Ekonom: Pertumbuhan Investasi Bergantung Pemulihan Konsumsi Masyarakat
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 5 November 2020 06:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) I Kadek Dian Sutrisna Artha menuturkan peluang pertumbuhan investasi pada 2021 sangat bergantung pada seberapa besar pemulihan konsumsi masyarakat. Merujuk dari kontribusi produk domestik bruto (PDB) Indonesia, tingkat konsumsi masih mendominasi sebesar 55 persen. Sementara, kontribusi investasi masih sekitar 30 persen. Pertu
"Jadi kalau ada stimulus PEN (pemulihan ekonomi nasional) diberikan mayoritas untuk konsumsi, akan memberikan daya ungkit yang besar dan cepat pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, termasuk investasi," ujar Kadek, Rabu 4 November 2020.
Stimulus ekonomi saat ini dirancang untuk merangsang konsumsi masyarakat miskin dan rentan miskin lebih besar. Dengan permintaan yang membaik, ujar Kadek, maka ini akan memperbaiki sisi penawaran (supply) yang berujung pada pemulihan investasi. Selain itu, Kadek berujar pemerintah perlu menyeimbangkan antara konsumsi dan investasi antara tujuan untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurut Kadek, ada perbedaan krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 dengan saat ini.
Pada 1998, krisis ini memberikan dampak pada permintaan dan penawaran. Kondisi perekonomian saat itu disertai inflasi tinggi karena memberikan dampak yang lebih besar terhadap sisi penawaran dibandingkan permintaan. Kalau saat ini, kondisi ekonomi terkontraksi tetapi harga relatif stabil bahkan tingkat inflasi turun akibat permintaan terganggu.
"Jadi efektivitas program PEN sangat tergantung apakah bisa memulihkan sisi permintaan diikuti penawaran. Ini yang pada akhirnya generate (menghasilkan) investasi," ujar Kadek.
<!--more-->
Staf Khusus Kemenerian Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, berujar pemulihan investasi masih menantang.
Menurut dia, misalnya saja dari sisi stimulus melalui perbankan untuk menyalurkan kredit ke dunia usaha, ternyata tidak serta merta diterjemahkan menjadi pertumbuhan kredit yang tinggi. Masyita mengatakan dunia usaha masih sangat sensitif pada retriksi mobilitas, terutama sektor-sektor yang sangat terpengaruh dengan terbatasnya interaksi.
"Saat ini sektor-sektor itu dalam posisi tidur atau hibernasi sehingga tidak butuh kredit untuk tumbuh. Kalaupun ada kredit yang dibutuhkan tahun ini bukan untuk ekspansi atau investasi, melainkan untuk survival kredit," ujar Masyita.
Masyita mengatakan dampak stimulus PEN sudah mulai dirasakan pada triwulan III tahun ini, misalnya saja indeks keyakinan konsumen yang terus membaik. Kegiatan ekonomi yang dibuka perlahan juga membuka peluang imvestasi untuk masuk.
"Kita berharap kebangkitan ini terus berlanjut. Tapi untuk bisa kembali ke periode sebelum covid dalam satu tahun pasti kurang, karena perlu mengaktifkan kembali aktivitas ekonomi," ujar Masyita.
<!--more-->
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu berujar pemulihan ekonomi 2021 tidak bisa sepenuhnya hanya bergantung pada belanja pemerintah. Menurut Febrio, investasi diharapkan tetap menjadi kunci pendorong pertumbuhan. Untuk itu, kata dia, perlu ada reformasi bagaimana memastikan investasi positif di 2021.
"Peluang investasi harus diperbaiki dan ease of doing business ditingkatkan, salah satunya melalui omnibus law cipta kerja, reformasi anggaran, dan kehadiran lembaga pengelola investasi," kata dia. Namun, Febrio menambahkan kondisi tersebut juga tergantung pada pola ekonomi global, terutama negara maju dan mitra dagang, seperti Cina, Amerika Serikat, dan Jepang.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berujar stimulus PEN yang dikeluarkan pemerintah saat ini, terutama untuk pelaku UMKM, saat ini masih lebih besar digunakan untuk menutup kerugian akibat Covid-19 ketimbang untuk ekspansi atau pun investasi.
Stimulus PEN saat ini bersifat menahan agar laju penurunan ekonomi tidak terlampau dalam. Sementara itu, Tauhid mengatakan belanja pemerintah tetap diperlukan untuk mendorong investasi.
"Pada 2021, (pertumbuhan ekonomi) trennya akan membaik. Namun, dominasinya bukan dari PEN, melainkan dari APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) karena penggunaannya beda," ujar Tauhid.
Baca: Peringkat Kemudahan Berusaha RI Turun, BKPM: Negara Lain Cepat Lakukan Perbaikan