Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi bertajuk "Digital Transformation For Indonesian Economy: Finding The New Business Models" di Hotel Kempinski, Jakarta pada Rabu, 11 Maret 2020. (Foto: Norman Senjaya)
TEMPO.CO, Jakarta -Bank Indonesia (BI) sudah menginjeksi likuiditas ke perbankan mencapai Rp 667,6 triliun salah satunya untuk meningkatkan realisasi kredit, namun permintaan dari dunia usaha masih rendah karena persepsi risiko dari perbankan meningkat akibat pandemi Covid-19.
“Berbagai pengaruh pembatasan karena Covid, ekonominya belum tumbuh positif, itu mempengaruhi pertumbuhan permintaan kredit dari dunia usaha,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Selasa, 13 Oktober 2020.
Adapun rincian injeksi likuiditas atau quantitative easing oleh Bank Indonesia ini hingga 9 Oktober 2020 bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp 155 triliun dan ekspansi moneter Rp 496,8 triliun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya mencatat realisasi kredit per Agustus 2020 mencapai Rp 5.522 triliun atau turun 1,04 persen jika dibandingkan posisi Juli 2020 mencapai Rp 5.536 triliun.
Gubernur BI menambahkan realisasi kredit perbankan kembali menurun sebesar 0,12 persen pada September 2020.
Sementara itu masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya di bank yang ditunjukkan dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) per Agustus 2020 mencapai Rp 6.488 triliun atau naik 11,64 persen dibandingkan Juli 2020 mencapai Rp 6.308 triliun. <!--more--> “Pada Agustus (tumbuh) menjadi 12,88 persen didorong sejumlah faktor termasuk pendapatan masyarakat golongan menengah atas dan ekspansi operasi keuangan pemerintah,” katanya.
Perry Warjiyo berharap percepatan realisasi anggaran pemerintah termasuk kontribusi BI mendanai dan menanggung beban dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akan mendorong permintaan masyarakat termasuk dunia usaha terhadap kredit perbankan.
Program restrukturisasi kredit termasuk kepada UMKM berupa kelonggaran angsuran pokok dan bunga yang kini terus digenjot oleh OJK juga diharapkan mendorong permintaan kredit karena beban pelaku usaha diringankan karena kualitas kredit dianggap lancar.
Begitu juga perbankan yang tidak perlu menambah cadangan modalnya karena adanya program restrukturisasi kredit tersebut.
“Ke depan ekspansi moneter BI serta percepatan realisasi anggaran pemerintah dan kemajuan program restrukturisasi perbankan oleh OJK diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit oleh perbankan,” katanya.