Rekam Kinerja Asabri yang Dirutnya Baru Diganti oleh Erick Thohir
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 6 Agustus 2020 10:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir resmi mencopot Sonny Widjadja dari kursi Direktur Utama PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri pada 4 Agustus 2020. Sonny yang telah menjabat di perusahaan negara sejak 29 Maret 2016 itu digantikan oleh Wahyu Suparyono.
“Kami mengucapkan terima kasih atas dedikasi dan kontribusi kinerja Bapak Sonny Widjaja yang telah diberikan kepasa PT Asabri, dan menyambut baik Bapak Wahyu Suparyono dengan harapan dapat membawa kemajuan bagi PT Asabri,” kata Sekretaris Perusahaan Asabri Marizal Chaidir dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 5 Agustus 2020.
Erick telah melakukan perombakan pada kursi pimpinan Asabri sejak Januari lalu. Sebelum Sonny, dia lebih dulu memberhentikan Herman Hidayat dan Rony Hanityo Apriyanto dari jabatan Direktur Asabri.
Di masa kepemimpinan Sonny, Asabri terkuak mengalami kinerja keuangan yang negatif akibat jebolnya investasi. Berbarengan dengan ribut-ribut saham gorengan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), investasi Asabri dianggap turut memicu potensi gagal bayar klaim dari pemegang polis perusahaan.
Kabar adanya gagal bayar meruak pada 10 Januari lalu. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD kala itu mengungkapkan bahwa dia telah memperoleh informasi tentang masalah-masalah di Asabri.
"Saya mendengar isu korupsi di Asabri yang mungkin tidak kalah fantastisnya dengan Jiwasraya, di atas Rp 10 triliun gitu," tutur Mahfud.
Sebetulnya, persoalan di Asabri telah terbaca oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK sejak 2017. Hitungan awal auditor negara menaksir potensi kerugian investasi Asabri yang mengalihkan penanaman modalnya dari deposito ke penempatan saham langsung dan reksa dana sejak 2013, bisa mencapai Rp 16 triliun.
<!--more-->
Di tahun itu, penempatan dana Asabri di portofolio saham mencapai Rp 5,34 triliun dan reksa dana Rp 3,35 triliun. Sisa investasi mereka yang paling likuid ketika dibutuhkan tinggal Rp 2,02 triliun.
Adapun berdasarkan audit BPK, Asabri kedapatan membeli saham bodong senilai Rp 802 miliar. Perseroan juga disinyalir membeli dua saham gorengan, yakni milik PT Eureka Prima Jakarta senilai Rp 203,9 miliar dan PT Sugih Energy Tbk (SUGI) senilai Rp 425 miliar.
Ada pula pelepasan 12 saham non-blue chip senilai Rp 1,062 triliun ke reksa dana afiliasi yang diduga bertujuan mengerek keuntungan akhir tahun.Selain itu, BPK menyoroti pembelian lahan ribuan kaveling tanpa sertifikat senilai Rp 732 miliar.
Di samping BPK, Ombudsman diam-diam mempelajari pola penempatan dana perseroan ke beragam portofolio. Tim bentukan Ombudsman mulai membedah keuangan Asabri pada 2019. Pemeriksaan oleh lembaga negara pengawas pelayanan publik ini mengendus lemahnya pengawasan investasi di Asabri. Praktik menggoreng hingga menggadaikan saham ditengarai mulai terjadi pada 2013-2014, sebelum Sonny menjabat sebagai bos perusahaan.
Temuan Ombudsman menunjukkan sebaran investasi di Asabri penuh ketidakwajaran meski banyak di antaranya yang ditempatkan di perusahaan milik negara. Dari porsi itu, investasi yang menghasilkan laba dari kenaikan harga saham justru berada di perusahaan pelat merah yang kinerjanya tidak moncer. Kala itu, Asabri menikmati kenaikan harga PT Indofarma (Persero) Tbk yang mencapai 307,2 persen dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk sebesar 43,2 persen.
Merujuk pada temuan Ombudsman, dugaan praktik lancung dalam pengelolaan dana Asabri di saham-saham non-likuid menggeliat pada awal 2014. Sebelum itu, Asabri hanya berinvestasi saham Rp 56 miliar di segelintir perusahaan. Tepat saat kasus Jiwasraya meledak, permainan investasi di Asabri ikut 'game over'.
Pada 2019, Asabri mencatatkan risk based capital (RBC) -571,17 persen dan jumlahnya diperkirakan akan membengkak pada 2020 menjadi -643,49 persen. Hal tersebut terjadi karena liabilitas perseroan senilai Rp36,94 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan total aset senilai Rp 30,84 triliun.
Asabri pun menorehkan unrealized loss investasi saham dari program Tunjangan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKm) senilai Rp 4,84 triliun. Hasil investasi perseroan secara keseluruhan pada 2019 pun tercatat negatif Rp 4,94 triliun.
MAJALAH TEMPO