedua, tidak adanya informasi mengenai cara dan narasi negosiasi dengan lessor.
Ketiga, tidak adanya evaluasi atau perubahan penerbangan atau rute yang merugi. Keempat, arus kas manajemen yang tidak dapat dimengerti. Kelima, keputusan yang diambil Kementerian BUMN secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan Dewan Komisaris.
Keenam, saran komisaris yang tidak diperlukan. Ketujuh, aktivitas komisaris Garuda hanya 5 jam-6 jam per minggu. Dalam suratnya, Gontha juga meminta untuk tidak dibayar honorariumnya mulai Mei 2021 hingga rapat pemegang saham mendatang.
BISNIS
Baca: Wawancara Eksklusif Bos Garuda Indonesia: Saat Berdiri Bahkan Kami Sholawat