BI Tanggapi Lonjakan Yield Obligasi AS yang Buat IHSG dan Rupiah Kompak Jeblok

Jumat, 19 Maret 2021 13:43 WIB

Pergerakan Index Harga Saham Gabungan pada layar monitor di Jakarta, Jumat, 6 November 2020. Indeks harga saham gabungan (IHSG) berpotensi melanjutkan penguatan pada perdagangan Jumat (6/11/2020) di tengah kenaikan bursa global yang menyambut Pilpres AS 2020.. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) angkat bicara menanggapi dampak lonjakan imbal hasil atau yield obligasi US Treasury hingga tembus 1,7 persen yang memukul indeks harga saham gabungan atau IHSG dan nilai tukar rupiah saat ini.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Haryadi Ramelan menjelaskan, kenaikan imbal hasil obligasi dengan tenor 10 tahun hingga tembus 1,7 persen ke Tanah Air lebih merefleksikan optimisme pasar atas progress yang bagus dari vaksinasi di Amerika Serikat. Seperti diketahui, Amerika Serikat (AS) menargetkan herd immunity 70 persen pada Juni atau Juli tahun ini.

Hal ini ditambah beberapa indikator utama makro di AS yang membaik. Dengan begitu, proyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada tahun ini diperkirakan bisa mencapai 6,5 persen dan inflasi di atas 2 persen.

Oleh karena itu, Haryadi optimistis pemulihan ekonomi Amerika Serikat bakal berimbas positif bagi perekonomian negara berkembang. "Justru akan memberi ruang meningkatnya permintaan impor (AS) dari emerging countries," ujar Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Haryadi Ramelan ketika dihubungi, Jumat, 19 Maret 2021.

Ia menjelaskan, nantinya, jika titik keseimbangan sudah tercapai, BI yakin akan ada aliran dana asing atau inflow mengalir kembali ke Indonesia. "At the soonest, mungkin semester II tahun ini sampai dengan 2022," ujar Haryadi.

Advertising
Advertising

Haryadi juga menyebutkan The Federal Reserve yang tidak khawatir dengan laju inflasi di AS karena indikator inflasi Federal Reserve adalah FITF (Flexible Inflation Targeting Framework). "Di mana ukuran inflasi tidak satu titik tapi beberapa titik atau periode."

The Fed juga masih meyakini inflasi pada 2022 akan di bawah 2 persen. Oleh karena itu, pergerakan imbal hasil atau yield US Treasury lebih mencerminkan optimisme pertumbuhan ekonomi AS yang semakin baik.

Adapun di dalam negeri, kata Haryadi, BI akan senantiasa ada di pasar mengawal keseimbangan pasokan dan permintaan valuta asing secara terukur dalam waktu yang tepat.

<!--more-->

Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini bergerak ke zona merah. IHSG terpantau jeblok 0,18 persen atau 11,58 poin ke level 6.336,25 pada pukul 10.05 WIB, setelah dibuka melemah tipis 0,03 persen atau 1,82 poin ke level 6.346,01 pada awal perdagangan.

Pergerakan IHSG ini di antaranya masih dipengaruhi oleh sentimen imbal hasil obligasi AS dan pandangan The Fed yang cenderung dovish. Siang ini, nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau melemah 46 poin atau 0,32 persen ke level Rp 14.456 per dolar AS pada pukul 11.21 WIB. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,009 poin atau 0,01 persen ke level 91,853 pada pukul 11.15 WIB.

Adapun nilai tukar rupiah menyentuh posisi Rp 14.476 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor). Angka itu melemah 64 poin atau 0,44 persen dari posisi kemarin.

Berdasarkan data Bloomberg, kurs rupiah terpantau melemah 55 poin atau 0,38 persen ke level Rp 14.465 per dolar AS pada pukul 10.10 WIB, setelah dibuka di level Rp 14.420 per dolar AS.

Sementara indeks dolar AS yang mengukur pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terpantau menguat 0,03 poin atau 0,04 persen ke level 91,89. Mata uang Garuda kembali kehilangan tenaganya setelah terapresiasi pada perdagangan kemarin.

Macroeconomic Analyst Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan penguatan rupiah pada hari kemarin didorong oleh apresiasi pelaku pasar setelah mendengar komentar dovish dari Bank Sentral AS (Federal Reserve) dan keputusan suku bunga dipertahankan di level 3,5 persen oleh Bank Indonesia.

Irman juga memperkirakan rupiah bisa kembali menguat bila pada kenaikan yield obligasi AS pada akhirnya dapat membuat kondisi keuangan di AS mengetat. "Sehingga The Fed melakukan intervensi atau BI lebih agresif dalam triple intervention-nya,” ucapnya,

BISNIS

Baca: IHSG Jeblok ke Level 6.322,6, Apa Saja Faktor Pemicunya?

Berita terkait

Rupiah Menguat di Akhir Pekan, Sentuh Level Rp 16.083 per Dolar AS

16 jam lalu

Rupiah Menguat di Akhir Pekan, Sentuh Level Rp 16.083 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah ditutup menguat Rp 16.083 terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat, 3 Mei.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

1 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

1 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

1 hari lalu

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah pada triwulan I 2024 mengalami depresiasi 2,89 persen ytd sampai 28 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

1 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

1 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

1 hari lalu

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di angka Rp 16.088 pada perdagangan akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

2 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok

2 hari lalu

Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok

IHSG turun cukup drastis dan menutup sesi pertama hari Ini di level 7,116,5 atau -1.62 persen dibandingkan perdagangan kemarin.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

3 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya