Kritik Serapan Anggaran Minim, Sri Mulyani Singgung Soal Menteri Baru
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 20 Agustus 2020 05:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan salah satu tantangan pemerintah dalam melakukan penyerapan anggaran, khususnya untuk penanganan Covid-19, adalah adanya beberapa menteri baru dan belum terbiasa dengan birokrasi di pemerintahan.
"Awalnya saya berpikir bahwa semua menteri seperti saya yang sudah mengetahui birokrasi, yang sudah mengetahui kebijakan, dan dokumen anggaran. Tapi sebagian menteri benar-benar baru," ujar Sri Mulyani dalam konferensi video, Rabu, 19 Agustus 2020.
Bahkan, kata Sri Mulyani, beberapa menteri ada yang belum pernah sama sekali bekerja di pemerintahan. Dengan kondisi tersebut dan Covid-19 menghantam, mereka pun dituntut untuk mengubah anggaran kementeriannya, ada anggaran yang harus dipotong dan direalokasi atau direprioritisasi, serta ada pula kementerian yang mendapatkan alokasi anggaran anyar untuk prioritas yang baru.
Kondisi tersebut, kata Sri Mulyani, menjadi tantangan yang harus ditangani. Sementara, saat pandemi melanda,pemerintah pun harus bekerja dari rumah. "Kalau tidak bekerja di rumah mungkin bisa bekerja di kantor 24 jam dalam sepekan dan bisa berdiskusi dengan staf, tidak hanya lewat video," ujarnya.
Karena itu, Sri Mulyani mengatakan pagebluk ini menjadi tantangan yang sagat menguji pemerintahan di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Pasalnya, hampir semua negara mengalaminya.
Dalam situasi ini, ia pun mengatakan bahwa pemerintah harus melihat sangat detail program yang akan dijalankannya, mulai dari langkah apa yang akan dilakukan, siapa targetnya, dan sesegera mungkin mengimplementasikannya.
"ini adalah waktunya menteri-menteri bekerja dengan sangat detail. Melihat dengan sangat mikro, apa yang akan dilakukan dalam kondisi seperti ini," ujar Sri Mulyani.
<!--more-->
Selain soal menteri yang masih baru, Sri Mulyani mengatakan kendala dalam penyerapan anggaran penanganan Covid-19 adalah perkara data. Ia mengatakan pemerintah harus memastikan bahwa anggaran yang telah disiapkan tersebut bisa mengalir secara tepat.
"Menyiram uang kepada masyarakat atau ekonomi tidak seperti menyiram toilet. Anda harus menyiram, lalu seseorang akan mengauditnya. Jadi harus bisa memastikan siapa sasarannya, apakah ada nama, alamat, atau nomor rekening penerimanya," ujar Sri Mulyani.
Pemerintah, kata dia, juga harus memastikan apakah bantuan itu sampai di tangan orang yang berhak menerima bantuan tersebut. Sehingga, semua itu berkaitan dengan data yang dimiliki pemerintah.
Selain soal data yang harus termutakhir, kata Sri Mulyani, tantangan juga ada pada sistem penyaluran anggaran tersebut. Apakah dana itu akan disalurkan melalui perbankan, pos, atau melalui bentuk sembako. Ia mengatakan pemerintah sudah banyak mendiskusikan pelbagai bentuk kebijakan dalam tiga bulan terakhir.
"Awalnya kami mau melakukan ini atau itu, tapi kemudian datanya seperti itu, maka kita harus mengubah atau memodifikasi kembali desain kebijakan tersebut menyesuaikan dengan situasi," ujar Sri Mulyani.
Hingga 6 Agustus 2020, realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional baru mencapai Rp 151,25 triliun atau 21,8 persen dari keseluruhan pagu anggaran Rp 695,2 triliun. Masalah penyerapan anggaran sempat menjadi sumber kemarahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada para menterinya. Jokowi meminta jajarannya untuk bisa memacu penyerapan anggaran tersebut.
Baca juga: Uang Baru Peringatan Kemerdekaan RI ke-75, Sri Mulyani: Dicetak 75 Juta Lembar