Industri Tekstil Nasional Incar Turki, Gerbang Menembus Pasar Eropa

Rabu, 28 Oktober 2020 05:34 WIB

Pekerja menyelesaikan produksi kain sarung di Pabrik Tekstil Kawasan Industri Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat 4 Januari 2019. Kementerian Perindustrian menargetkan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) pada tahun 2019 mencapai 15 miliar dollar AS atau naik 11 persen dibandingkan target pada tahun 2018. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

TEMPO.CO, Jakarta - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berpotensi meningkatkan ekspor ke Turki. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa berujar pasar Turki menjadi salah satu tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia, misalnya saja produsen benang pintal (spun yarn) Indonesia. "Dan ini akan terus menjadi pasar penting untuk pasar produsen spun yarn Indonesia," ujar Jemmy, Selasa 27 Oktober 2020.

Meski begitu, Jemmy mengatakan produsen dalam negeri masih kesulitan masuk pasar Turki lantaran banyaknya hambatan perdagangan yang diterapkan, baik itu lewat atau pun non tarif. Pada 2008, Pemerintah Turki mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk impor semua bentuk synthetic yarns (spun yarn) dengan besaran US$ 0,23-US$0,40 per kilogram. Kebijakan itu telah diperpanjang kembali pada 2015 hingga 2020.

Adapaun tarif umum atau most favoured nations (MFN) tertinggi Turki saat ini adalah 12 persen berlaku untuk golongan barang pakaian dan aksesori pakaian, rajutan, atau kaitan dengan kode harmonized system (HS) 61; serta pakaian dan aksesori pakaian, bukan rajutan atau kaitan dengan kode HS 62. Adapun tarif terendah tarif terendah diterapkan untuk sutera atau HS 50 dan wol bulu hewan halus atau kasur, benang bulu kuda dan kain tenunan (HS 62), yaitu sebesar nol persen.

"Strategi yang dapat dilakukan Indonesia dalam hadapi IT-CEPA (Perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Turki ), menyamakan level playing field Indonesia melalui perbaikan aturan dan iklim industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia," ujar Jemmy.

<!--more-->

Advertising
Advertising

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan pelaku industri maupun pemerintah harus mampu mengatasi tren pengamanan perdagangan (trade remedis) yang akan terus dijalankan oleh pemerintah Turki. Menurut Redma, tak sedikit trade remedies yang diterapkan sebetulnya mengarah pada produk Cina yang membanjiri Turki. Namun, hal ini turut berdampak pada produk yang sama dari Indonesia.

"Menurut kami, tugas bersama yaitu supaya kita tak terbawa. Pasar Turki tak boleh lepas, apalagi terkena hambatan berupa BMAD karena bisa menurunkan daya saing yang lebih pesat," ujar Redma.

Direktur Sritex Group Abhay Agarwal berharap pemerintah bisa mempercepat penyelesaian perjanjian dagang dengan Turki dan harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan kelancaran ekspor tekstil ke sana. Menurut dia pasar Turki berpotensi karena industri tekstil menjadi kontributor utama ekonomi dan menjadi penyumbang produk domestik bruto (PDB) yang cukup besar.

Selain itu, negara tersebut juga menjadi tetangga sebelah negara-negara Eropa dan Rusia. Selain itu, Turki dapat menghemat biaya pengangkutan laut dan hemat waktu transit dengan peniriman cepat. "Semua faktor itu menambah daya saing Turki. Dengan demikian Turki menjadi pusat maufaktur tekstil terbesar yang menjadi gerbang untuk menembus pasar Eropa," ujar Abhay.

<!--more-->

Menurut dia, potensi pasar Turki bagi Indonesia masih terbuka. Hal ini terlihat dari pertumbuhan produk serat buatan dan benang yang mampu sekitar 3,55 persen selama lima tahun terakhir meskipun telah diberlakukan anti-dumping dan safeguard. Hal ini terjadi karena adanya faktor, misalnya produsen fiber dan spinners Indonesia jadi pemasok terpercaya.

"Selain itu, produk Indonesia memiliki kualitas benang yang konsisten yang mana produksi dalam negeri Turki tidak mampu memenuhi permintaan dari industri mereka," kata dia.

Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Marthin Kalit berujar Turki merupakan salah satu negara pengguna aktif trade remedies, dan masuk dalam sepuluh besar negara dengan jumlah penyelidikan terbanyak. Setidaknya ada 199 kasus dikenakan BMAD, 17 kasus dikenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), dan satu kasus dengan anti subsidi.

Pemerintah Turki juga piawai memanfaatkan kebijakan hambatan non tarif (non tariff measures atau NTM) untuk menghalau produk impor, termasuk tekstil. Sektor tekstl paling terdampak akibat instrumen ini karena sejumlah 792 post tarif telah dikenakan NTM, seperti persyaratanserfikasi, persyaratan melewati pelabuhan tertentu, pajak konsumsi, perizinan ekspor, dan lainnya. "Turki merupakan sepuluh besar negara di dunia yang paling sering NTM, yaitu 60,74 persen dari total impor," ujar Marthin.

Meski begitu, Marthin mengatakan pemerintah tengah meningkatkan ekspor produk tekstil ke Turki karena negara tersebut jadi mitra penting bagi industri tekstil dalam negeri untuk bisa masuk rantai pasok global.Untuk mendorong langkah itu, Marthin mengatakan pemerintah telah melakukan sejumlah pendekatan, salah satunya IT-CEPA.

"Pemerintah akan melakukan fokus pembinaan di sisi penawaran dengan menciptakan diferiensi produk testil berdaya saing dan memperkat market intelligence agar tidak langsung bersaing head to head dengan yang diproduksi Turki," ujar Marthin.

Baca: Pastikan Standar Mutu, Kemenperin Bikin SNI untuk Masker Kain

LARISSA HUDA

Berita terkait

Mendag Zulkifli Hasan Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 4,47 Miliar, Impor Barang Modal Laptop Anjlok

2 hari lalu

Mendag Zulkifli Hasan Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 4,47 Miliar, Impor Barang Modal Laptop Anjlok

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan klaim neraca perdaganga Indonesia alami surplus, ada beberapa komoditas yang surplus dan ada beberapa yang defisit.

Baca Selengkapnya

Indonesia Bahas Pengurangan Emisi Karbon di Hannover Messe 2024

3 hari lalu

Indonesia Bahas Pengurangan Emisi Karbon di Hannover Messe 2024

Pemerintah RI membahas langkah strategis mengurangi emisi karbon sektor industri di ajang pameran global Hannover Messe 2024 Jerman.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

3 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya

Nilai Rupiah Ditutup Menguat pada Perdagangan Akhir Pekan

4 hari lalu

Nilai Rupiah Ditutup Menguat pada Perdagangan Akhir Pekan

PT Laba Forexinfo Berjangka Ibrahim Assuaibi mencatat, mata uang rupiah ditutup menguat dalam perdagangan akhir pekan.

Baca Selengkapnya

LPEI dan Diaspora Indonesia Buka Akses Pasar UKM Indonesia ke Kanada

5 hari lalu

LPEI dan Diaspora Indonesia Buka Akses Pasar UKM Indonesia ke Kanada

Kolaborasi LPIE dengan institusi pemerintahan membawa mitra binaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) LPEI untuk pertama kalinya menembus pasar ekspor ke Kanada.

Baca Selengkapnya

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

5 hari lalu

Ekspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 naik 16,40 persen dibanding Februari 2024. Namun anjlok 4 persen dibanding Maret 2023.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

5 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

6 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Indonesia Targetkan Nilai Ekspor Kopi ke Mesir Tahun Ini Tembus Rp 1,5 Triliun

6 hari lalu

Indonesia Targetkan Nilai Ekspor Kopi ke Mesir Tahun Ini Tembus Rp 1,5 Triliun

Atase Perdagangan Kairo, M Syahran Bhakti berharap eksportir kopi Indonesia dapat memenuhi permintaan dari Mesir pada 2024 ini di atas Rp 1,5 triliun.

Baca Selengkapnya

Demi Lobster Kawan Vietnam

6 hari lalu

Demi Lobster Kawan Vietnam

Pemerintah membuka kembali keran ekspor lobster dengan syarat para pengusaha membudidayakannya di sini atau di Vietnam-tujuan utama ekspor lobster.

Baca Selengkapnya