Laba Bersih Ramayana Jeblok 99,1 Persen jadi Rp 5,36 Miliar di Semesteri I 2020
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 10 September 2020 07:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. mencatat laba bersihnya jeblok hingga 99,1 persen selama semester pertama tahun 2020 ini menjadi Rp 5,36 miliar. Sementara pada periode yang sama tahun 2019, laba perusahaan mencapai Rp 589,83 miliar.
Di semester pertama tahun 2020, perusahaan dengan kode saham RALS ini membukukan penjualan kotor sebesar Rp 2,2 triliun. Angka ini turun 58,3 persen dari pencapaian Rp 5,27 triliun pada semester pertama tahun 2019.
Dari angka perolehan di semester pertama ini, penjualan kotor khusus pada kuartal kedua tahun 2020 menyumbang penurunan terbesar yakni sebanyak 77,5 persen. Penjualan melorot di antaranya terimbas dari penutupan gerai, pembatasan jam operasional gerai, serta menurunnya daya beli masyarakat.
Fenomena ini berbeda dibanding pada kuartal kedua di masa-masa sebelumnya yang merupakan periode sangat krusial bagi Ramayana. Sebab, di kuartal kedua ada musim lebaran yang biasanya berkontribusi sangat besar terhadap penjualan dan laba Perseroan.
Lebih lanjut, manajemen menjelaskan bahwa total biaya operasional RALS pada kuartal kedua turun sebesar 52,9 persen menjadi Rp 256 miliar, dari Rp 543 miliar pada kuartal kedua tahun lalu.
Walhasil, total laba kotor yang diperoleh perseroan pada semester pertama tahun ini hanya sebesar Rp 613,73 miliar atau mencerminkan marjin laba kotor 28 persen. Laba kotor itu turun 60,9 persen dari angka periode serupa tahun lalu sebesar Rp 1,57 triliun yang mencerminkan marjin laba kotor 29,8 persen.
<!--more-->
“Penurunan marjin laba kotor tersebut disebabkan oleh meningkatnya kontribusi penjualan supermarket dengan marjin laba kotor yang lebih rendah,” seperti dikutip dari siaran pers perusahaan, Selasa, 8 September 2020.
Secara umum perusahaan menyebutkan penyebab laba tergerus adalah adanya pandemi Covid-19 yang berimbas pada penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam rilisnya, Ramayana menyebutkan telah menutup sementara 94 gerainya dari akhir bulan Maret karena ada PSBB tersebut. “Pembukaan kembali gerai Ramayana yang prospektif dan di daerah non-PSBB dilakukan secara bertahap sejak pertengahan bulan April, dan sampai dengan tanggal 30 Juni, Ramayana telah mengoperasikan kembali 105 gerai dari total 118 gerai,” tulis manajemen dalam keterangan persnya.
Di sisi lain, pembatasan jam operasional gerai, terutama gerai yang terletak di mal dan pusat perbelanjaan, serta menurunnya daya beli masyarakat akibat berkurangnya pendapatan dan Pemutusan Hubungan Kerja juga atau PHK turut berdampak negatif terhadap performa perseroan sepanjang semester pertama tahun 2020.
Berdasarkan rilis pers yang diterima usai paparan publik, Selasa lalu itu, manajemen emiten berkode saham RALS tersebut mengakui pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal bulan Maret lalu telah berdampak sangat signifikan terhadap kegiatan operasional perseroan. Khususnya pada kinerja perusahaan di kuartal kedua tahun ini.
Untuk menindaklanjuti penurunan penjualan dan laba kotor, perseroan mengambil langkah untuk melakukan kontrol ketat dan efisiensi terhadap biaya operasional secara menyeluruh, termasuk upaya untuk mendapatkan keringanan biaya sewa dari pihak developer.
BISNIS
Baca: Ramayana Depok PHK 87 Karyawan, Aprindo: Corona Timbulkan Anomali