Perpu Penanganan Corona, Lembaga Keuangan Berpotensi Kebal Hukum

Rabu, 1 April 2020 10:00 WIB

Presiden Jokowi mengikuti KTT Luar Biasa G20 bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dari Istana Bogor, Kamis, 26 Maret 2020. KTT ini digelar secara virtual untuk menghindari penularan virus corona. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Perintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Virus Corona, kemarin, 31 Maret 2020. Pasal 27 Perpu itu menunjukkan bahwa lembaga keuangan berpotensi kebal hukum lantaran tidak bisa dituntut, baik secara pidana maupun perdata.

Adapun lembaga keuangan yang dimaksud adalah seluruh anggota dan sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan. Kemudian, pihak Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dan pejabat lainnya yang termasuk di dalamnya.

"Yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis pasal tersebut.

Masih dalam pasal yang sama, Perpu ini berbunyi biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara tidak dapat dihitung sebagai kerugian negara. Sebab, anggaran yang dikeluarkan merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis.

Kebijakan yang dimaksud meliputi kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan. Selanjutnya, kebijakan stabilitas sistem keuangan dan program pemulihan ekonomi nasional.

Adapun dalam akhir bunyi pasal itu ditekankan bahwa tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perpu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata-usaha negara.

Pengamat ekonomi Indef, Bima Yudhistira, menilai bunyi pasal dalam Perpu itu membahayakan. Sebab, menurut dia, selain kebal hukum, pemerintah terkesan otoriter.

"Semacam cara berkelit kebijakan tidak dapat dipidanakan. Pemerintah dalam Perpu ini terkesan otoriter dan kebal hukum. Berbahaya," ujarnya dalam pesan pendek kepada Tempo, Rabu, 1 April 2020.

Bima lalu menilai pasal ini akan berpotensi menimbulkan korupsi uang negara dalam jumlah yang tak sedikit lantaran pasal itu merestui adanya penggunaan anggaran penyelamatan yang tak akan dihitung sebagai kerugian. Ia khawatir ke depan, beleid ini justru akan menjadi pengantar bagi tragedi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia jilid II.

"Apalagi nilai stimulus secara total mencapai Rp 405 triliun. Jelas itu uang pajak rakyat dan utang yang ujungnya menjadi beban APBN. Bagaimana mungkin jika terjadi penyalahgunaan tidak disebut kerugian negara?" katanya Bima.

Berita terkait

Presidential Club Bentukan Prabowo Bisa Buka Peluang Jokowi Cawe-cawe di Pemerintahan Mendatang?

9 jam lalu

Presidential Club Bentukan Prabowo Bisa Buka Peluang Jokowi Cawe-cawe di Pemerintahan Mendatang?

Adapun rencana membentuk Presidential Club diungkap oleh juru bicara Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Baca Selengkapnya

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

9 jam lalu

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

Anggota DPR Saleh Partaonan Daulay menilai perlu usaha dan kesungguhan dari Prabowo untuk menciptakan presidential club.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Pemilik Sepatu Bata hingga Jokowi Minta Timbal Balik Ekonomi

9 jam lalu

Terkini Bisnis: Pemilik Sepatu Bata hingga Jokowi Minta Timbal Balik Ekonomi

Siapa pemilik merek sepatu Bata yang pabriknya tutup di Purwakarta?

Baca Selengkapnya

Habiburokhman Sebut Ide Prabowo Bikin Presidential Club Sudah Sejak 2014

9 jam lalu

Habiburokhman Sebut Ide Prabowo Bikin Presidential Club Sudah Sejak 2014

Prabowo disebut memiliki keinginan untuk secara rutin bertemu dengan para presiden sebelum dia.

Baca Selengkapnya

Jokowi Beri Dua Catatan di Rapat Evaluasi Mudik Lebaran 2024

10 jam lalu

Jokowi Beri Dua Catatan di Rapat Evaluasi Mudik Lebaran 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan 242 juta masyarakat melakukan perjalanan mudik lebaran tahun ini.

Baca Selengkapnya

Dahnil Anzar Yakin Prabowo Bisa Cairkan Komunikasi Jokowi-Megawati-SBY

10 jam lalu

Dahnil Anzar Yakin Prabowo Bisa Cairkan Komunikasi Jokowi-Megawati-SBY

Dahnil menilai Prabowo punya kemampuan untuk menghubungkan mereka.

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Gibran Kompak Bilang Begini soal Wacana Presidential Club Usulan Prabowo

10 jam lalu

Jokowi dan Gibran Kompak Bilang Begini soal Wacana Presidential Club Usulan Prabowo

Wacana presidential club yang sebelumnya disampaikan Juru Bicara Prabowo mendapat respond dari Jokowi dan Gibran.

Baca Selengkapnya

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

11 jam lalu

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

Jokowi menyebut pemerintah baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun. Sementara pemerintah membutuhkan 29 ribu dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Wamenkeu Suahasil Nazara Soroti 3 Faktor Penting dalam Ekonomi RI, Suku Bunga hingga Kurs Rupiah

11 jam lalu

Wamenkeu Suahasil Nazara Soroti 3 Faktor Penting dalam Ekonomi RI, Suku Bunga hingga Kurs Rupiah

Wamenkeu Suahasil Nazara menyoroti tiga faktor yang menjadi perhatian dalam perekonomian Indonesia saat ini. Mulai dari suku bunga yang tinggi, harga komoditas, hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Pertama 2024 Tingkatkan Lapangan Pekerjaan

12 jam lalu

Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Pertama 2024 Tingkatkan Lapangan Pekerjaan

Kementerian Keuangan mencatat di tengah gejolak ekonomi global perekonomian Indonesia tetap tumbuh dan mendorong peningkatan lapangan pekerjaan.

Baca Selengkapnya