Stok Daging Menipis, Pedagang Pasar: Sudah Lampu Kuning
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 6 Maret 2020 12:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pasokan daging saat ini belum benar-benar aman untuk menghadapi Ramadan nanti. Berdasarkan data yang disampaikan pada rapat koordinasi yang digelar Kementerian Perdagangan pada Selasa lalu, sisa pasokan daging Perusahaan Umum Bulog per 2 Maret lalu sebesar 565,33 ton. Sementara kebutuhan konsumsi masyarakat setiap bulannya rata-rata 58 ribu ton dengan produksi rata-rata nasional 34 ribu ton, sisanya harus impor. Dengan kondisi seperti itu, diprediksi persediaan daging akan habis Maret ini.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sarman Simanjorang mengatakan konsisi tersebut harus segera diantisipasi pemerintah dengan segera eksekusi impor, khususnya rencana impor daging kerbau oleh Bulog yang sampai saat ini belum terealisasi. Apalagi, kata dia, kebutuhan daging bisa naik berlipat-lipat pada saat Ramadan.
"Kenaikan permintaan biasanya sudah mulai dua pekan menjelang Ramadan, sementara Ramadan tak sampai 1,5 bulan lagi. Kondisi ini rawan menimbulkan gejolak harga," tutur Sarman saat ditemui Tempo, Kamis 5 Maret 2020.
Sarman mengatakan pemerintah harus segera menjamin pasokan daging untuk menjaga psikologis pasar bahwa ketersediaan tak sekedar aman, tetapi juga melimpah. Sejauh ini, impor daging kerbau oleh Bulog bisa dijadikan salah satu langkah untuk menjaga harga daging di pasar. Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus betul-betul mengecek ketersediaan pasokan daging dari peternak rakyat. Pasalnya, tidak sedikit peternak rakyat yang mau melepaskan sapinya untuk persiapan Idul Adha.
"Ini sudah lampu kuning. Jangan sampai keterlambatan impor dimanfaatkan oleh oknum sehingga terjadi gejolak harga," kata Sarman.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri menuturkan stok impor daging sapi oleh swasta bisa saja memenuhi kekosongan pasokan pasar. Namun, kata dia, dari sisi harga dipastikan tidak aman lantaran harga daging sapi lebih mahal dari daging kerbau. Belum lagi, kata dia, pasokan daging dari importir swasta dirancang hanya untuk kebutuhan hotel, restoran, katering, dan pasar modern --bukan untuk pasar becek.
"Sementara itu, ekosistem pasar becek dengan harga daging Rp 80 ribu yang selama ini dipasok Bulog dengan daging kerbau sudah terbentuk. Kami tidak bisa penuhi kalau harganya begitu," kata Suhandri.
Menurut Suhandri, rencana impor daging beku oleh swasta biasanya menyesuaikan rencana impor pemerintah. Misalnya saja, realisasi impor tahun totalnya 314 ribu ton, yang terbagi untuk impor daging sapi beku, daging kerbau beku, dan sapi bakalan. Dengan realisasi impor daging kerbau tahun lalu sebesar 79.574 ton oleh Bulog, maka sisanya diimpor dalam bentuk daging beku atau sapi bakalan.
<!--more-->
"Kalau daging kerbau tak ada, maka akan menyasar daging sapi. Namun, daging sapi kita 'kan mahal. Kalau pemerintah mau terima harga di atas 80 ribu, tidak masalah," kata Suhandri.
Ketua Umum Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI) Ahmad Hadi mengatakan pasokan Bulog sekitar 500 ton saat ini tidak akan cukup untuk menstabilkan harga, khususnya menjelang bulan puasa nanti. Saat ini saja, kata Hadi, pasokan daging kerbau sudah mengalami kelangkaan di pasar. Menurut dia, idealnya ada stok daging kerbau 10 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan sebulan.
"Kekurangan pasokan tersebut masih bisa ditutup dengan stok daging sapi beku dan pemotongan sapi bakalan, karena permintaan yang rendah. Tapi harganya tidak bisa semurah daging kerbau dari India," ujar Hadi.