TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Aliemoese membeberkan sejumlah kondisi bisnis beras nasional saat ini. Penjelasan diberikan setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi memastikan pemerintah tidak akan impor beras hingga Juni 2021.
Sampai sekarang, kata Sutarto, produksi padi masih cenderung rentan karena faktor iklim. Sehingga, kadang surplus kadang defisit. "Ini yang harus disadari," kata eks Direktur Utama Perum Bulog 2009-2014 ini dalam diskusi di Jakarta, Jumat, 26 Maret 2021.
Sebelumnya, rencana impor 1 juta ton beras disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 5 Maret 2021. Rencana tersebut memicu protes dari sejumlah kalangan. Setelah kadung heboh, kemarin Jokowi memastikan tidak ada impor beras sampai Juni 2021.
Dalam beberapa tahun terakhir, Sutarto pun menyebut siklus panen padi di Indonesia juga tidak banyak berubah. Mulai Februari sampai Juni produksi akan surplus.
"Panen raya itu biasanya Maret April," kata dia. Tapi di periode ini, Sutarto menyebut ada kecenderungan harga gabah turun atau lebih rendah.
Lalu pada Juni sampai September, produksi padi masih surplus tapi tidak sebesar Februari-Juni. Hanya saja, ada kecenderungan harga gabah naik atau lebih tinggi. Barulah dari September ke Januari, akan mengalami defisit. <!--more--> Sehingga, kata dia, pemerintah harus benar-benar bisa menyerap produksi beras dalam periode surplus tersebut. Tapi dalam praktiknya, penyerapan ini kerap kurang.
Selain itu, masalah penyerapan ini terkendala pengadaan beras oleh pemerintah yang berubah-ubah dan tidak tepat waktu. Sehingga, kata dia, butuh lebih banyak sinergi antara para pelaku di industri beras ini.