Pemerintah Kota Khawatir UU Cipta Kerja Picu Tsunami Regulasi, Apa Maksudnya?
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 11 Mei 2021 10:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menyampaikan sejumlah poin kekhawatiran terkait UU Cipta Kerja kepada Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Poin pertama berisi tiga kekhawatiran, salah satunya yaitu terkait banyaknya aturan turunan dari Omnibus Law ini.
"Saya sering sampaikan istilahnya adalah tsunami regulasi," kata Ketua APEKSI yang juga Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dalam diskusi bersama Bahlil di akun YouTube BKPM TV pada Senin, 10 Mei 2021.
Sebelumnya, UU Cipta Kerja resmi berlaku 3 November 2020. Lalu, ada 45 PP dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) turunan. Proses belum selesai karena saat ini kementerian pun sedang menggodok Peraturan Menteri (Permen) masing-masing untuk aturan pelaksana.
Kepada Bahlil, Arya kemudian menyampaikan bahwa para wali kota melihat banyak hal yang tidak akan berjalan ketika Permen yang mengatur terbitnya lama. "Jadi barangnya ga ada yang bisa gerak," kata dia.
Arya mencontohkan ketentuan soal standarisasi struktur Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang jadi amanat UU Cipta Kerja. Tapi saat ini, ketentuan mengenai standarisasi ini belum jelas.
Belum lagi, kata Arya, keluar surat edara dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Edaran tersebut memuat aturan soal jabatan non-fungsional dan penghapusan jabatan struktural.
"Jadi kita lihat di lapangan, wah ini berat ini, ada Kemenpan RB, adan standarisasi," kata Arya. Untuk itu, pemerintah kota berharap kedua regulasi ini harus sejalan agar bisa diterapkan di lapangan.
<!--more-->
Kekhawatiran kedua terkait daerah yang berpotensi kehilangan retribusi akibat UU Cipta Kerja. Selama ini, retribusi adalah satu dari sekian komponen pendapatan daerah. "Dijanjikan ada insentif dalam UU Cipta Kerja, tapi ini juga belum jelas aturannya," kata Arya.
Kekhawatiran ketiga terkait Program Strategis Pemerintah (PSN) yang akan diatur lebih dalam Keputusan Presiden (Kepres). Sampai hari ini, Arya menyebut masih ada beberapa aturan yang belum jelas seperti siapa saja yang kena pajak di lokasi PSN dan berapa lama.
"Jadi selama ini belum jelas, maka kemudian lagi-lagi pendapatan daerah akan sangat berkurang," kata Arya.
Sementara itu, Indonesia for Global Justice (IGJ) dan Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) menyebut negara telah gagal melindungi buruh, khususnya melalui UU Cipta Kerja yang membuat buruh semakin rentan.
Pernyataan sikap ini disampaikan KPR dalam aksi Hari Buruh Internasional di 15 Provinsi dan 54 Kabupaten kota untuk melanjutkan perjuangan menolak UU Cipta Kerja dan seluruh aturan turunannya.
Ketua Umum KPR Herman Abdulrohman menilai aturan turunan UU Cipta Kerja tersebut hanya akan membuka celah para elite politik dan kroninya memonopoli akses ekonomi di Indonesia. Sementara itu, hak dasar buruh dikurangi dan PHK massal di mana-mana.
FAJAR PEBRIANTO | CAESAR AKBAR
Baca: May Day, UU Cipta Kerja Disebut Bikin Buruh Semakin Rentan