Gaduh Restrukturisasi Pertamina, Energy Watch: Nasionalisme Palsu
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Minggu, 26 Juli 2020 17:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch Ferdinand Hutahaean menduga terdapat pelbagai pihak yang berpura-pura membela negara dengan menghambat program retrukturisasi PT Pertamina (Persero). Ungkapan itu dinyatakan untuk menanggapi adanya gugatan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) terhadap Menteri Erick Thohir karena program restrukturisasi tersebut.
"Saya harus sampaikan ada nasionalisme palsu dan patriotisme palsu yang bermain di sini. Ada kelompok masyarakat yang kesannya seolah-olah ingin membela negara, membela konstitusi, tapi justru aktivitas mereka buat republik tidak maju-maju," tutur Ferdinand dalam diskusi virtual, Ahad, 26 Juli 2020.
Politikus Partai Demokrat itu mengatakan restrukturisasi perusahaan minyak negara merupakan rencana yang dirancang pemerintah agar perseroan dapat mengembangkan sayap bisnisnya. Dia menyebut pemerintah tidak akan menjerumuskan perusahaan ke jurang kerugian.
Mantan anggota DPR ini pun mengklaim tidak menemukan satu pun indikasi bahwa program restrukturisasi bakal membuat bisnis Pertamina mundur atau berpotensi menimbulkan kebuntungan besar. "Kalau ada yang merasa negara rugi, saya lihat belum ada," katanya.
Musababnya, restrukturisasi merupakan pekerjaan yang penuh risiko. Sehingga, kata dia, pemerintah tidak akan mungkin mengambil jalan yang menantang seumpama buntutnya akan merugikan negara.
<!--more-->
"Tidak ada satu pun pemerintah yang ingin perusahaannya rugi. Tapi banyak negara yang memperalat warga lain untuk menghambat bisnis perusahaan (pelat merah) agar tergantung dengan asing," katanya.
Lebih lanjut, ihwal gugatan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu terhadap Erick Thohir, Ferdinand menyatakan langkah itu merupakan sikap yang imajinatif lantaran tidak memiliki dasar yang jelas. Menurut dia, poin-poin gugatan yang diajukan serikat pekerja belum dilaksanakan oleh perusahaan dan masih sebatas rencana.
Ferdinand pun melihat adanya potensi gugatan balik oleh Erick Thohir kepada pihak penggugat. Erick, tutur dia, bisa saja melayangkan gugatan dengan dalil penyebaran hoaks atas adanya pernyataan yang menuding dirinya merugikan negara.
FSPPB Pertamina sebelumnya menggugat Erick Thohir atas dugaan melawan hukum. Erick dianggap mengeluarkan keputusan sepihak yang merugikan karyawan serta telah melakukan peralihan aset serta keuangan negara yang dikelola perusahaan minyak negara.
Kepala Bidang Media FSPPB Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, pada Juni 2020 lalu, Erick Thohir menerbitkan keputusan tentang pemberhentian, perubahan nomenklatur jabatan, pengalihan tugas dan pengangkatan Direksi Pertamina. Keputusan itu diikuti dengan Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar Pertamina yang ditandai dengan pembentukan lima subholding Pertamina.
“Sebagai perwakilan seluruh sekerja di lingkungan Pertamina, FSPPB tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 22 Juli 2020.
Padahal menurut dia, penggabungan, peleburan, pengambil-alihan serta perubahan bentuk badan hukum perseroan terbatas wajib memperhatikan kepentingan karyawan yang diwakili serikat pekerja.
<!--more-->
Sementara itu Pengurus Bidang Hubungan Industrial dan Hukum FSPPB, Dedi Ismanto, menerangkan keputusan Erick tidak hanya merugikan pekerja karena jabatan. Namun, hak, kewajiban dan status kepegawaian yang berubah.
Keputusan itu juga mengakibatkan peralihan keuangan, dan aset-aset negara yang sebelumnya dikuasai Pertamina berubah kedudukannya dikuasai anak-anak perusahaan alias subholding. “Dan yang sangat mengkhawatirkan, anak-anak perusahaan Pertamina itu akan diprivatisasi atau denasionalisasi dalam waktu dekat ini,” ujar Dedi.
Gugatan dilayangkan melalui sistem daring ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 20 Juli 2020. Firma Hukum Sihaloho & Co ditunjuk sebagai pembela serikat pekerja Pertamina.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA