Penyaluran Kredit Perbankan di Tahun 2021 Diprediksi Masih Seret
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 29 Januari 2021 05:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan kredit tahun ini diproyeksi masih loyo. Upaya perbankan menggenjot penyaluran kredit tak mudah karena masih lesunya permintaan dan tingginya risiko gagal bayar yang membayangi akibat dampak pandemi Covid-19.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede berujar laju pertumbuhan belum akan bergulir kencang, sebab hingga akhir tahun lalu nominal penyaluran kredit masih terus mengalami penurunan. Secara akumulatif, kredit perbankan tercatat tumbuh negatif -2,7 persen sepanjang 2020.
“Pertumbuhan kredit diperkirakan belum akan meningkat secara signifikan, khususnya pada paruh pertama 2021,” ujar Josua kepada Tempo, Kamis 28 Januari 2021. Terdapat sejumlah tantangan yang mengganjal kinerja penyaluran kredit, utamanya adalah pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi, serta distribusi vaksin yang masih berjalan pada fase awal.
Peningkatan aktivitas ekonomi yang menstimulus ekspansi pelaku usaha menurut dia menjadi kunci pendorong permintaan kredit, “Ekspansi bisnis usaha di sisi lain juga akan mendorong peningkatan daya beli masyarakat sehingga kredit konsumsi kembali bertumbuh,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan kredit perbankan diyakini akan bangkit di tahun ini. Proyeksi optimistis pertumbuhan kredit di kisaran 7,5 persen tersebut awalnya akan dimotori oleh kebangkitan segmen usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Hal itu tak terlepas dari pelbagai insentif yang digelontorkan pemerintah sepanjang masa pandemi, mulai dari subsidi bunga, subsisi premi penjaminan kredit, serta penempatan dana pemerintah di perbankan untuk disalurkan pada kredit UMKM. Berikutnya, segmen korporasi diprediksi bakal menyusul bangkit secara perlahan. “Kredit bisa kembali normal untuk mengompensasi kinerja tahun sebelumnya, kami perkirakan 7,5 plus minus 1 persen,” kata Wimboh.
<!--more-->
Optimisme serupa disuarakan oleh Bank Indonesia yang memasang proyeksi pertumbuhan kredit 2021 sebesar 7 -9 persen. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan momentum pemulihan ekonomi mendukung upaya perbaikan kinerja penyaluran kredit. “Terlebih kondisi likuiditas perbankan sudah sangat cukup dan didukung oleh suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate yang rendah,”
Bahkan level suku bunga acuan saat ini merupakan level terendah sepanjang sejarah yaitu sebesar 3,75 persen. Perry menambahkan dari sisi risiko, kebijakan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit hingga 2022 diyakini bakal meringankan beban perbankan dan pelaku sektor riil.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan proyeksi otoritas dan bank sentral tersebut berpotensi meleset, karena pemulihan ekonomi yang cenderung bergerak lambat. “Targetnya masih overshoot, apalagi bank juga dalam posisi berhati-hati menyalurkan pinjaman baru,” ujarnya. Tingkat risiko kredit bermasalah masih mengancam perbankan, meski setelah relaksasi selesai dilakukan. “Beberapa debitur terancam tidak bisa melunasi pinjaman walau sudah direstrukturisasi.”
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan jika dibandingkan dengan tahun lalu, pertumbuhan kredit 2021 memang berpotensi jauh lebih baik. “Namun realistisnya belum akan setinggi 7 persen, masih di kisaran 3-4 persen,” ucapnya.
Pengendalian pandemi yang belum sepenuhnya optimal masih membayangi laju pemulihan ekonomi, sehingga lebih lambat dibandingkan dengan ekspektasi pemerintah sebelumnya. “Kondisi rendahnya permintaan kredit seperti yang terjadi pada tahun lalu masih berpeluang terjadi di tahun ini.” Percepatan pelaksanaan program vaksinasi yang efektif pun bakal menjadi faktor penentu pendorong pemulihan ekonomi.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan dibutuhkan terobosan kebijakan untuk menggenjot penyaluran kredit secara signifikan. “Kami belum melihat adanya gejala pembalikan arah perkembangan pertumbuhan kredit, jadi kelihatannya masih akan negatif kalau tidak melakukan kebijakan agresif untuk memberi stimulus kepada sektor riil,” katanya.
Menurut Purbaya, hal ini turut menjadi fokus pembahasan di dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yaitu agar dana yang saat ini banyak mengendap di perbankan dapat segera tersalurkan. “Kami berharap gerak pertumbuhan dapat mulai terjadi di Februari mendatang.”
BACA: Bank Indonesia Injeksi Likuiditas Perbankan Rp 726,57 T pada 2020