Sinyal Ekonomi Membaik, Tren Penurunan Harga Emas Diprediksi Berlanjut
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 14 November 2020 08:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Harga logam mulia Antam masih bercokol di bawah Rp 1 juta per gram. Meski perlahan turun sejak September lalu, harga emas Antam kemarin sempat naik Rp 10.000 menjadi Rp 978.000 per gram dari hari sebelumnya. Mengutip Bloomberg, harga emas spot bertengger di level US$ 1.878 per ons troi atau naik 0,19 persen setelah sempat turun selama beberapa hari sebelumnya.
Menurut Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan penurunan harga emas diperkirakan masih berlanjut. Menurut dia, penurunan harga emas terjadi menyusul pengumuman perusahaan farmasi Pfizer dan BioNTech mengemukakan hasil uji coba tahap ketiga vaksin Covid-19 yang diklaim efektif 90 persen. Hal ini, kata Ibrahim, kabar tersebut dinilai pasar bisa membuka peluang perbaikan ekonomi.
Menurut Ibrahim, beberapa peluang perbaikan ekonomi terlihat dari rencana Presiden AS terpilih Joe Biden setelah dilantik yang ingin mengunci (lockdown) wilayah ekonomi di negara bagian yang terinfeksi Covid-19. Selain itu, pemerintah AS akan mengirim tim riset ke Wuhan, Cina, untuk mempelajari Covid-19. Kemudian, Biden juga dikabarkan diperkirakan akan membekukan perang dagang dengan Cina dan Eropa.
"Ini yang mengakibatkan kemungkinan besar akan pulih lebih cepat dibandingkan perkiraan. Dari situ, indeks dolar AS akan menguat sehingga semua yang melawan dolar akan terkoreksi, termasuk emas," ujar Ibrahim.
Menurut Ibrahim, penurunan harga emas bahkan masih akan terjadi hingga titik Rp 935 ribu per gram pada November ini karena adanya ketidakpastian stimulus ekonomi AS.
Namun, Ibrahim berujar penurunan harga tersebut tidak akan bersifat jangka panjang. Benerapa kondisi politik yang memanas seperti konflik Laut Cina Selatan hingga kontraksi Iran dan Israel akan menyulut harga logam mulia sebagai safe haven pada tahun depan.
<!--more-->
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono berujar sejak pertengahan September, harga emas atau XAUUSD bergerak konsolidatif pada range US$ 1.840-2.000 per ons troi. Menurut dia, berbagai isu fundamental jangka pendek menjadi faktor pendorong, seperti tarik ulur stimulus ekonomi, isu pemilihan presiden, gelombang kedua Covid-19, hingga vaksin di AS.
"Namun, sebenarnya siapapun presidennya emas potensial menguat pada jangka menengah atau pun jangka panjang," tutur Wahyu.
Wahyu berujar, mata uang dolar AS akan cenderung melemah jika kondisi beberapa tahun belakangan berlanjut, seperti kebijakan stimulus pemerintah AS dan perang dagang (anti globalisasi) berlanjut.
Sedangkan jika Biden yang menang, perang dagang mungkin akan mereda. Namun, kecenderungan stimulus pemerintah akan sangat besar dan defisit belanja negara akan makin bengkak yang berujung pelemahan dolar AS juga.
"Dalam analisis saya, secara teknikal dan fundamental, emas masih akan menguat dalam jangka menengah atau panjang. Pelemahan dolar AS terpaksa akan menjadi opsi kebijakan bagi siapapun presidennya," ujar Wahyu.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira Adhinegara berujar penurunan harga emas disebabkan oleh sinyal pemulihan ekonomi di beberapa negara maju khususnya AS. Selain itu, sentimen positif di pasar saham global akibat Biden Effect membuat investor mulai berani masuk ke aset yang lebih berisiko seperti saham.
<!--more-->
Menurut dia, aliran modal dari negara maju juga mulai masuk ke pasar saham di negara berkembang, khususnya Indonesia. Dana asing tercatat nett buy atau beli bersih saham sebesar Rp 4,48 triliun dalam sebulan terakhir sebagai bukti negara berkembang lebih diminati dari aset aman atau safe haven. Kemudian, berita progress uji coba vaksin Covid-19 oleh Pfizer juga membuat emas semakin ditinggalkan.
"Apalagi kalau sampai berhasil diproduksi secara massal pada awal 2021, ini bisa membuat optimisme pasar tumbuh," ujar Bhima.
Ia memperkirakan harga emas akan terkoreksi meskipun tipis pada beberapa bulan ke depan sambil menunggu indikator yang lebih komprehensif terkait pemulihan ekonomi global dan penanganan pandemi Covid-19. Bhima memprediksi harga emas akan berada di kisaran Rp 800 ribu-850 ribu per gram sampai akhir tahun. Namun, ujar Bhima, prediksi harga emas tersebut masih fluktuatif.
"Kalau ada kabar negatif dari gelombang kedua Covid-19 di Eropa atau kebijakan Biden dianggap belum memadai untuk menstimulus ekonomi AS, emas bisa rebound," tutur Bhima.
Baca: Emas 23 Karat Jadi Favorit Pembeli karena Harganya Dinilai Stabil