Faisal Basri Ingatkan 4 Hal Guna Perbaiki Kemudahan Berusaha
Reporter
Eko Wahyudi
Editor
Kodrat Setiawan
Senin, 27 Juli 2020 17:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyoroti empat hal yang harus dibenahi pemerintah dalam meningkatkan kemudahan berusaha (ease of doing business). Adapun empat hal tersebut adalah enforcing contracts, starting a business, registering property dan trading accross borders.
"Jadi saya rasa kita enggak perlu omnibus law (cipta kerja), tidak perlu undang-undang investasi yang baru kalau sekedar menangani ease of doing business. Selesaikan saja yang empat ini, selesai semua," kata Faisal dalam diskusi virtual, Senin, 27 Juli 2020.
Dia mengapresiasi pencapaian pemerintah yang dapat meningkatkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia menjadi peringkat 73 dunia. Walakin, jika dibanding dengan negara ASEAN lainnya, kemudahan berusaha Indonesia masih di bawah lima negara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Vietnam.
Selain itu, Faisal mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi keliru jika menganggap investasi Indonesia buruk. Menurutnya, investasi Indonesia tidak ada masalah serius. Malah yang jadi masalah, kata dia, adalah soal korupsi, birokrasi, pemerintahan yang tidak efisien dan lain sebagainya.
Ia menyebut, pertumbuhan investasi memang menurun setiap tahun pemilu. Misalnya, ketika tahun 2014 dan 2019. Hal ini karena pengusaha masih menunggu dan memantau orang-orang yang akan mengisi jajaran kabinet selanjutnya.
Namun, kata Faisal, jika dilihat pertumbuhan investasi Indonesia terbilang tak jelek. Kemudian, jika dilihat sebaran investasi terhadap produk domestik bruto (PDB), Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara berpendapatan menengah bawah maupun menengah atas.
<!--more-->
"Kita sudah menengah atas dan di era Jokowi kita lihat share investasi terhadap PDB ini tertinggi sepanjang sejarah jadi Pak Jokowi menafikan sendiri keberhasilannya," ucap dia.
Kendati demikian, Faisal mengatakan, kualitas investasi Indonesia terbilang buruk. Sebab, investasi Indonesia lebih banyak mengarah ke pembangunan atau sektor konstruksi. Berdasarkan catatan Bappenas, dalam kurun waktu 2007 - 2016 sekitar 75 persen investasi Indonesia lebih banyak ke bangunan dan konstruksi, sisanya untuk mesin dan peralatan.
Faisal pun meminta pemerintah dapat berkaca dengan sejarah investasi negara lain. "Kurun waktu 2007-2016 (negara lain) investasi mesin dan peralatan lebih tinggi. Kita cuma 20 persen dari total investasi. Afrika Selatan dua kali lipat dari kita, Meksiko 2,5 kali lipat (dari kita). Sementara Thailand, Malaysia dan Filipina 3 kali lipat dari kita," ucap Faisal.
Pada 12 Februari lalu, untuk menggenjot kenaikan peringkat kemudahan berbisnis itu, Jokowi menyebutkan ada sejumlah hal untuk menjadi fokus pembenahan pemerintah.
Jokowi menyebutkan masalah utama yang harus dibenahi adalah prosedur dan waktu yang harus disederhanakan. Dia menilai prosedur di Indonesia masih tergolong ruwet dan membutuhkan waktu lama.
Ia mencontohkan saat ini di Indonesia untuk memulai usaha membutuhkan 11 prosedur yang akan memakan waktu 13 hari. Sementara itu di Cina hanya perlu 4 prosedur dalam 9 hari.
Jokowi juga meminta Menko Perekonomian dan BKPM membuat dashboard monitoring dan evaluasi secara berkala sehingga dapat memastikan perbaikan di beberapa komponen yang masih bermasalah.
EKO WAHYUDI I BISNIS