Pemegang Lisensi Pizza Hut di AS Bangkrut, Bagaimana Nasib di RI?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 3 Juli 2020 06:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemegang lisensi waralaba restoran Pizza Hut terbesar di Amerika Serikat, NPC International Inc., mengajukan kebangkrutan karena makin sengitnya persaingan bisnis di masa pandemi virus Corona.
Perusahaan tersebut mengajukan proteksi kebangkrutan Chapter 11 di pengadilan Distrik Selatan Texas pada hari Rabu kemarin, 1 Juli 2020. NPC, yang didirikan pada tahun 1962 mengoperasikan 1.227 outlet Pizza Hut dan 393 toko Wendy’s di seluruh AS.
NPC dan Pizza Hut tengah berjuang di tengah meningkatnya biaya tenaga kerja dan makanan sambil mencoba memperluas jangkauan layanan pengiriman. Perusahaan yang berbasis di Overland Park, Kansas tersebut juga tengah menghadapi persaingan ketat dari sejumlah restoran lain seperti Domino's Pizza Inc. dan Papa John's International Inc.
Adapun NPC memiliki beban utang senilai US$ 903 juta. Perusahaan tersebut telah melakukan pra-negosiasi perjanjian restrukturisasi dengan 90 persen kreditur tingkat pertama dan 17 persen kreditur tingkat kedua.
Namun pengajuan kebangkrutan ini bukan berarti Pizza Hut dan Wendy gulung tikar. NPC dapat terus beroperasi sambil menyusun rencana untuk membayar utang dan merombak bisnis. Kebangkrutan ini juga tidak mempengaruhi ribuan gerai Pizza Hut dan Wendy lainnya yang dimiliki oleh pemegang waralaba lain.
Berdasarkan kesepakatan dengan para krediturnya, NPC akan mulai menjual restoran Wendy dalam beberapa hari mendatang. Sementara itu, perusahaan memiliki waktu hingga 24 Juli untuk membuat kesepakatan dengan kreditur lain dan Pizza Hut sendiri mengenai cara restrukturisasi bisnis pizza NPC.
Jika mereka tidak dapat mencapai kesepakatan, NPC akan mencoba menjual sejumlah restoran Pizza Hut, menurut garis besar restrukturisasi yang diajukan ke pengadilan.
"Meskipun pengajuan Chapter 11 NPC telah direncanakan, kami melihatnya sebagai kesempatan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik untuk restoran Pizza Hut yang dipegang NPC," kata juru bicara Pizza Hut dalam e-mail, seperti dikutip Bloomberg.
Lalu bagaimana dampaknya terhadap pergerakan saham PT Sarimelati Kencana Tbk. yang merupakan pemegang lisensi waralaba restoran Pizza Hut di Indonesia?
<!--more-->
Berdasarkan data Bloomberg, harga saham emiten berkode saham PZZA tersebut sontak melemah sejak awal perdagangan. Hingga penutupan pasar sesi I kemarin, Kamis, 2 Juli 2020, harga saham PZZA sudah melorot 2,5 persen atau 20 poin ke level Rp 780.
Sepanjang tahun berjalan atau year-to-date, saham PZZA sudah melemah 30,67 persen. Saham PZZA sebenarnya sudah mendapatkan katalis positif dari pembukaan tenant di pusat perbelanjaan pada pertengahan Juni lalu.
Direktur Sarimelati Kencana Jeo Sasanto menegaskan bahwa masalah yang terjadi di tubuh NPC international Inc sejak awal tahun 2020 sama sekali tidak berhubungan dan tidak berdampak dengan bisnis PZZA di Indonesia.
“NPC International Inc yang diisukan bangkrut adalah salah satu dari beberapa franchise di Amerika. Jadi bukan headquarter atau franchisor Pizza Hut,” kata Jeo ketika dihubungi, Kamis, 2 Juli 2020.
Ia menerangkan bahwa franchisor atau pemilik hak waralaba Pizza Hut adalah Yum Brands Inc. yang juga sekaligus adalah pemilik brand Taco Bell & KFC. Yum Brands Inc. sebagai pemilik brand Pizza Hut dinilai memang memiliki banyak franchisee di seluruh dunia yang berbeda kepemilikan dan performa kinerja keuangannya.
“Secara umum, bisnis Pizza Hut di AS memang sedang mengalami perlambatan pertumbuhan. Tetapi di beberapa bagian dunia lainnya sedang mengalami pertumbuhan yang pesat terutama di Asia dan Afrika, termasuk di Indonesia,” ucap Joe.
Sebagai gambaran, kinerja emiten restoran tersebut memang terimbas pandemi Covid-19 pada semester pertama tahun ini. Hal ini terlihat dari laporan keuangan kuartal 1/2020 yang mana perusahaan mencatatkan penurunan laba bersih 84,95 persen secara tahunan meskipun pendapatannya bertumbuh 5,91 persen secara tahunan.
Sementara itu, perseroan masih berbelas kasih memberikan dividen tunai kepada pemegang sahamnya sebesar Rp 90,02 miliar. Angka ini setara 45 persen dari total laba komprehensif untuk tahun buku 2019.
BISNIS