Risiko Deflasi Berturut-turut: Ekonomi Melemah, Resesi hingga Depresi Ekonomi
Reporter
Bisnis.com
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 1 Oktober 2020 14:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan deflasi kembali terjadi pada Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2020, yaitu sebesar 0,05 persen secara month-to-month (mtm). Ini deflasi tiga kali berturut-turut sejak Juli 2020, .
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan deflasi terjadi karena adanya penurunan beberapa harga komoditas pangan. Sementara itu, dari sisi permintaan, konsumsi masyarakat juga masih rendah sehingga produsen mengalami kelebihan pasokan di pasar.
"Jika deflasi terus terjadi secara kontinu maka dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi hingga kuartal IV akan mengalami tekanan khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi," katanya kepada Bisnis, Kamis 1 September 2020.
Deflasi yang terjadi selama 3 bulan secara berturut-turun menunjukkan ancaman resesi ekonomi semakin nyata pada kuartal III/2020.
Dari sisi permintaan, daya beli masyarakat terlihat terus menurun. Hal ini terlihat dari pergerakan inflasi inti yang turun, baik secara bulanan maupun tahunan. Sejak Maret 2020, inflasi inti sudah menunjukkan tren yang menurun.
<!--more-->
Tidak hanya mengancam resesi, menurut Bhima, deflasi yang terjadi secara berkelanjutan juga akan mengancam pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat tahun ini.
Bhima mengatakan deflasi yang cukup dalam juga merupakan salah satu indikator akan terjadinya depresi ekonomi.
Kondisi deflasi ekonomi yang berkelanjutan menunjukkan harga barang di pasar tidak naik, justru sebaliknya harga barang terus menurun.
"Tahun 1930 ketika terjadi depresi besar indikator utamanya adalah deflasi yang berkepanjangan," katanya.
Baca juga: Bank Indonesia Prediksi Harga Ayam dan Telur Sumbang Deflasi September 2020