Krisis Disebut Saat yang Tepat untuk Menabung Saham, Mengapa?
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 6 Agustus 2020 15:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perencana keuangan dari Finansia Consulting, Eko Endarto, mengatakan krisis merupakan waktu yang tepat bagi masyarakat untuk menabung saham. Menurut dia, pada masa krisis, harga saham umumnya akan menurun bahkan jatuh sehingga ditawarkan di bawah harga wajar.
"Tujuannya ini untuk konsentrasinya jangka panjang sebagai alternatif untuk mendapatkan keuntungan di masa mendatang," tutur Eko saat dihubungi pada Kamis, 6 Agustus 2020.
Apalagi, menurut dia, posisi saham yang turun saat ini, pada masa mendatang bakal kembali moncer. Eko lalu menyarankan masyarakat memilih saham bluechip atau saham di perusahaan-perusahaan besar yang teruji likuid. "Yang bluechip aja sudah diskon banyak, jadi kenapa harus ambil yang berisiko," kata Eko.
Namun, Eko menyarankan, dana yang digunakan untuk menabung saham sebaiknya merupakan dana yang memang ditujukan untuk investasi. Ia mengimbau masyarakat tidak memakai pos-pos lain seperti dana darurat, bahkan mengutang untuk membeli saham.
Sebab, tutur Eko, di masa krisis, masing-masing orang harus bisa menyelamatkan kondisi pribadi dengan menyimpan uang tunai yang cukup. Di samping itu, masyarakat harus memiliki dana darurat.
<!--more-->
Sebelumnya Komisaris PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Patria Sjahrir menyarankan kelompok milenial yang memiliki tabungan atau uang dingin yang tak digunakan sekitar Rp 5 juta untuk mulai berinvestasi di pasar saham. Investasi ini bisa ditempatkan lebih dulu ke saham perusahaan-perusahaan besar atau blue chip yang portofolionya sudah moncer.
"Menurut saya, beli saja saham blue chip dari perusahaan yang sering Anda pakai. Misalnya kalau telepon pakai provider apa, Telkomsel atau XL atau lainnya saya tidak bisa sebut, ya tanamkan di sana," kata Pandu, Kamis, 6 Agustus 2020.
Selain perusahaan telekomunikasi, milenial bisa melakukan investasi dengan menempatkan dananya di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kuliner atau transportasi. Bisa juga, tutur dia, di perusahaan yang memproduksi emas.
Namun, kata Pandu, milenial harus lebih dulu melihat laporan keuangan perusahaan sebelum menanam modal. "Dilihat, kalau ada pandemi bisa bertahan atau tidak," ujarnya.
Milenial juga mesti mempelajari rekam jejak perusahaan beserta bibit, bebet, dan bobotnya. Di samping memilih saham blue chip, ia menyarankan milenial mulai melakukan diversifikasi di beberapa perusahaan yang likuid.