Gubernur BI Jelaskan Beda Cetak Uang dengan Quantitative Easing

Kamis, 30 April 2020 16:04 WIB

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil rapat dewan gubernur BI bulan Januari 2020 di Jakarta, Kamis 23 Januari 2020. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan perbedaan antara cetak uang dengan kebijakan pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing. Hal itu merespons pertanyaan anggota komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Ramson Siagian.

Menurut Perry, quantitative easing dan mencetak uang merupakan hal yang berbeda. "Kalau pencetakan uang itu bank sentral menambah uang yang beredar. Tapi tidak mampu (menyerap) nanti kalau kelebihan likuiditas" kata Perry dalam rapat virtual dengan Komisi XI DPR, Kamis, 30 April 2020.

Dia mencontohkan saat ada Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI. Saat itu bank sentral mengedarkan uang dengan membeli surat utang pemerintah. Surat utang pemerintah itu kemudian tidak bisa ditukar atau tradable. Suku bunganya mendekati 0 persen.

Karena tidak tradable, kata Perry, saat inflasi naik, bank sentral tidak bisa menggunakan SUP untuk menyerap likuiditas.

"Itu kenapa di 1998-1999 inflasinya 67 persen. Itu yang disebut pencetakan uang. Beda dengan yang kami lakukan sekarang. Ini adalah operasi moneter dalam mengelola likuiditas di perbankan supaya cukup. Kalau sekarang kurang, kami tambah," kata Perry.

Hingga saat ini, menurutnya, BI telah menerapkan quantitative easing sebesar Rp 503,8 triliun.

Dia menuturkan dalam kaidah kebijakan moneter, jika likuiditas kurang, maka bank sentral menambah likuiditas di perbankan. Caranya di dalam operasi moneter, BI meningkatkan likuiditas. Antara lain, menurunkan Giro Wajib Minimum atau GWM.

Perry mengatakan GWM diturunkan 2 persen dari sebelumnya 5,5 persen. Saat GWM turun 2 persen, maka likuiditas di perbankan naik 2 persen dan bertambah Rp 102 triliun.

Cara kedua meningkatkan likuiditas, BI memberikan fasilitas kepada bank yang punya kebutuhan likuiditas. Bank tersebut bisa datang ke BI membawa SBN, lalu di-repokan atau diganti.

Selain itu, BI membeli SBN dari pasar sekunder yang dijual asing. "BI mendapatkan SBN, kemudian BI menaruh likuiditas di perbankan. Inilah praktik-praktik dalam kaidah-kaidah moneter. Esensinya, beda dengan pencetakan uang," ujarnya.

HENDARTYO HANGGI

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

17 jam lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

19 jam lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

1 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

3 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

4 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

4 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

4 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

5 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

5 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

5 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya