Kerumunan di Pernikahan Putri Rizieq, Pengusaha: Pemerintah Ambigu, Inkonsisten
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Minggu, 15 November 2020 11:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Perkumpulan Wirausaha Perlengkapan Pernikahan Andie Oyong mempertanyakan sikap pemerintah terhadap kerumunan massa dalam acara yang digelar pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab. Andie menilai pemerintah tidak konsisten dan ambigu.
“Selama ini pemerintah kampanye, sosialisasi untuk tidak berkerumun, kami menuruti. Namun sekarang ternyata malah terjadi inkonsistensi dan ambigu dari protokol kesehatan dan aturan yang disusun,” ujar Andie saat dihubungi Tempo, Ahad, 15 November 2020.
Baca Juga: Pakar: Efek Kerumunan di Sekitar Rizieq Shihab Akan Terasa 10-14 Hari Mendatang
Rizieq Shihab menggelar acara untuk menikahkan putrinya, Syarifah Najwa, dengan pria bernama Irfan Alaydrus pada Sabtu petang, 14 November 2020. Acara tersebut berbarengan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dihelat di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, dan menghadirkan massa berjumlah besar.
Andie mengatakan sesuai dengan isi Surat Edaran Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonom Kreatif DKI Jakarta Nomor 372/SE/2020, acara pernikahan semestinya hanya dihadiri oleh 25 persen tamu dari total kapasitas. Dia kecewa lantaran pemerintah tak memberlakukan aturan yang sama untuk acara Rizieq.
“Muncul rasa ketidakadilan. Apakah peraturan ini hanya berlaku untuk kelompok tertentu? lalu prinsip kemanusiaannya bagaimana?” ucap Andie.<!--more-->
Kekecewaan itu bertambah lantaran sejak awal, pengusaha yang bergerak di bidang pernikahan seperti wedding organizer, catering, perancang busana, hingga perias tak pernah mengabaikan imbauan dari pemerintah untuk menaati protokol, termasuk menjaga kapasitas maksimal tamu. Bahkan, asosiasi membuat kajian khusus untuk acara resepsi pernikahan di tengah pandemi, seperti aturan makan hingga komunikasi tamu dengan pengantin.
Konsep pernikahan di masa kebiasaan baru, kata Andi, tak serta-merta bisa langsung diterapkan karena harus melalui proses perembukan yang panjang dengan pemerintah. Untuk dapat menggelar resepsi, pengelola acara pernikahan pun harus mengajukan surat izin khusus kepada pemerintah daerah.
Ia merasa usahanya bersama kolega di asosiasi pernikahan untuk taat peraturan sia-sia dengan munculnya acara Rizieq. “Kami sudah merugi triliunan sejak Maret dari reschedule (pengalihan jadwal), down size (penurunan kapasitas tamu), hingga pembatalan acara,” katanya.
Dalam waktu dekat, Andie bersama koleganya akan menyurati pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terkait insiden ini. Dia akan meminta pemerintah menaikkan kapasitas tamu dalam acara pernikahan hingga 50-100 persen setelah PSBB transisi berakhir 22 November 2020.
“Kalau ada sebuah kelonggaran, berarti semua bisa memperoleh hak yang sama untuk membuat acara pernikahan. Kami minta lampu hijau dari pemerintah,” katanya.