Investor Tahan Pendanaan Industri Startup
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 3 November 2020 05:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) mencatat jumlah transaksi pendanaan untuk perusahaan rintisan atau startup mengalami penurunan di masa pendemi tahun ini. Nilai pendanaan pada triwulan III 2020 tercatat sebesar US$1,9 miliar atau setara Rp28 triliun dari 52 transaksi. Pada tahun lalu, pendanaan yang tersalurkan mencapai US$ 2,9 miliar atau setara dengan RP 42,46 triliun dari 113 transaksi. I
"Kami melihat masih ada optimisme di tengah pandemi karena industri ini diperkirakan secara makro masih sangat positif. Kalau ada angka penurunan itu terjadi lebih kepada penundaan daripada penurunan minat. Minat investor masih besar sekali," ujar Wakil Ketua I Amvesindo William Gozali dalam konferensi virtual, Senin 2 November 2020.
William mengatakan sejatinya selama tiga tahun terakhir jumlah transaksi mengalami kenaikan. Pada 2017, jumlah transaksi yang tercatat sebesar 67 transaksi dengan nilai US$ 2,9 miliar, dan pada 2018 jumlah transaksinya naik menjadi 71 transaksi dengan nilai US$ 1,4 miliar.
Adapun penurunan penilaian, ujar William, terjadi karena adanya siklus pendanaan. Dari transaksi pendanaan tersebut, lima pendanaan teratas diberikan kepada perusahaan layanan keuangan (teknologi finansial), software as a service, e-commerce, new retail, dan logistik.
"Industri teknologi mungkin usianya baru sekitar 10 tahun. Sektor e-commerce, tekfin, dan logistik (mendomonasi) karena pertumbuhan ini saling berkaitan. Kami melihat masih kuat dan terus berkembang ke sektor turunan lainnya," tutur William.
<!--more-->
Menurut William, setidaknya ada empat poin pertimbangan perusahaan modal ventura (PMV) dalam memberikan pendanaan terhadap startup atau pun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pertama, perusahaan akan melihat potensi pertumbuhan apakah akan jadi pasar yang besar dan terus berkembang.
Kedua, perusahaan akan melihat kemampuan beradaptasi dalam ketidakpastian pasar. Diversifikasi menjadi kunci, baik itu produk, model bisnis, atau pun segmen pelanggan. Kemudian kualitas pendiri harus mampu membangun tim yang lengkap dan solid.
"Terakhir, mempunyai model bisnis yang jelas serta efisien dalam penggunaan dana. Mampu memperhitungkan unit economics yang terukur dan return of investment dalam setiap pengeluaran," ujar William.
Sekretaris Jenderal Amvesindo Eddi Danusaputro mengatakan dalam pendanaan tak melulu menyasar investasi baru, melainkan juga fokus portofolio investasi yang sudah dilakukan (existing portofolio). PMV, kata Eddi, biasanya juga menyisihkan uang untuk membantu portofoliotersebut. "Kami harus bedakan antara membantu existing portofolio dan mencari new investment. Keduanya harus berjalan," ujar Eddi.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengatakan tren transformasi digital di semua lini membuat sektor ekonomi digital, termasuk e-commerce, menjadi investasi yang menarik.
<!--more-->
Menurut dia, sektor e-commerce secara khusus masih menarik bagi investor karena terlihat karena adanya kenaikan tren dari sisi penjual merchant maupun konsumen. Pada semester pertama tahun ini, ujar Bima, ada peningkatan transaksi sebesar dua kali lipat.
"Selain itu, secara horizontal perkembangan e-commerce juga sudah mencakup banyak sektor, selain marketplace C2C (consumer to consumer), B2C (business to consumer), B2B hingga B2G (business to government) juga marak," ujar Bima kepada Tempo.
Untuk menarik perhatian investor, ujar Bima, perusahaan e-commerce perlu melakukan inovasi, baik dari segi bisnis maupun teknologi. Dengan begitu, Bima mengatakan investor bisa bisa menggambarkan besarnya potensi bisnisnya di masa depan. "Karena dengan demikian, investor bisa memperhitungkan besaran dan hasil investasi yang perlu disetujui," ujar Bima.
Chief Marketing Officer (CMO) SiCepat Ekspres Wiwin Dewi Herawati mengatakan industri pengiriman ekpres sedikit diuntungkan selama pandemi karena perkembangan ekosistem e-commerce.
Namun, Wiwin berujar perusahaan tetap membuat prioritas penggunaan modal, antara lain untuk ekspansi bisnis dan menambah infrastruktur. "Selain itu, perusahaan juga harus memikirkan return of investment (RO)," kata dia.
Chief Executive Officer (CEO) Cashlez Tee Teddy Setiawan mengatakan salah satu cara untuk menjaga kepercayaan investor adalah dengan "go public" pada pertengahan tahun lalu. "Dengan go public, ini salah satu bentuk konkret untuk investor eksisting dan yang akan datang," kata dia. Selain itu, TEddy mengatakan perusahaan juga fokus pada diversifikasi produk, pertumbuhan, dan juga efisiensi biaya.
Baca: 12 Startup Selesaikan Accelerator Batch 7 GK-Plug and Play
LARISSA HUDA