Ilustrasi Garuda Indonesia. Dok. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membutuhkan waktu 270 hari untuk melakukan moratorium terhadap utang-utangnya. Terakhir, perseroan mencatatkan utang sebesar Rp 70 triliun.
“Melalui proses legal yang cukup kompleks, diharapkan dalam waktu 270 hari setelah moratorium, kita bisa menyelesaikan restrukturisasi,” ujar Kartika dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Kamis, 3 Juni 2021.
Kartika menyebut Garuda akan melakukan restrukturisasi massal guna mengurangi utang-utangnya. Total utang perusahaan telah membengkak selama pandemi Covid-19 sebanyak Rp 50 triliun dari semula Rp 20 triliun menjadi Rp 70 triliun.
Jumlah utang terus bertambah karena komponen operational lease yang semula merupakan bagian dari Opex dicatat sebagai utang oleh lessor. Kini, ekuitas perusahaan sudah tidak memadahi untuk mendukung neraca.
Garuda pun terus menanggung beban berat karena kebutuhan biaya operasi atau cost yang harus dikeluarkan setiap bulan mencapai US$ 150 juta. Sementara itu, total pendapatan Garuda hanya US$ 50 juta. Dengan demikian, Kartika mengatakan Garuda merugi US$ 100 juta setiap bulan.
Dalam proses restrukturisasi perusahaan, Garuda akan melakukan negosiasi dengan 36 lessor dan pemegang sukuk global. Ia berharap biaya operasional Garuda bisa turun sampai 50 persen setelah proses restrukturisasi terjadi. <!--more--> Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan masalah terbesar yang dialami Garuda adalah beban utang kepada lessor. Beberapa lessor, kata Erick, diduga terlibat kasus korupsi Garuda dan sebagian lainnya menetapkan harga sewa terlalu besar. “Karena kondisi itu, kami negosiasi ulang,” ujar dia.
Erick pun menyatakan telah menyusun sejumlah skema untuk menyelamatkan Garuda. Pada masa mendatang pasca-pandemi, Erick menyebut harus ada perubahan bisnis model yang berfokus pada penerbangan domestik.