Ombudsman: Penyusunan RUU Omnibus Law Cacat Prosedur
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 23 Januari 2020 06:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menyatakan penyusunan rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja catat prosedur lantaran dirumuskan tanpa partisipasi masyarakat terdampak. "Menurut kami sudah cacat prosedur jika tidak dilakukan konsultasi," kata Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih, Rabu 22 Januari 2020.
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang diatur melalui UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Beleid itu memiliki satu bab khusus yang mengatur partisipasi masyarakat. Dalam Pasal 96 dinyatakan orang yang memiliki kepentingan atas substansi rancangan aturan berhak memberikan masukan.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebenarnya telah membentuk Satuan Tugas Omnibus Law untuk konsultasi publik. Tim tersebut terdiri dari pejabat kementerian serta pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Menurut Alamsyah, keterlibatan para pengusaha tak cukup disebut mewakili publik. "Kadin kelompok masyarakat penerima manfaat dari Omnibus Law," katanya. Masyarakat terdampak kebijakan yang tengah disusun juga perlu diajak berkonsultasi.
Alamsyah menuturkan, catat prosedur dalam pembentukan UU dapat berakibat fatal bagi masyarakat terdampak. Pemerintah wajib memastikan aturan tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka dan tidak membuat mereka menderita. Dia mengatakan, selama ini tata kelola perizinan yang buruk tak sedikit yang merugikan masyarakat.
Ombudsman telah berupaya mengingatkan pemerintah mengenai potensi maladministrasi. Desember lalu, mereka meminta Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi, Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi untuk memaparkan rancangan omnibus law. Namun permintaan itu tak mendapat restu menteri. Penolakan dikirim melalui surat dengan alasan substansi aturan itu masih dibahas dengan menteri dan pemimpin lembaga terkait.
Dari penolakan tersebut, Alamsyah menyatakan Ombudsman tak akan turut campur kecuali pemerintah yang mengajak diskusi. Ombudsman berasumsi pemerintah bersedia menanggung semua risiko dari aturan yang cacat prosedur ini.
Dia juga menyarankan pemerintah berpikiran terbuka. "Kami mendengar beberapa pihak yang dilibatkan diminta menandatangani perjanjian untuk tidak menyebarluaskan substansi beleid. Itu kurang baik," katanya.
<!--more-->
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembahasan omnibus law mendatang gelombang kritik dari sejumlah kalangan. "Dalam tahapan perencanaan, penyusunan, dan pembahasan perundang-undangan diharuskan adanya partisipasi masyarakat. Namun Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja yang dibuat pemerintah mengabaikan semua proses tersebut," ujar Peneliti Auriga sekaligus anggota Koalisi, Iqbal Damanik.
Koalisi masyarakat sempat menuntut pembahasan ditunda. Namun beleid itu akhirnya melenggang juga ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kemarin, DPR menetapkan progran legislasi nasional prioritas 2020, di dalamnya termasuk RUU Cipta Karya. Ketua DPR Puan Maharani menyatakan pihaknya mendukung semangat pemerintah untuk memperbaiki perizinan investasi demi mendorong ekonomi. "Kami ingin Omnibus Law akan bermanfaat bagi iklim investasi tanpa ada yang dirugikan," kata dia.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tak merespons ketika dihubungi mengenai cacat prosedur dalam pembahasan omnibus law. Namun Sekretaris Koordinator Bidang Perekonomian Susiwidjono menyatakan pembahasan RUU sapu jagat ini masih panjang hingga nanti disahkan. "Ruang diskusi masih banyak dan kami akan membuka ruang, boleh siapapun memberikan masukan seluas-luasnya," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jumat, 17 Januari lalu.